Shinobu menghela nafas panjang saat menghadapi Gideon yang baru saja tiba. Kedua mata mereka bertemu, menciptakan momen yang penuh dengan sejuta makna.
Korrina dan Graham, yang datang bersama Shinobu, melihat reaksi keduanya dengan hati yang penuh harapan dan kekhawatiran.
"Gideon..." ucap Shinobu, suaranya terdengar ragu.
Gideon, dengan senyum lembut, mengangguk sebagai sambutan. "Shinobu."
Tatapan mereka tetap terkunci satu sama lain, seolah-olah mereka mencari jawaban atau kepastian dalam pandangan masing-masing.
Korrina dan Graham berdiri di belakang Shinobu, menunggu dengan penuh perhatian.
Shinobu memutuskan untuk mengambil langkah maju, menyingkirkan jarak antara mereka.
Gideon membuka lengannya, memberikan isyarat bahwa dia siap menerima Shinobu. Seiring langkahnya mendekati Gideon, perasaan canggung dan tegang mulai menguasai mereka berdua.
Namun, ketika mereka berdua berada di depan satu sama lain, Gideon dengan lembut meletakkan tangannya di pundak Shinobu.
Ekspresi Shinobu terlihat campur aduk seperti kebingungan, kegembiraan, dan juga kekhawatiran. Itu seperti perasaan yang terpendam sejak lama akhirnya mendapatkan saluran keluar.
"Kau telah tiba kembali," ucap Gideon, suaranya penuh dengan kelembutan.
Shinobu tersenyum, namun matanya masih mencerminkan kekhawatiran. "Ya, aku kembali. Aku... ada sesuatu yang ingin aku tanyakan, Gideon."
Gideon mengangguk, memberikan izin untuk melanjutkan.
Shinobu mulai menceritakan tentang informasi yang baru saja dia terima dari Korrina dan bagaimana kenyataannya seolah-olah membenturkan semua kebenaran yang telah dia yakini.
Dia menjelaskan betapa sulitnya menerima fakta bahwa bahkan jika Shinichi tidak gugur melawan Cyrus, takdir Koizumi tetap akan membawanya pada penderitaan yang sama.
Gideon mendengarkan dengan penuh perhatian, tangannya tetap di pundak Shinobu sebagai bentuk dukungan.
Dia bisa merasakan beban yang dipikul oleh Shinobu, dan di dalam dirinya, Gideon tahu bahwa mereka harus bersatu untuk menghadapi tantangan yang ada.
Korrina dan Graham berdiri di belakang mereka, memahami betapa rumitnya situasi ini. Mereka tahu bahwa jawaban-jawaban yang dicari oleh Shinobu bukanlah hal yang bisa diberikan dengan mudah.
Sejenak, keheningan meliputi mereka berempat. Matahari perlahan terbenam, menciptakan cahaya oranye yang menyebar di langit pada wilayah tersebut.
Gideon, dengan lembut, melepaskan tangannya dari pundak Shinobu, memberi kesempatan padanya untuk merenung dan memproses semua yang telah dia dengar.
Shinobu berbalik, menatap langit yang kini mulai dipenuhi oleh bintang-bintang. Dia merasa kewalahan, tetapi juga merasakan adanya dukungan dari orang-orang di sekitarnya.
"Tidak ada jawaban yang mudah, Shinobu," ucap Gideon dengan lembut.
"Tapi kita akan hadapi semua ini bersama-sama."
Shinobu menoleh, bertatapan dengan Gideon. "Apa yang seharusnya aku lakukan, Gideon?"
Gideon tersenyum, mencoba memberikan ketenangan. "Kita akan temukan cara melalui ini. Tidak sendiri, tapi bersama-sama sebagai keluarga."
Korrina sempat terdiam ketika melihat mereka karena dia mulai mengingat tentang hubungan dari Ayah dan Anak di hadapan mereka.
Entah kenapa penglihatan Korrina seperti memandang Gideon yang dulu serta Stella dimana akhirnya mereka dipertemukan kembali dalam situasi yang terhitung tepat dan tidak tepat.
Shinobu mengangguk, merasakan bahwa, meskipun tantangan besar menanti, dia tidak akan sendirian.
Dengan keluarga di sisinya, dia merasa memiliki kekuatan untuk menghadapi segala yang akan datang.
"Berikan aku sedikit waktu sebentar saja untuk memproses apa yang diterima olehku saat ini." Shinobu mengatakan hal itu mengacu kepada ingatan Shinichi.
Dia melangkah ke sebuah pohon yang dulunya suka dijadikan sebagai tempat istirahatnya ketika selesai berlatih dimana ia mulai menyentuh kepalanya sendiri.
Gideon menghormati pilihannya itu dimana ia sekarang langsung melirik ke arah Korrina dan juga Graham sampai ia tersenyum lembut.
Shinobu duduk di bawah pohon yang telah menjadi saksi bisu banyak kenangan. Rasa dingin dari rumput membuatnya merasa nyaman, sementara tangannya masih lembut menyentuh kepalanya sendiri.
Isi pikiran Shinobu saat ini terpenuhi dengan banyak sekali kebenaran yang mengalami perdebatan cukup panjang dengan opini serta pemikirannya sendiri.
Pola dari cerita yang ia kemukakan itu membuat Shinobu semakin berpikir bahwa semua orang akan memiliki sejarah akhirnya masing-masing terkecuali dirinya dan juga Shinichi.
Walaupun pola cerita sering diubah itu hanya akan menghasilkan sesuatu yang sama pada akhirnya.
Garis lurus masih memiliki destinasi yang pasti, tetapi ketika terjadi suatu perubahan pada bagian tengahnya maka itu akan memiliki sedikit perubahan.
Intinya sekarang Shinobu ingin memperdalam ingatan serta pengetahuan itu selagi mencerna kembali kebenaran tentang Korrina sebagai reinkarnasi dari Ibu Patient Zero.
Gideon memandanginya dari kejauhan, memberinya ruang untuk merenung dan memproses semua informasi yang baru saja dia terima.
Korrina dan Graham berdiri di samping Gideon, menatap Shinobu dengan ekspresi campur aduk.
Korrina merasa bersalah atas kejadian yang membingungkan Shinobu, sementara Graham mencoba untuk menyampaikan dukungan dengan tatapan hangat.
Shinobu mengangkat wajahnya, pandangannya yang serius memantul sinar bulan yang mulai muncul.
"Aku tidak pernah berpikir bahwa semua ini akan terjadi," ucapnya pelan.
Gideon mengangguk, "Kehidupan akan selalu memiliki caranya sendiri untuk menguji kita, bahkan ketika kita merasa telah mengerti."
"Kamu tak perlu merasa sendirian, Shinobu," tambah Korrina dengan lembut.
"Kita akan bersama melewati semua ini."
Shinobu tersenyum tipis, meresapi kehangatan kata-kata mereka.
"Terima kasih," katanya sambil merapalkan sebuah harapan dalam hatinya.
Sementara itu, Gideon, Korrina, dan Graham berkumpul di sekitar Shinobu, menciptakan aura kedekatan dan dukungan.
Gideon tersenyum pada Korrina, mengakui bahwa keberadaan mereka dalam wujud yang berbeda tetap membawa ikatan keluarga yang kuat.
"Akhirnya kita bisa dipertemukan lagi dalam wujud berbeda ya..." kata Gideon sambil tersenyum lembut.
Korrina tersenyum pahit. "Sungguh, aku tidak menyangka bahwa aku akan berada di sini bersama-sama dengan kalian, setelah segala kejadian di masa lalu."
"Walaupun aku dulunya menyesal tidak dapat melakukan apapun untuk Graham dan juga Gideon..."
"...setidaknya aku diberi kesempatan untuk mengatur semua itu sampai bisa menginjak titik ini yang merupakan puncaknya." Korrina tersenyum selagi memejamkan kedua matanya.
"Keajaiban kehidupan baru, bukan?" ucap Graham sambil tertawa kecil.
Gideon menatap Graham lalu ia menundukkan kepalanya, "Senang bisa dipertemukan kembali denganmu, Kakak."
"Itu seharusnya kata-kataku. Ini pertama kalinya bagi untuk bisa bertemu dengan saudara yang bisa menyempurnakan The Syndrome dengan baik." Graham menepuk pelan bahunya.
"Aku masih harus belajar banyak tentang penyakit ini."
"Tetapi, setidaknya kita semua sudah mengetahui jelas kebenaran dari The Syndrome itu sendiri."
Mereka semua duduk bersama di bawah cahaya bulan yang semakin terang, mengenang masa lalu dan memandang ke depan pada masa depan yang penuh ketidakpastian.
Shinobu masih mencerna perasaannya, tetapi kehadiran keluarga membuatnya merasa lebih kokoh.
Gideon menatap Korrina dengan ekspresi penuh makna. "Kita akan hadapi semua ini bersama-sama, seperti keluarga sejati yang kita tunjukkan di setiap reinkarnasi."
Korrina mengangguk, senyumnya mewakili rasa bersyukur dan tekad untuk melewati segala rintangan.
Mereka tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi satu hal yang pasti yaitu mereka bersama-sama akan menciptakan cerita baru.
"Baiklah, aku sudah merasa baikkan sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Yuusuatouri: Unwritten
FantasySetelah menghancurkan Limbo dan akhirat, akhirat yang baru telah tercipta untuk menampung semua jiwa yang sudah sepantasnya menerima waktu istirahat yang sebenarnya. Shinobu bersama yang lainnya berhasil tiba kembali di dalam kehidupan baru yang dis...