Chapter 3733 - Penyesalanku Sebagai Anak

3 3 0
                                    

Shinobu terdiam di antara kata-kata yang terlontar dari mulut Korrina. Informasi yang baru dia ketahui tentang peran Kou, tujuannya, dan bagaimana semuanya terkait dengannya membuatnya merasa tak berdaya.

Pandangan matanya kosong, dan bibirnya yang sebelumnya bersiap untuk bertanya kini terkatup rapat.

Gideon melihat ekspresi putrinya, dan walaupun dia tahu bahwa ini adalah beban yang sangat berat untuk ditanggung olehnya karena semua jawabannya sudah cukup untuk mengisi kekosongan dalam pikirannya.

Dia juga tahu bahwa Shinobu memiliki kekuatan di dalamnya untuk menghadapi kebenaran ini sampai ia membiarkan dirinya mencerna kembali semua itu dalam satu hari dan waktu ini.

Gideon mencoba memberikan dukungan dengan meletakkan tangannya di pundak Shinobu, mencoba untuk menyampaikan kehangatan dan kebijaksanaan.

Namun, Shinobu terdiam dalam keheningan, mencerna semua informasi tersebut dengan hati yang terluka.

Shinobu merasa kebingungan, tak tahu harus merespons bagaimana. Hati dan pikirannya berkecamuk, mencoba mengatasi kebenaran yang begitu besar dan kompleks.

Ia bisa merasakan beratnya tanggung jawab yang kini diletakkan padanya.

Wajah Shinobu mulai memerah, dan dia merasa getaran di seluruh tubuhnya. Ini bukan hanya kebingungan atau ketidakmengertian, tetapi juga beban emosional yang terus tumbuh di dadanya. Ia menelan ludah, mencoba menahan rasa sakit dan kekecewaan yang meluap.

Gideon, dengan penuh kelembutan, mencoba menggandeng tangan putrinya. "Shinobu, tidak ada yang mengharapkanmu untuk memahami atau meresapi semuanya sekarang."

"Ini adalah beban besar, dan kami ada di sini untukmu."

Korrina menambahkan, "Setiap peranmu dalam cerita ini adalah sebuah perjalanan."

"Kau tidak sendiri, dan keputusanmu akan membentuk kehidupan dan cerita di kehidupan awal serta akhir ini."

Namun, Shinobu tetap terdiam. Matanya berkaca-kaca, dan meski dia berusaha keras untuk menahan tangisnya, rasa sakit dalam dirinya tidak bisa disembunyikan lebih lama.

Getaran di tubuhnya semakin kuat, dan akhirnya, air mata mulai mengalir tanpa bisa dia kendalikan.

Korrina, Graham, dan Gideon hanya bisa berdiri di sana, memberikan ruang dan waktu untuk Shinobu meresapi semua yang telah dia ketahui.

Terkadang, ketidakmengertian dan penyesalan adalah bagian dari pertumbuhan, dan saat itu adalah momen yang sulit namun penting bagi Shinobu.

Tak lama kemudian, Shinobu menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan dalam dirinya.

Dia mengangkat wajahnya, menatap Korrina dan Gideon dengan mata yang masih berair, tetapi juga penuh dengan kepastian akan sesuatu.

"Aku mungkin butuh waktu untuk mengatasi semuanya," ucapnya dengan suara yang gemetar.

"Tapi aku berjanji, aku tidak akan mundur dari tanggung jawab ini."

"Aku akan mencoba yang terbaik untuk membentuk cerita ini dengan baik."

Gideon dan Korrina tersenyum lembut, memberikan dukungan mereka.

Mereka tahu bahwa perjalanan Shinobu tidak akan mudah, tetapi mereka yakin bahwa dia memiliki kekuatan dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk menghadapinya.

Dalam keheningan dan di bawah cahaya bulan yang bersinar lembut, keluarga ini berdiri bersama, siap mengarungi segala rintangan dan ketidakpastian yang mungkin muncul di hadapan mereka.

Shinobu berdiri di tempat, ingatannya kini dipenuhi oleh momen-momen pahit yang terjadi di antara dirinya dan Kou.

Dia teringat saat-saat ketika kata-kata kejam keluar dari mulutnya, menghancurkan hati Kou yang sudah lemah.

"Pertapaan ini... segalanya hanya pertunjukan palsu. Engkau hanya menanggapi diriku sebagai alat untuk mengakhiri semua ini!" kata-kata itu seperti angin berbisik dalam pikiran Shinobu, mengingatkannya pada ketidakbijaksanaan dan kekejamannya sendiri.

Kenangan itu membawa Shinobu kembali ke saat-saat di mana dia menghancurkan kepercayaan dan harapan Kou. Kata-kata sinis dan penuh kebencian, terlontar begitu saja tanpa perasaan.

"Engkau pikir aku akan peduli padamu? Hanya karena engkau seorang ibu? Sebuah peran yang kau sandang tanpa hak!"

Kou, dengan mata penuh tangis, mencoba memahami apa yang dikatakan Shinobu. Tapi kekejaman kata-kata itu melukai lebih dalam daripada luka fisik.

"Semua ini hanya aktingmu untuk mendapatkan sesuatu dariku. Aku tak punya waktu untuk dilahirkan hanya demi memanfaatkan apa yang dapat aku lakukan untuk ke depannya!"

Shinobu teringat bagaimana Kou meresapi kata-katanya, bagaimana tatapan matanya penuh dengan kesedihan dan kekecewaan. Namun, pada saat itu, Shinobu hanya memandang rendah dan tidak peduli.

Kenangan itu membuat Shinobu menangis sekarang, tangisannya tercampur dengan penyesalan yang mendalam.

Dia memahami betapa mengerikannya perasaan ditolak dan dihina, terutama oleh seseorang yang seharusnya menjadi keluarga.

Dia meratapi ketidakbijaksanaan dan kekejamannya sendiri. Betapa tak berdayanya dia melihat Kou sebagai beban, tanpa memahami kesulitan yang dia hadapi.

"Maafkan aku, Ibu. Aku begitu bodoh dan egois," gumam Shinobu di antara tangisannya yang keras.

"Kau hanya mencoba bertahan hidup, dan aku menjadikanmu sasaran kebencianku."

"Aku tak tahu apa yang kupikirkan."

"Aku menyesalinya, Ibu!"

Shinobu jatuh berlutut, mencoba membebaskan dirinya dari beban kesalahan yang dia rasakan. Dia meraih rambutnya sendiri dengan kekuatan yang hampir tak terlihat.

"Ibu, aku harap kau mendengarkan di mana pun kau berada."

"Aku tak tahu apakah kau bisa memaafkanku, tapi aku berjanji akan mencoba membahagiakanmu dalam cara terbaik yang bisa kulakukan sekarang."

"Kau tidak sendirian lagi, dan aku akan membantu menyulut cahaya di dalam kegelapan yang kubuat."

Tangisannya semakin memecah keheningan malam. Mungkin tidak ada kata-kata yang bisa mengubah masa lalu, tetapi dia berharap.

Dengan keputusannya yang baru dan tekad untuk memperbaiki kesalahan,
dia dapat membawa sedikit damai pada jiwa Kou di mana pun dia berada.

Korrina, Graham, dan Gideon menyaksikannya secara langsung dimana Shinobu menangis keras dengan penuh penyesalan.

Sekarang dia sudah mengerti tentang semua jawabannya itu hingga tak ada lagi pertanyaan yang menghantui pikirannya itu.

Hanya saja semua jawaban yang diterima olehnya memang memberikan banyak sekali penyakit yang membekas sampai ia tidak dapat berkata-kata.

Gideon datang untuk mendekati Shinobu karena ia tahu hanya dirinya yang bisa menenangkan Shinobu karena secara teknis ia adalah Ayahnya juga.

Shinobu yang menangis selagi menutup kedua matanya itu langsung melihat Gideon berdiri di hadapannya, "Lepaskan semuanya, Shinobu."

"Tidak ada lagi yang harus kau tahan."

"Semuanya sudah kau dengar dengan alasannya tersendiri maka dari itu kau memang berhak untuk melepaskan semuanya sekarang juga."

Shinobu langsung memeluk erat Gideon sampai ia menangis layaknya seperti anak kecil dimana Gideon mulai mengingat kembali saat-saat ketika Stella menangis seperti ini dalam pelukannya itu.

Entah kenapa itu juga membuat Gideon ikut bersedih sampai air mata secara tak ia sadari mengalir keluar.

Keduanya saling mengeratkan pelukan mereka sampai Gideon dapat merasakan sesuatu yang lembut memeluknya dari belakang.

Ia melirik sedikit ke sebelah hanya untuk melihat semacam siluet yang membuat dirinya berpikir bahwa itu adalah Claudia yang memang akan selalu memperhatikan mereka berdua.

"Terima kasih, Claudia..." Batin Gideon.

"Terima kasih karena sudah merencanakan semua ini..."

Beberapa menit kemudian, pelukan itu terhenti dimana Shinobu menatap Gideon sampai air matanya masih mengalir.

"Jangan bersedih, putriku..." Gideon menghapus air matanya itu sampai wajah Shinobu dipenuhi dengan banyak sekali darah.

"... ...!"

Yuusuatouri: UnwrittenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang