Stella melangkah keluar dari kekediaman Gideon dengan keputusan yang bulat. Sekarang ia mengerti alasan kenapa dirinya dilahirkan.
Dan tentunya Stella tidak memiliki perasaan apapun mengenai hal itu karena Morgan sudah mengatakannya beberapa kali bahwa dia adalah harapan untuk segalanya.
Melihat Ayahnya yang terus menahan dirinya membuat Stella cukup kecewa sampai ia harus melakukannya sendiri, sesuai dengan pendirian yang dimiliki olehnya.
Dia merasakan beban besar di pundaknya, beban untuk membuktikan bahwa The Syndrome bisa digunakan untuk tujuan baik, untuk menghentikan perang dan mencegah lebih banyak penderitaan.
Ketika salah seorang bawahannya memberitahu tentang langkah Stella, Gideon merasakan kepanikan dan ketakutan.
"The Proprietary, putrimu...!!!" seru bawahannya dengan nafas terengah-engah.
Gideon segera menyadari bahwa Stella telah melangkah keluar dari keamanan rumahnya.
"Apa yang telah dia lakukan...?" gumam Gideon, langkahnya terburu-buru mengikuti bawahannya menuju tempat kejadian.
Di tempat yang jauh dari pandangan Gideon, Stella telah tiba di lokasi yang dipenuhi dengan banyak sekali pertumpahan darah berisi pengidap The Syndrome.
Dia merentangkan tangannya dan mulai merasuki pikiran mereka satu per satu. Morgan melihat dari kejauhan bahwa Stella sudah mulai tahap selanjutnya.
Sekarang Morgan hanya perlu berpikir bagaimana agar Stella bisa mengetahui kehidupan setelah kematian untuk mengurusi Murphy yang pastinya senang.
Senang karena bisa meneliti lebih banyak korban The Syndrome yang dibunuh oleh Stella dalam sisi kehidupan sampai Morgan pikir itulah risiko yang harus ditanggung.
Gideon juga sudah menyadari akan hal itu, tetapi dia akan mencoba untuk mengikuti rencana Morgan karena ia bukanlah Manusia yang memiliki pemikiran biasa.
Suara jeritan teriris dan rintihan penderitaan menggema di segala wilayah yang sedang tertimpa oleh peperangan.
Stella, dengan dinginnya, mengarahkan kekuatannya untuk mengakhiri penderitaan mereka dengan cepat. Tubuh-tubuh mereka terguncang oleh kekuatan yang tak terlihat, dan satu per satu, nyawa mereka berakhir.
Pemandangan kejam itu tidak luput dari perhatian Morgan, yang tiba di lokasi dengan ekspresi serius. Dia melihat Stella, anak muda yang terombang-ambing dalam beban kekuatan yang ia bawa.
Morgan mengedipkan matanya sampai ia dapat melihat partikel yang merasuki kepala Stella sampai itu mempengaruhi dirinya.
Semakin banyak korban yang dia bunuh maka Stella pasti akan mengerti kenapa dia bisa ada dalam dunia itu.
Morgan berharap bahwa itu bisa memicu kembali interaksi terhadap sesosok entitas yang ada dalam pikiran korban The Syndrome.
"Ini adalah sebuah permulaan." Ucap Morgan yang mulai menyalakan rokoknya itu.
Stella, yang tenggelam dalam pengaruh The Syndrome, terus melakukan pembantaian itu tanpa ekspresi wajah. Matanya kosong, dan energi gelap mengelilinginya saat dia menjalankan keinginannya.
"Sudah cukup, Stella!" seru Gideon, mencoba menembus tembok kekuatan yang telah dibangun oleh Stella.
Tetapi Stella tidak tergoyahkan. Dia melanjutkan aksinya dengan dingin, seolah-olah tak terpengaruh oleh seruan Gideon. Tindakan ini bukan hanya pembantaian fisik, tetapi juga merusak moral dan spiritualnya.
Gideon dan bawahannya tidak bisa melakukan apapun karena tertahan oleh efek The Syndrome yang digunakannya, dan Gideon melihat dengan ngeri pemandangan di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Yuusuatouri: Unwritten
FantasySetelah menghancurkan Limbo dan akhirat, akhirat yang baru telah tercipta untuk menampung semua jiwa yang sudah sepantasnya menerima waktu istirahat yang sebenarnya. Shinobu bersama yang lainnya berhasil tiba kembali di dalam kehidupan baru yang dis...