111, House vs Home

171 46 30
                                    

MELANGKAH memasuki kamar, hanya beberapa langkah dari pintu, dia berdiri terdiam menatap setiap sudut kamarnya. Di belakangnya, Non menutup pintu perlahan menghindari bunyi. Namun semua yang ada di sini adalah barang premium yang tidak akan menimbulkan bunyi mengganggu.

Melihat Tristan berdiri terpaku seperti itu, Non meraih lengan lelakinya lalu mengarahkan Tristan ke ranjang. Perlahan keduanya duduk bersisian.

"Ibu benar. Kamu butuh istirahat." Dia mengelus lembut bahu Tristan. "Tidur dulu ya."

Dia membuka kancing kemeja Tristan ketika Tristan hanya diam membatu. Tristan masih diam bahkan ketika Non sudah menyiapkan baju ganti untuk mereka berdua. Dia tentu mengambil baju dan celana Tristan di lemari ketika tidak ada satu pun pakaiannya di sini. Keduanya tidak pernah berpikir akan menginap di sini. Tristan tetap diam bahkan ketika Non keluar dari kamar mandi setelah mandi singkat. Pemandangan yang membuatnya menarik napas masygul.

"Kamu nggak mau ganti baju dulu, Trist? Mandi seger loh. Mandi dulu aja biar tidurnya enak."

Tristan menoleh ke arah Non. Memang Non terlihat sangat segar. Tersenyum, dia mendekatkan wajahnya.

"Wangi." Dia menghidu aroma sabun bercampur feromon istrinya. "Kamu komando-an ya?"

Non terkekeh. "Biar besok kering. Aku jemur di balkon biar kena outdoor AC."

"Jangan mancing-mancing deh."

"Apaan sih?"

"Sudah lama nih aku nggak ganti oli."

Non berkerut dahi. "Perasaan baru minggu lalu deh? Tadi Ibu bilang apa? Jangan banyak gaya."

"Kamu aja yang banyak gaya. Aku pasrah yang penting sama-sama enak."

Non terkekeh lepas. Kekeh yang terdengar menggairahkan di telinga Tristan.

Menyambar handuk yang sudah Non siapkan, dia berdiri. "Aku mandi dulu."

***

Keduanya masih mengatur napas yang menderu setelah mencapai puncak perjalanan gairah. Non menjatuhkan diri di samping Tristan dan kembali mengatur napas. Dia mendapati mata lelakinya terpejam meski dia tahu Tristan belum tidur. Perlahan dia bergerak lebih mendekatkan diri lagi lalu mengecup lembut pipi lelakinya. Kecupan yang membuat Tristan menoleh dan membuka mata.

Dua mata itu bertemu. Dua bibir itu tersenyum.

"Mikir apa?" tanya Non sambil tangannya bergerak mengelus pelipis Tristan.

"Aku di sini waktu sakaw."

"Used to."

Dia kembali memejamkan mata, tapi bayangan masa lalunya tetap hadir sejelas siang bermatahari. Non tetap membelainya. Napasnya mulai teratur. Dia bernapas pelan, menikmati setiap tarikan napas mengisi paru-parunya. Apa kenangan itu bisa hilang? Sakitnya, sedihnya, marahnya, kecewanya... semua dia rasakan di kamar ini. Termasuk kenyamanan yang baru dia rasakan semenjak kehadiran Non di hidupnya.

"Tidur, Trist." Non masih membelai, meninabobokan.

Tristan mengangguk masih dengan mata terpejam.

"Nite, Non." Dia tidak membuka mata. Non membiarkan saja dia begitu. Sebentar lagi Tristan akan tertidur. Hormon endorfinnya sedang banjir dan itu membuatnya nyaman dan malas berpikir. Benar saja. Tak lama Tristan sudah dilarung lelap. Non memastikan Tristan benar tidur sambil menikmati pemandangan indah yang menempel dengan dirinya sebelum menyusul Tristan ke alam mimpi.

***

Gerakan-gerakan gelisah, kaku, dan menyentak membuat lelap Non terusik. Berusaha mengumpulkan nyawa, dia mencoba membuka mata. Namun hentakan keras membuatnya langsung terbangun. Tristan sudah terduduk di tengah ranjang dengan napas memburu dan tubuh banjir keringat. Spontan Non bergerak duduk menghadap ke arah lelakinya. Melihat Tristan sekacau ini, tangannya kembali bergerak menenangkan. Meyakinkan Tristan bahwa dia tidak sendiri.

Jendela Hari [End, Full]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang