41, Menjaga Rumah

147 48 24
                                    

BERTIGA mereka berderap ke arah rumah. Di satu titik, Ando menyambut mereka dengan merentangankan tangan menghalangi laju mereka lalu satu jari telunjuknya dia letakkan di depan bibir. Ketiganya langsung mengikuti posisi Ando. Bersembunyi dengan tubuh setengah berjongkok di balik pagar tetangga lalu semuanya menatap ke arah yang sama.

Terlihat seorang lelaki yang tidak mereka kenal memarkir motornya tak jauh dari pintu masuk rumah. Pagar yang rendah dan hanya berupa batang besi kecil tanpa pelapis membuat isi di dalam pagar terlihat jelas. Lelaki itu terlihat mengambil gambar rumah dari posisinya duduk.

"Dari kapan dia di sana?" tanya Tristan sambil berbisik.

"Nggak tau. Gue belum sampai sepuluh menit di sini."

"Kita maju aja, Bang!" Non langsung berdiri tapi tertahan tarikan tangan Ando.

"Jangan gegabah. Kita nggak tau tujuan dia apa."

"Ya makanya, kita tanya aja. Ngapain dia jepret-jepret rumah kita."

"Non, kalau pun kita tanya, gue yakin, dia cuma orang suruhan. Entah suruhan yang ke berapa. Keset doang dia mah."

"Lalu?"

"Gue sudah catat nomor polisinya."

"Lalu?"

"Ya kita simpan semua data yang mungkin berguna. Gue juga sudah foto dia. Nggak jelas sih meski sudah di-zoom."

Tristan langsung mengeluarkan ponselnya.

"Thanks to Mr. Job."

Hasil foto Tristan jauh lebih jelas.

"Buat apaan itu semua?" Non sudah jongkok berhadapan dengan tiga yang lain. "Ada juga kita bikin dia kabur."

Ando menoyor dahi Non. "Tumben lu g*bl*k."

"Ish."

"Eh, lu bunuh tu orang pun, yang lain yang bakal datang. Tu orang kenapa-napa, bosnya bakal sadar kita sudah tau, yang ada malah mereka makin nekat."

Non diam.

"Lu kenal tu orang nggak, Trist?" tanya Non.

Tristan menggeleng.

"Tapi kok kayaknya gue pernah lihat dia ya." Tristan berusaha keras mengingat-ingat.

"Katanya lu curiga bokap lu yang reseh. Orang bokap lu bukan?" tanya Non cepat.

"Ih, ni anak kenapa jadi bahlul gini sih?" Ando berdecak.

"Kalau pun kecurigaan Tristan benar, nggak bakal yang dikirim orang yang Tristan kenal. Kalau seperti itu, gampang banget Tristan nuduh bokapnya.'

Non menggerutu dalam diam.

"Gue lihat di mana ya?" Tristan membatin tapi dengan suara. Membuat yang lain menatapnya tegang.

Tak lama orang itu pun pergi. Setelah yakin orang itu tidak akan datang lagi, bergegas mereka masuk ke rumah. Pagar masih tergembok. Dan tidak ada tanda-tanda dia masuk secara paksa.

Berempat mereka berkeliling memastikan tidak ada satu pun benda yang mencurigakan. Mereka bergerak sangat hati-hati, tak ingin merusak barang bukti.

Setelah yakin semua aman, mereka duduk di bawah rumah.

"Apa kita tinggal di sini aja sekarang ya?"

"Masih kayak kandang burung begini?" tanya Dadang. "Ya nggak apa-apa sih. Secara dulu kita juga biasa tidur di jalan."

Ando terdiam.

"Kita aja yang cowok-cowok tinggal di sini. Kalau ada yang tanya, bilang aja biar irit nggak usah ngontrak lagi.'

Jendela Hari [End, Full]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang