67, Berusaha Mendekat

159 49 62
                                    

KESIBUKAN yang mendera membuat Non kelelahan. Meski Bunda mengerti kesibukannya, dia pun mengerti bagaimana membawa diri tinggal di rumah tante Fabian ini. Dia berusaha mengerjakan pekerjaan domestik yang bisa dia kerjakan ketika asisten rumah tangga belum datang. Sebelum tidur, dia pastikan tidak ada piring kotor di meja dan di sink. Ketika bangun dia pastikan membantu Bunda di dapur menyiapkan sarapan. Sebelum berangkat dia pastikan dapur sudah kembali bersih. Dia tentu bisa mengerjakan nyaris seluruh pekerjaan rumah bahkan memperbaiki genteng melorot. Hal yang pernah dia kerjakan dan membuat Bunda berteriak-teriak ketakutan.

Pulang kuliah, dia akan memastikan semua sudut rumah sudah rapi setelah dia pun rapi, dia akan mengerjakan tugas kuliahnya tentu sampai larut malam. Sebelum tidur, dia pastikan rumah masih rapi. Dengan semua aktifitas itu, ketika dia merebahkan tubuh penatnya, tidak menunggu lama, dia langsung lelap.

Malam ini pun sama. Dia sudah merebahkan tubuh ketika denting notifikasi berbunyi. Dengan mata setengah terpejam dia meraih ponsel.

.

B. Tristan : Non

.

Membaca itu, matanya mendadak menyala.

.

Non : Trist

B. Tristan : :D

B. Tristan : Ngapain?

Non : Baru mau tidur.

B. Tristan : Capek banget ya?

Non : Nggak usah nanya itu mah.

B. Tristan : Ya sudah. Met turu yo.

Non : :D

Non : Aya naon sih?

B. Tristan : Nggak. Ingat lu aja. Sudah dua hari nggak ada kabar

B. Tristan : Sibuk, capek, tapi lu sehat kan?

.

Non tidak bisa langsung menjawab. Dia mengulang-ulang membaca dua baris terakhir itu.

.

B. Tristan : Non

B. Tristan : Tidur lu ya?

.

Tergagap, dia terburu membalas.

.

Non : Eh, nggak. Belum.

.

Ketika dia menunggu jawaban, tampilan layarnya berubah menjadi panggilan video. Spontan dia menggeser icon hijau ke atas. Wajah Tristan langsung muncul di layar.

"Hai. Apa kabar?"

"Baik. Lu?"

Tristan mengedikkan bahu.

"Kenapa, Trist?"

"Nggak ada apa-apa."

Tapi kenapa dia tidak menjawab kabarnya dengan kalimat yang jelas? Lalu kenapa dia menelepon? Kelebat pertanyaan membuatnya kehilangan kata.

"Non."

"Ya?"

"Kok diam?"

"Nah lu nelepon ada perlu apa?"

"Apa harus ada perlu baru nelepon? Kita dua hari nggak ada chat pribadi, cuma urusan order aja. Gimana mau dekat kalau kayak gitu."

Ohh....

Non tersenyum.

"Sorry. Nggak biasa."

"Ya makanya dibiasain."

Jendela Hari [End, Full]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang