"BOKAP gue, Bang."
Suara Tristan memang terdengar datar tapi dengan ekspresi seperti itu, semua tahu, Tristan marah besar. Wajahnya memucat sepanjang dia mendengar info Ando tentang jeriken bensin. Giginya bergemeletuk saling beradu membuat rahangnya kaku.
Fabian mendelik sempurna, Rey menutup mulutnya yang terperangah dengan sebelah tangan, Non terdiam sempurna, sementara Ando memaki sambil mengacak rambut.
"Jangan main tuduh tanpa bukti, Trist," ujar Fabian ketika dia sudah mengusai kesadarannya.
"Siapa lagi? Siapa lagi orang yang nggak suka rumah ini ada? Dia nggak suka gue tinggal di sini kan?"
Mulut Fabian terbuka lalu menutup tanpa sepatah kata pun keluar.
Tiba-tiba Tristan berlari.
"TRISTAN!"
Mendengar Fabian berteriak, Ando langsung mengejar Tristan, menyusul Fabian.
"PAK! TAHAN ANAK ITU!"
Mendengar teriakan itu, seorang petugas pemadan kebakaran yang terdekat dengan Tristan langsung menangkap anak itu. Tristan berontak hebat, membuat beberapa petugas turun tangan.
"Tristan. Sabar dulu."
Fabian berusaha menenangkan Tristan yang terus berontak dikungkungan petugas.
"ORANG ITU NGGAK BISA DIMAAFIN!"
"Tristan!"
"LEPAS!"
"TRISTAN!"
"LEPAS!" Dia makin memberontak. "GUE AKAN BUNUH DIA! B*NGS*T"
.
PLAK!
.
Tristan langsung terdiam merasai tamparan Fabian. Tubuhnya masih kaku lalu kemudian melemah, tapi dua orang petugas tetap bersiaga. Tubuh Fabian bergetar hebat, tangan yang bekas menampar Tristan bergetar lebih lagi. Dia terus menatap tangan itu.
Ini kali partama dia menggunakan tangan itu untuk menyakiti orang yang dia sayang.
Melihat Fabian tergugu, Rey langsung tersaruk di punggung lelakinya. Dia tahu, lelakinya runtuh. Dia lelaki yang begitu lemah lembut, sampai terpaksa menggunakan kekerasan, entah marah entah kesal, Rey belum tahu.
"Jaga mulut kamu, Tristan." Mendesis. Dia terus berusaha menormalkan napasnya yang tadi mendadak menderu. "Maaf, cuma itu cara yang Abang tau biar kamu cepat sadar."
"Bang...."
"Dia bokap lu."
"Bang...."
Fabian mendekat lalu memberinya pelukan lelaki. Pelukan yang membuat Tristan semakin hancur. Lebur. Sehancur Fabian yang tidak bisa membayangkan jika tuduhan Tristan benar.
"Sabar. Kita fokus urus adek-adek dulu. Nggak usah pikirin yang lain." Dia terus menepuk punggung Tristan dengan kekuatan bulan. Menguatkan Tristan dan dirinya sendiri. Ini terlalu berat untuk ditanggung sendiri. Mengurainya mungkin akan menguras air mata.
"Bang...."
Begitu banyak yang ingin Tristan ucapkan, tapi dia tidak mampu berkata-kata. Terlalu marah dan hancur berserakan.
Setelah beberapa saat, Fabian mengurai pelukannya.
"Lu pulang ke rumah. Ikut gue."
"Bang...."
"Nggak, Trist, please. Jangan mbantah sekarang. Gue sudah terlalu pusing. Gue nggak percaya lu. Ayo pulang."
Tristan memejamkan mata sangat rapat sampai ujung-ujung matanya berkerut. Akhirnya dia mengangguk pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Hari [End, Full]
RomanceNONA binti Fulanah merasa neraka hidupnya berubah menjadi surga ketika Fabian Samudra menjadikannya adik angkat dan membiayai sekolahnya. Dia tinggal bersama dua belas saudara angkatnya di rumah kayu berbentuk panggung di lereng gunung, replika ruma...