LEPAS sholat, menunggu waktu subuh, Rey meringkuk di pangkuan Fabian yang bersandar luruh di dinding.
"Rey..."
"Ya..."
"Aku minta izin pakai uang buat bangun rumah adek-adek ya."
Rey langsung bergerak bangun dan duduk menghadap lelakinya.
"Kok minta izin Rey?"
"Semua pengeluran apalagi yang besar, kita harus saling tau."
"Rey aja nggak tau urusan itu sama sekali, Ian."
Fabian terkekeh.
"Kamu tuh, taunya apa sih?"
"Memuaskan Ian," ujarnya sambil berkedip-kedip seperti boneka, membuat Fabian terkekeh.
"Selain itu? Urusan rumah?"
"Ya itu dia, Rey nggak tau apa-apa. Semua kan yang atur Ian dan Mbak Nia."
"Sebentar lagi kita ke Paris. Nggak ada Nia di sana. Rey harus bisa atur semua sendiri."
"Kan ada Ian," ujarnya tanpa dosa membuat Fabian lagi-lagi terkekeh sambil mencubit hidung istrinya.
"Mudah-mudahan aku selalu bisa bikin kamu nggak sadar urusan gini-ginian, tapi kamu tetap harus belajar pegang uang, Rey."
"Uum... Rey bisa sih. Waktu ngekos kan Rey dikasih uang jajan sama Aa. Rey bisa atur kok. Cukup. Rey kayaknya nggak pernah minta tambah."
Fabian bukan lagi terkekeh, dia tergelak.
"Aa pasti kasih kamu berlebih untuk ukuran anak kuliah kan?"
"Ya tapi kan Rey nggak konsumtif. Rey belanja apa sih?"
"Ya kalau belanja juga sama Aa, ya Aa yang bayar. Iya kan?"
"Iya." Rey menyeringai lebar.
"Nanti di Paris kita hidup sesuai uang beasiswa aja ya. Rey yang atur. Cukup nggak cukup harus cukup. Gimana caranya biar cukup."
"Kalau kurang?"
"Puasa."
"Puasa apaan?"
"Puasa makan lah. Jangan puasa bercinta. Beli kondom doang pasti dicukup-cukupin deh."
Ganti Rey yang tergelak.
"Ian masih ada uang kan buat bangun rumah adek-adek? Secara kemarin Ian harus nombokin kelakuan Ben."
Ian tersenyum lembut.
"Doain aja ada rezekinya ya."
Rey membalas senyum itu sama lembutnya. "Kalau nggak ada, mereka tinggal di sini aja, Ian."
"Kamu nggak terganggu?"
"Terganggu gimana?"
"Ya nggak bisa bebas gitu."
"Oh, itu mah yang suka nyosor-nyosor kayak soang yang terganggu."
Kali ini Fabian terbahak lepas. Dan berusaha mencuri bibir perempuannya. Rey mengganggunya dengan mengelak sambil tergelak.
"Rey, ish. Dosa tau nolak suami." Rey makin tergelak. "Ya sudah, sini, peluk aja." Fabian melebarkan tangannya. Rey masih tergelak. "Peluk aku, Rey." Kali ini tone suaranya berubah, membuat gelak Rey mendadak hilang dan dia langsung menyambut rengkuhan itu.
Di lekuk leher perempuannya Fabian tersuruk, memeluk sungguh erat.
"Terima kasih, Rey."
Ini seperti déjà vu. Saat semua terasa menerjang menghantam, selama mereka masih bersama, semua menjadi masih tertanggungkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Hari [End, Full]
RomanceNONA binti Fulanah merasa neraka hidupnya berubah menjadi surga ketika Fabian Samudra menjadikannya adik angkat dan membiayai sekolahnya. Dia tinggal bersama dua belas saudara angkatnya di rumah kayu berbentuk panggung di lereng gunung, replika ruma...