Author's Note:
Selama nulis extra chapters Jeremy ini aku banyak dengerin How to Save a Life dari The Fray.
Yang team Jeremy-Helen siap-siap. Banyakin tarik napas yang dalam, biar nggak pingsan, hehe.
**********************************
Gedung Akademi Seni itu baru jadi dan belum ada kegiatan akademik. Helen masih di tahap mengumpulkan dosen dan menyiapkan kurikulum. Sebuah tugas besar yang membuatnya bekerja sama dengan Oxford Drama School, dosen seni di universitas Indonesia lainnya, dan juga Diknas tentunya.
Dia berkantor di kantor sementara, di lantai satu gedung itu. Di kantor yang kelak akan dijadikan ruang administrasi Akademi.
Selama tujuh tahun, Helen sudah banyak berprestasi, dengan kesehatan yang cenderung stabil. Kalau dulu, Gio akan sibuk mencarinya mulai jam 7 malam, kini, dia baru akan dicari jam 9 malam, meskipun jam 7 malam tepat, whatsapp Gio yang sudah terkirim selama 13 tahun di jam yang sama, masih datang.
"Obat malem. Jangan lupa."
Gio selalu begitu. Tak akan pernah berubah, sampai mereka tua.
Helen sudah bahagia dengan hidupnya kini. Dia sudah mencapai sebagian besar mimpi-mimpinya. Sudah berhasil jadi sutradara teater di Oxford, dan kini, pulang ke Indonesia untuk bisa mementaskan cerita tentang tanah air dengan kualitas yang sudah dipelajarinya di negeri yang jauh.
A princess who returned to her land.
Hidupnya teratur, dengan aturan yang dibuatnya sendiri. Helen yakin, dia bisa melanjutkan hidup ke depannya serapi ini.
Tapi irama teraturnya itu hancur berantakan melihat siapa yang mengetuk pintu kantornya malam itu.
Jeremy Tanuwijaya mengetuk pintunya malam itu.
Helen mengangkat wajah dari Macbooknya.
Dia sendiri di kantor yang luas itu.
Ada satpam yang berjaga. Beberapa.
Dia tak takut. Dia senang di situ, dengan alunan musik kesukaannya, dan chamomile tea yang baru diseduhnya.
Helen berkedip.
Apa dia sedang berhalusinasi?
"Ayo, pulang. Gio nyuruh aku jemput."
Gio???
Kok.......bisa?
Melihat Helen yang diam tak bergerak, Jeremy berjalan mendekat ke mejanya.
Tiap langkah Jeremy mendekat mengaduk emosi Helen seperti tak pernah dia rasakan sebelumnya.
Takut.
Malu.
Rasa bersalah.
Dan sedih.
Semua bercampur jadi satu dengan mengerikan yang membuat Helen langsung merasa agak sesak napas.
"Ini udah jam 9. Kamu udah minum obat malam kamu?"
Bloody hell.
After all these years?
Bisa-bisanya Jeremy bertanya seperti itu? Setelah dia membuatnya patah hati begitu parah?

KAMU SEDANG MEMBACA
Never Say Never
RomansaRebecca adalah mahasiswi paling cerdas di kampus. Pemenang berbagai penghargaan, ketua angkatan, dan dijuluki kampus queen. Populer, cantik dan smart. Pacarnya ganteng, sahabatnya juga keren. Tapi dunianya runtuh ketika dia tahu pacarnya selingkuh...