SUARA pagi membuat Ando terjaga. Dia yang tidur di kamar yang sama dengan Tristan dan Trisha langsung menyadari bahwa Tristan tidak tidur sepanjang malam. Tristan duduk bersandar di kepala ranjang sementara Trisha tidur di pangkuannya.
"Gimana?" tanyanya.
"Paling nggak dia bisa tidur, Bang."
"Lu?"
"Aneh banget ni anak. Kalau gue tidur, dia bangun. Kayak nggak mau dijagain orang yang nggak sadar."
Ando mengembuskan napas kasar.
"Lu tidur dulu deh. Gue yang jagain. Nanti kalau kita kuliah baru sama Non."
"Kayaknya gue nggak kuliah deh, Bang."
Lagi-lagi Ando mengembuskan napas kasar.
"Bolos lu sudah banyak banget, Trist."
"Apa Trisha mau ditinggalin? Nggak apa-apalah. Gue sering titip absen kok. Bolos de facto banyak, de jure masih aman banget." Dia menelengkan lehernya ke kiri dan kanan dengan kasar sampai menimbulkan bunyi krek keras. "It's okay, Bang. Rumah running kayak biasa aja. Gue masih bisa pegang Trisha."
"Gimana panasnya?"
"Sudah mendingan, tapi masih hangat."
Ando mengangguk lalu keluar kamar bersamaan Non masuk dan langsung memegang dahi Trisha.
"Kalau bangun kasih obat lagi aja. Sekalian makan. Gue sudah bikin bubur," ujarnya yang membuat Tristan mengangguk. "Lu sholat dulu aja. Trisha sama gue. Kalau dia nggak nyariin lu, lu tidur deh." Non berkata dengan suara pelan sambil berusaha membebaskan Tristan dari lilitan Trisha.
Tristan merasa tubuhnya sangat kaku dan lemah sekaligus. Namun dia harus beranjak dari ranjang agar Non bisa menggantikan posisinya. Saat beridri itulah dia merasa kakinya lemah, kepalanya berputar, dan matanya gelap. Sigap Non menangkapnya sebelum dia ambruk lalu membantunya duduk di ranjang Ando.
"Nggak makan malam, nggak tidur semalaman." Non memegang dahi Tristan. "Makan dulu ya? Sebelum lu ambruk beneran."
Tristan mengangguk tapi berusaha berdiri.
"Mau ke mana?"
"Subuh dulu."
"Nggak usah ke masjid dulu."
Tristan mengangguk dan berjalan keluar diikuti tatapan masygul Non. Tidak makan dan tidak tidur bukan masalah besar jika beban batinnya tidak seberat ini.
***
Non membantu Tristan meminumkan obat Trisha dan merayunya makan. Anak itu benar-benar tidak mau lepas dari abangnya. Akhirnya Non mengerjakan rutinitas hariannya setelah merasa sia-sia saja dia di kamar itu. Hanya sesekali saja dia melongok ke kamar, memastikan semua baik-baik saja. Dan ketika akhirnya dia melihat Tristan tidur meski sambil duduk dia bisa menarik napas lega. Sebentar lagi dia harus ke sekolah. Dia sudah menyiapkan makan siang untuk kedua kakak beradik itu termasuk obat Trisha. Sengaja semua dia letakkan di kamar agar Tristan langsung tahu apa yang harus dia lakukan ketika sadar.
Ketika akan ke sekolah, dia berpapasan dengan Fabian dan yang lainnya di pagar. Melihat kedatangan mereka, dia merasa sangat lega.
"Bagus deh Abang datang," sapanya.
"Gimana mereka?"
"Nggak gimana-gimana. Cuma bagus aja kalau ada yang temenin Tristan ngurus Trisha. Kasihan tu anak, Bang. Nggak dilepas."
"Sekarang anaknya mana?"
"Tidur berdua. Jangan dibangunin. Baru tidur tuh."
"Trisha?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jendela Hari [End, Full]
RomanceNONA binti Fulanah merasa neraka hidupnya berubah menjadi surga ketika Fabian Samudra menjadikannya adik angkat dan membiayai sekolahnya. Dia tinggal bersama dua belas saudara angkatnya di rumah kayu berbentuk panggung di lereng gunung, replika ruma...