BUKAN dia melainkan Ari yang menghubunginya. Ari bersedia mengatur jadwalnya untuk menemani Tristan. Ari juga meminta Tristan menghubungi kantor ayahnya untuk meminta file laporan per divisi. Dia ingin memeriksa data-data terlebih dahulu sebelum mereka bertemu. Meski masih setengah hati, akhirnya dia menghubungi pengacara ayahnya untuk menyelesaikan urusan legalitas dan menghubungi kantor untuk meminta data yang Ari minta. Di akhir pekan, satu urusan selesai. Lepas dari kantor Setiabudi Law and Firm, dia menjemput Nona di kampus. Wajah datarnya hanya berhias senyum tipis tapi berbias rindu di mata ketika melihat Non berjalan ke arahnya.
"Hai." Non menyambutnya dengan senyum hangat. "Gimana tadi?" Dia menunduk dengan tangan bersandar di pintu mobil yang jendelanya terbuka utuh. Dia masih melarang Tristan bergerak yang tidak penting. Salah satunya berjalan menjemput Non sampai ke depan kelas. Non melarang itu meski sudah mengizinkan Tristan kembali memegang kemudi setelah Tristan tidak pernah lagi meringis sambil meminta pereda nyeri.
Tristan hanya mengedikkan bahu. Namun Non melebarkan senyum. Seminggu ini dia sudah utuh menjadi tempat sampah keluh dan gerutu Tristan di urusan ini. Bertemu pengacara belum tentu berarti semua urusan selesai. Tristan hanya ingin didengarkan saja.
"Naik deh." Dia menunjuk sisi penumpang dengan dagunya. Santai, Non berjalan ke sisi penumpang. Tanpa berkata lagi Tristan langsung menggerakkan kemudi.
"Kita mau ke mana?" Non berkeryit kening ketika menyadari Tristan tidak menuju rumah Bunda.
"Kita ke rumah...." Tristan menggigit bibirnya, mencari frasa yang tepat. "... ke rumah Trisha dulu."
Mata Non berbinar. "Mau jemput Trisha? Terus pulang ke rumah ya. Sudah lama banget nggak pulang." Tentu rumah yang dimaksud di sini adalah rumah panggung di lereng gunung.
Tristan hanya menanggapi keriangan Non dengan senyum tipis.
"Ada apa, Trist?" Mendadak jantungnya berdetak keras.
"Nanti aja di sana aku ceritanya."
Artinya memang ada apa-apa.
Semoga bukan kabar buruk lagi. Menemani sepi yang langsung hadir di ruang sekecil itu, Non memilih diam. Membuat semua semakin sunyi. Bahkan audio set pun tak aktif. Hanya suara dari jalan di luar yang terdengar, sesekali suara klakson terdengar lebih jelas tapi tetap saja tidak mengurangi senyap itu.
"Abaaannnggg...."
Suara Trisha menyambut mereka bahkan sebelum mereka keluar dari mobil. Langkah kaki kecilnya berlari melintasi ruang menjumpai kakak-kakaknya. Tak menunggu Tristan, Non langsung keluar dan menerima rindu dari Trisha dalam pelukan erat. Setelahnya, gadis kecil itu memeluk tungkai Tristan. Sebenarnya dia ingin bergelayut di leher abangnya seperti yang biasa dia lakukan, tapi Bu Darmi sejak awal sudah mengingatkan bahwa abangnya belum boleh mengangkat beban seberat itu.
"Sudah malam kok belum bobo sih?" Jam memang sudah menunjukkan nyaris pukul sepuluh.
"Kan nungguin Abang. Lama amat sih pulangnya," gerutu si gadis kecil.
"Iya. Maaf ya." Tristan mengacak rambut adiknya. "Abang banyak urusan."
"Ugh..."
"Abang temenin Adek bobo ya."
"Yah...." Bibirnya maju mencucu. "Terus kapan mainnya?"
"Besok. Abang janji besok kita main. Sekarang sudah malam. Nggak ada anak kecil jam segini belum tidur." Tristan berjalan mengarahkan Trisha ke kamarnya.
Di meja makan, Non menunggu Tristan ditemani Bu Darmi dan penganan. Tak ada yang mereka bicarakan kecuali tentang Trisha. Non hanya sedikit menyinggung bahwa ada hal penting yang akan Tristan bicarakan dan mereka harus menunggu si gadis kecil tidur. Hampir setengah jam ketika akhirnya Non melihat Tristan berjalan turun di tangga. Melihat Non ada di meja makan, dia langsung mengarahkan kakinya ke sana dan langsung memilih duduk di dekat kedua wanita itu. Meja makan itu terlalu besar untuk duduk berbeda sisi. Non menyorongkan cangkir teh buatan Bu Darmi dan menunggu Tristan menikmati tehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Hari [End, Full]
RomanceNONA binti Fulanah merasa neraka hidupnya berubah menjadi surga ketika Fabian Samudra menjadikannya adik angkat dan membiayai sekolahnya. Dia tinggal bersama dua belas saudara angkatnya di rumah kayu berbentuk panggung di lereng gunung, replika ruma...