38, Kupu-Kupu Jangan Pergi

164 51 22
                                    

SEMUANYA berlangsung cepat. Kabar bahagia datang dari Non yang berhasil melangkah mendekat ke cita-citanya di kampus impiannya. Tentu Fabian menjadi orang pertama yang dia kabari. Sebuah kabar yang membuat lelaki cengeng itu kembali menitikkan air mata sambil berjanji untuk bekerja lebih giat lagi demi menuntaskan cita-cita Non.

Fabian memaksa Non membuat pesta kecil-kecilan. Hanya untuk mereka saja. Sekaligus semacam pesta perpisahan dengan Fabian dan Rey yang sebentar lagi pergi. Akhirnya sebuah makan malam sederhana di rumah kontrakan sederhana terlaksana.

Lalu beberapa hari kemudian sebuah perayaan perpisahan yang lain berlangsung. Saat Tristan berkumpul bersama sahabat-sahabatnya untuk melepas Rey yang sebentar lagi akan pergi. Mereka berkumpul di ruang tengah rumah Rey ketika kejadian mengerikan itu terjadi. Dee ambruk di depan mereka di pelukan Ari.

Sebuah operasi besar berhasil dilakukan tim dokter setelah Fabian beusaha keras mencari donor. Operasi Dee dan pernikahannya dengan Ari membuat Fabian dan Rey mengundur kepergiannya. Mereka yang awalnya bermaksud bersantai berkenalan dulu dengan kota itu akhirnya pergi di detik-detik terakhir itu pun atas bantuan Aditya, sahabat Fabian sekaligus sepupu Dee.

Semua berlangsung cepat ketika terlalu banyak yang terjadi dalam waktu nyaris bersamaan. Apalagi hal itu adalah hal besar yang menyangkut hidup dan mati.

Malam itu, setelah seminggu berada di tempat yang baru, Fabian terlihat melamun terlentang di ranjang dengan berbantalkan lengannya.

"Ian kenapa?" tanya Rey sambil tengkurap di samping lelakimya. Sapaan itu membuat lamunan Fabian terhenti lalu dia menoleh dan tersenyum ke arah Rey.

"Nggak apa-apa."

"Ian ngelamun. Ngelamunin apa?"

"Apa kabar yang di Indonesia ya, Rey?"

"Tadi pagi kita baru skyping. Mereka baik-baik aja."

"Ando dan Non belum laporan lagi."

"Terakhir Non bilang mereka semua sehat."

"Maksud aku, laporan pembangunan rumah, Rey."

"Kenapa?"

"Hitungan kasar aku, aku sudah harus transfer lagi."

Rey diam.

"Mungkin Aa sudah ngasih kali." Akhirnya Rey bisa merespons.

Fabian menarik napas panjang ketika dia bergerak duduk di kepala ranjang.

"Itu tanggung jawab aku, Rey."

"Jangan rakus ah. Semua mau Ian ambil. Kasih lah kesempatan Aa tobat-tobat dikit. Biar uangnya jelas ke mana gitu. Jangan habis diporotin cewek terus."

Fabian tertawa kecil.

"Aa sudah nggak begitu kok."

"Karena deketin Nana kan?"

"Nggak. Sebelum dia deketin Nana sudah nggak macam-macam lagi."

"Kenapa?"

Fabian menjawab dengan kedikan bahu.

"Ya sudah, biar Aa banyak-banyak sedekah."

Fabian mendengus sebagai ganti tertawa.

"Ian..." Rey bergerak, duduk bersila di depan suaminya.

"Ya?"

"Dee pernah nanya soal donornya. Rey suruh tanya ke Ian. Dia pernah nanya nggak?"

"Nggak. Tapi nggak usah lah. Masa sama adek sendiri minta ganti. Lagian kan kamu sudah tau kalau Ibu Dru nggak mau terima lalu aku paksa."

Jendela Hari [End, Full]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang