*Happy Reading*
***
**
*Rumah besar itu terlihat kosong dan tak terawat dari luar. Padahal dua tahun yang lalu ia begitu terpesona dengan gaya bangunan itu. Di samping kanan, ada sebuah taman khusus untuk buah, sayur, dan bunga yang selalu terawat subur. Saat ia berkunjung, ia selalu memetik buah tomat dan ubi dari taman itu. Dan disamping taman, ada sebuah kolam ikan yang berisi beraneka ragam jenis ikan. Ia juga sering memancing disana walau tak pernah mendapat ikan.
Disebelah kiri, ada sebuah ayunan yang menggantung dari pohon apel yang selalu berbuah. Ia sering duduk disana dan memakan apel yang baru ia ambil dari pohonnya. Ia juga pernah jatuh dan melukai lututnya sendiri karna berayun cukup kencang di ayunan itu.
Namun kini semua menghilang. Tak ada lagi taman sayur dan buah yang bisa ia petik lagi. Tak ada bunga-bunga cantik yang selalu mekar setiap hari. Tak ada ikan lagi yang selalu membuatnya gatal ingin memancing. Tak ada lagi pohon apel yang rimbun oleh buahnya.
Satu-satunya yang tersisa hanya ayunan yang selalu terdengar berderit tertiup angin. Ayunan yang sama yang pernah membuat lututnya terluka. Kini, hanya dengan melihatnya saja, bisa membuatnya terluka. Bukan lututnya, tapi hatinya. Itu sebabnya setiap melewati halaman ruamah besar itu, Felix tak pernah mau menoleh pada ayunan itu.
Tangan mungil Felix memasukkan kode yang sangat ia hafal. Karna setiap tiga hari dalam seminggu ia selalu menyempatkan diri untuk mampir. Setahun yang lalu, hampir setiap hari ia akan selalu mampir. Namun, kini tidak lagi. Sebisa mungkin ia menahan dirinya untuk sering mampir.
“Oh, kau sudah bangun ternyata” ucap Felix sedikit kaget melihat sebuah seorang lelaki yang berdiri membelakanginya, menatap pekarangan belakang rumah.
“Kau sudah makan?” tanya Felix lagi. Matanya menemukan bungkus ramyun cup instan di meja pantry.
“Syukurlah kalau sudah. Aku membawa kan mu nasi kari. Panaskan lagi jika kau masih lapar. Aku letakkan di kulkas ya” ucap Felix.
Ia seperti berdialog dengan dirinya sendiri karna tak kunjung mendapat sahutan dari lelaki yang masih betah menatap ke pekarangan lewat kaca besar yang membatasi halaman belakang dengan dapur.
Setelah memasukan nasi kari dan bahan makanan lain yang dibawanya tadi ke dalam kulkas, Felix memutar badannya menghadap punggung lebar lelaki yang berdiri tak jauh darinya. Lagi. Matanya menemukannya lagi.
Matanya menemukan luka panjang yang masih segar di pergelangan tangan lelaki itu. Bahkan luka dua hari lalu masih terlihat basah, dan kini ada luka baru lagi tak jauh dari luka sebelumnya.
“Yah, setidaknya darahnya sudah berhenti” ucap Felix enteng. Sudah biasa ia melihat luka-luka baru hampir setiap hari selama dua tahun ini.
Ucapan Felix membuahkan sedikit reaksi dari laki-laki itu.
Lelaki itu memutar kepalanya, menatap Felix yang masih meneliti luka barunya masih dari tempatnya semula. Dulu, Felix selalu berteriak histeris setiap lelaki itu mengukir luka yang baru. Namun sekarang, karna terlalu sering melihatnya, Felix menjadi terbiasa.“Mau ku bantu obati apa mau dibiarkan saja? Aku juga bawa beberapa perban dan antiseptik dari apotik tadi” ucap Felix menawarkan. Tak memaksa. Karna Felix sudah terlalu malas memaksa lelaki itu.
Lelaki itu membalikkan badannya lalu berjalan mendekat pada Felix.Setelah berdiri beberapa jengkal didepan Felix, lelaki itu membalikkan tangannya, memperlihatkan luka barunya yang ia buat tadi malam. Lebih panjang namun tak terlalu dalam seperti sebelumnya.
“Mau ku bantu?” tanya Felix.
“Ya” Lelaki itu akhirnya mau membuka mulutnya untuk pertama kalinya setelah Felix datang.
KAMU SEDANG MEMBACA
BUCINERS
FanfictionFelix's...slave . . . . . . Warn! Fujo area! BXB! Some mature content!