69, Mendekat

182 48 115
                                    

DI belahan dunia yang lain Fabian tentu tetap memantau perkembangan hubungan Tristan dan Non. Dia banyak bertanya pada teman kampus Tristan dan adik-adiknya di rumah, di grup khusus yang dia buat. Kesimpulannya, mereka baik-baik saja. Mereka masih menyembunyikan status pernikahan siri itu, jadi Fabian tidak berharap mereka meresmikannya di KUA. Belum. Mungkin belum saatnya. Namun Fabian tahu ada yang mereka butuhkan.

"Rey...."

"Ada cerita apa tentang Tristan?"

"Kan sudah ada grup khusus."

"Nggak. Di grup kalian Tristan gimana? Dia ada cerita ke apartemen lagi?"

"Nggak ada. Katanya sibuk skripsi, Non sibuk kuliah. Paling ketemu kalau mau belanja aja."

"Bunda juga cerita Tristan nggak pernah nginap di sana." Fabian menerawang.

"Ngapain sih Ian ngurusin mereka sampai kayak gitu? Kepo amat mereka anuan di mana. Sudah urusan mereka, Ian jangan campurin lagi."

"Ish, bukan itu, Rey. Kalau mereka sampai bercinta, ya bagus banget. Tapi aku pikir mereka belum dan itu memang bukan urusan kita."

"Lalu kenapa Ian sibuk banget?"

"Rey, mereka itu butuh ngobrol yang lebih private. Bukan cuma ngobrol di bawah rumah, di kampus, di teras kos. Mereka sudah nikah dan itu aku paksa. Mereka mau tapi mereka butuh waktu untuk lebih dekat sebagai suami istri. Kalau sampai mereka pisah cuma gara-gara itu, aku yang salah. Aku suruh mereka nikah tapi nggak kasih jalan mereka mendekat."

Rey terdiam.

"Ini sudah sebulan lebih ya?"

"Iya. Aku yakin mereka nggak cuma santai-santai aja. Tristan itu gengsinya tinggi. Lebih ke harga diri sih. Dia nggak masalah sekarang susah tapi dia nggak mau dikasihani makanya dia nolak terus bantuan dari aku termasuk pakai aja tu apartemen."

"Suruh jagain rumah sih. Temenin Mbak Nia gitu."

"Dia tetap nggak akan enak hati di sana karena masih ada Nia. Apalagi kalau Non ketemu Nia, yang ada mereka beberes rumah, masak ini itu, bawa ke rumah panggung. Apartemen itu yang paling pas buat mereka berdua. Privasi full."

"Jadi Ian maunya mereka ke apartemen?"

"Iya."

"Ooh... bilang dong." Dengan santainya Rey mengambil sembarang ponsel lalu mencari nama Non di sana. Ponsel milik Fabian.

.

Fabian Samudra : Non, ini Rey.

Non : Ya, Teh

Fabian Samudra : Sibuk nggak kalau dari kampus mampir ke apartemen?

Non : Bisa aja sih. Kenapa?

Fabian Samudra : Coba lihatin isi pantri deh. Isiin dikit frozen food sama yang begitu-begitu buat Aa. Cowok mana ngerti sih gituan. Kasihan Aa kalau pulang tengah malam nggak ada apa-apa di kulkas.

Non : Iya sih, Teh. Dulu Non ke sana, kosong banget.

Fabian Samudra : Ya sudah, isi jangan banyak-banyak. Asal ada aja.

Non : Apa mau dimasakin dikit yang sisa diangetin aja?

Fabian Samudra : Nggak usah. Nanti barang mau digoreng sama Aa direbus.

Non : Oke.

Fabian Samudra : Ada uang di laci lemari. Pakai itu aja ya.

Fabian Samudra : Sekalian bilangin Abang, mobil Rey bawa balik ke rumah ya. Habis dibengkelin sama Mas Ari tapi nggak sempat bawa balik ke Bogor.

Jendela Hari [End, Full]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang