113, Mencari Rumah

140 46 30
                                    

SAAT ini, hari masih jauh dari siang tapi pagi sudah lama berlalu. Bahkan udara Jakarta di akhir pekan yang tidak terlalu pekat asap knalpot dan di wilayah yang sangat nyaman berpohon rindang pun tidak mampu menghalau panas matahari dan aura tegang yang mendadak menguar di antara dua kubu.

"Kami sudah menikah." Suara wanita itu makin meninggi.

"Tunjukkan suratnya kalau begitu." Jika dia sedang chat di aplikasi, tentu dia cukup meng-copy paste ucapan itu dengan ditambah kode [2].

Dia tidak langsung menjawab.

"Kami belum ke KUA."

Tristan memejamkan mata. Teringat dia dan Non pun belum menyelesaikan urusan ini. Non dan Bu Darmi berdiri selangkah di belakang Tristan.

"Saya butuh saksi nikah kalian." Berusaha berpikir cepat. "Dan bukti video pernikahan kalian."

Lagi-lagi dia tidak bisa langsung menjawab.

"Apa kamu tetap nggak akan ngasih meski untuk adik kamu sendiri?"

"Adik yang mana? Adik saya cuma satu. Ini." Dia menegaskan dengan menggerakkan tangannya di bahu Trisha. "Dan saya ke sini memang untuk kasih rumah ini untuk adik saya."

Wanita itu mendengus.

"Adik yang belum lahir."

SH*T!

Memaki dalam hati, dia memejamkan matanya lagi. Jantungnya mendadak berdetak dua kali lipat lebih cepat, membuat napasnya memburu. Dia butuh waktu untuk menormalkan semuanya, tapi waktu tidak bisa menunggu.

"Pun benar itu adik biologis saya, tanpa bukti pernikahan kalian sah di mata agama, saya tidak bisa memberikan apa-apa untuk anak itu kecuali berupa dana hibah yang artinya nilainya terserah saya."

"Kurang ajar!" Kali ini wanita itu bereaksi lebih ekspresif. Dia melangkah menuruni undakan. Kali ini mereka sejajar terpisah jarak beberapa meter. "Kamu nuduh ini bukan adik kamu? Kamu pikir saya perempuan apa, hah?!"

"Saya nggak nuduh seperti itu. Saya cuma menjelaskan hak-hak yang bisa anak itu terima dari ayahnya yang sudah nggak ada. Hak yang cuma bisa dia dapat kalau ibunya bisa membuktikan benar dia ada setelah kalian menikah. Tolong pelajari lagi tentang nikah tercatat dan nikah tidak tercatat. Nikah KUA dan nikah siri. Itu aja."

Please... no more kid. Ya Tuhan... apa lagi ini?

"Pergi kamu!"

"Nggak perlu ngusir saya. Saya juga sudah mau pergi. Tapi kalau Ibu nggak bisa nunjukin bukti kepemilikan rumah atau bukti kalian sudah menikah, tanpa saya perlu ke sini lagi, Ibu akan terusir."

Berbalik, dia langsung menggendong Trisha dan berjalan ke mobil.

"Sshh..."

Sambil melangkah, dia menenangkan adik di dalam gendongannya. Meski tak ada suara keluar dari bibir Trisha, tapi Tristan tahu, adiknya kembali terluka. Di depan mobil, Bu Darmi langsung mengambil alih Trisha dan bergegas masuk ke mobil. Tak menunggu waktu, mereka langsung berlalu.

Seindah apa pun, ini bukan rumah yang akan mereka tinggali.

***

Begitu mobil melewati gerbang, Non langsung menepuk lembut bahu Tristan. Di belakang, Trisha meringkuk di pelukan Bu Darmi.

"Kamu mau break dulu, Trist?"

Diam.

Dia ingin berteriak. Bahkan untuk sekadar rehat sejenak pun dia tidak memiliki tempat. Tanpa tujuan yang jelas, roda tetap berputar dengan kendali di tangan orang yang berkepala kosong.

Jendela Hari [End, Full]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang