104, Selesai Secepatnya

157 45 21
                                    

"ITU WA dari siapa?"

"Pengacara Papa."

Non total terdiam.

"Kenapa dia ngajak ketemu?"

"Aku nggak tau. Aku belum reply. Aku nggak mau ketemu."

"Coba kamu tanya urusam apa."

Tristan diam.

"Ambilih HP aku, Non." Suaranya lemah. Non pun bergerak. "Sekalian obat aku ya."

"Ini belum jadwal minum obat kamu, Trist." Non kembali duduk dan makin serius menekuri wajah lelakinya. "Kamu sakit?"

"Ambilin aja."

Tak ingin membantah, dia memberikan ponsel Trstan lalu mengambil obat. Sementara dia mengambil obat, Tristan membalas pesan meresahkan itu.

.

B. Tristan : Ada apa ya, Pak.

.

Lalu dia melempar ponsel itu ke ranjang kemudian menyambar kantong obat dari tangan Non. Dia mengambil sebutir pereda nyeri.

"Kamu sakit, Trist?" tanya Non hati-hati dan sangat khawatir. "Aku bilang juga apa. Kamu belum boleh seperti tadi."

Tristan menelan obat dan seteguk air kemudian memejamkan mata rapat.

"Aku nggak cuma butuh orgasme, Non."

Non terdiam. Dia mengerti. Sangat mengerti. Tapi...

"Aku bingung gimana mengurai semua. Dan kamu tadi ngomong begitu. Itu nyakitin aku. Aku nggak pernah mandang kamu secara fisik aja. Aku tau, yang bikin kamu trauma nggak cuma perlakuan mereka aja, tapi pikiran kamu yang seperti itu. Aku butuh penyalur emosi. Dan aku mau kamu sadar, benar-benar sadar kalau aku nggak mau kamu mikir macam-macam."

"Aku juga maunya kamu begitu."

"Itulah.... Aku bingung mulai dari mana. Dari kamu? Dari aku?"

Denting notifikasi dari ponsel Tristan membuat perhatian keduanya teralihkan. Mereka membaca pesan teratas.

.

Setiabudi : Kita ketemuan dulu aja ya. Biar enak ngebahasnya.

Setiabudi : Kapan aja. Tapi kalau bisa secepatnya.

.

Non menarik napas panjang.

"Biar cepat selesai, mending cepat ketemunya," usul Non.

"Kamu ikut ya."

"Hah? Aku ada urusan apa?"

"Nggak ada urusan, tapi kamu istri aku. Temani aku ya."

"Ng... nggak... nggak apa-apa? Nanti ada yang privasi banget."

Tristan mendengus, menyamarkan ringis. "Nggak perlu ada rahasia-rahasia soal itu, Non. Ujung-ujungnya pasti aku cerita ke kamu kan. Daripada ngulang cerita, mending kamu dengar langsung."

"Umm... oke."

"Nanti malam ya?"

"Hah? Kamu sakit gini." Panik.

"Biar cepat selesai, besok kita bisa fokus kuliah."

Tak tahu harus menjawab apa, tak ingin membantah, Non mengangguk lemah.

"Kamu mandi dulu ya. Sudah sore banget kamu belum ashar."

Tristan mengangguk.

"Aku bantu?"

Jendela Hari [End, Full]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang