Author's Note:
Chapter angst buat sebuah tim nih.
Yang kuat ya bacanya.
Tapi ya gitu deh, jangan jadi pembaca Cattleya257 kalo nggak kuat sama cobaan fiksi, wkkkk.
*************************************
Rere dan Gio check up ke dr. Stevie sehari setelah Helen sadar. Si kembar baik-baik saja di perut Rere, jantung mereka berdetak ceria, terdengar seperti sedang ngobrol.
"We have acquired the date for you caesarean surgery. It's three weeks from now. Take care of your health very carefully. Avoid unhealthy foods."
Saat Rere mengunjungi Helen yang masih di ICU, Rere mengabarkan tanggal itu.
"Wah, kamu kan ulang tahunnya tanggal 30 Oktober. Caesarnya tanggal 31. Halloween day. Berarti kamu dan si kembar nanti bedanya cuma sehari, Re."
"Iya, hehe. Lucu, ya?"
Helen tersenyum setuju.
"Moga-moga aku udah sehat ya, pas itu. Aku harus kasih semangat buat si Bluey juga."
"Harus, dong. Gantian, nanti kamu yang nungguin aku operasi, hehe."
"Eh, cuma boleh satu orang ya, yang nungguin kamu?"
"Iya."
"Ih, aku aja deh, Bluey nggak usah, gimana?"
"Waduh, bisa perang kita kalo kamu minta gitu."
Mereka sudah bisa tertawa.
Mami, Papi, Oma Anyelir, Jeremy dan Aji bergantian menemani Helen di ICU. Kecuali saat Helen tidur, dia selalu ada teman bicara.
Gio dan Rere saja yang boleh menyela antrian.
Karena Rere sudah di bulan terakhir kehamilan dan kondisi Helen yang seperti itu, Gio memutuskan untuk bekerja dari rumah. Dharma ikut dengannya di Oxford, sedangkan Dita, Yusuf, dan dua karyawan lainnya stay di London.
Helen masih lemah, tapi dia berhasil bertahan lagi. Dan dia sudah berdamai dengan kenyataan. Dia sudah membuat Jeremy dan Gio ketakutan saat operasi kemarin. Rasanya pertengkaran mereka sudah harus diakhiri.
Walau dia masih tetap belum ingin kembali pada Jeremy dengan status pacar.
Untuk sekarang ini, biarlah mereka menjadi teman dulu.
*********************************************
Jeremy dan Aji harus pulang ke Jakarta seminggu setelah Helen sadar.
"Helen......can I go back knowing that we're together again? I love you......I don't want this separation to go on."
Mata Jeremy berkaca-kaca, duduk di sebelah ranjang kamar Helen, yang sudah dipindahkan dari ICU ke kamar rawat inap biasa.
Seorang Jeremy yang bisa mendapatkan perempuan hanya dengan sekali memandang, sedang memohon pada seorang Helen, pasien sakit jantung yang wajahnya masih pucat, dengan selang-selang infus menancap di tangan dan kabel monitor jantung dan status lainnya menempel di tubuhnya.
"I'm sorry.......I think I'm too selfish to be in a relationship right now.......I can only have the energy to be with my family.........Kita......jadi temen aja ya, Jer?"
"You don't need to do anything. Give me time when you want to. Tapi jangan putusin aku, Helen, please......"
Mata Helen juga berkaca-kaca.
"I can't......I care about you, Jer. I really do.......Tapi aku merasa kalo kejadian kemarin terulang lagi, kamu bakal dukung Gio daripada cita-citaku. Kamu nggak salah. Aku tahu kamu gitu karena sayang sama aku. Kamu mau aku sehat. Tapi aku nggak suka cara kamu......harusnya kamu bisa bilang, "Helen, I know it's very important for you, and I'm sorry this will will break your heart, but you need to let it go.""

KAMU SEDANG MEMBACA
Never Say Never
Storie d'amoreRebecca adalah mahasiswi paling cerdas di kampus. Pemenang berbagai penghargaan, ketua angkatan, dan dijuluki kampus queen. Populer, cantik dan smart. Pacarnya ganteng, sahabatnya juga keren. Tapi dunianya runtuh ketika dia tahu pacarnya selingkuh...