WHY?!

6.4K 600 90
                                    

*Happy Reading*

***
**
*

Felix menyemburkan air mineral di botol minuman yang diberi kekasihnya. Ia merasa aneh, rasa minuman itu bukan tawar seperti seharusnya air mineral, air itu terasa sangat asin seperti air laut.

Disebelahnya, Minho, kekasih Felix tertawa terbahak-bahak bahkan sampai tersandung kakinya sendiri hingga tersungkur. Walaupun terjatuh dengan sangat keras, ia masih betah menertawakan wajah masam kekasihnya. Minho memegangi kakinya yang terasa ngilu dan perih masih dengan tawa kerasnya.

Felix sampai jengah melihat tingkah gila kekasinya. Mereka masih ada di lapangan olahraga dan beberapa anak dari kelasnya juga kelas lain memperhatikan kegilaan kekasihnya yang kini sedang mengepel lantai dengan badannya lengkap dengan suara tawanya yang keras.

Lagi. Seharusnya ia tak menerima apapun hal yang diberi kekasihnya. Karna pada akhirnya ia hanya akan jadi bahan kurang kerjaan Minho.

"Hyung, bangun ih! Malu tau! Kita jadi bahan tontonan gratis begini!" ucap Felix pelan. Ia berusaha menutupi wajahnya sendiri yang sudah memerah. Efek kesal dan malu menjadi satu.

"Astaga! Aku harus mencobanya juga pada Chan hyung dan Woojin hyung! Ini mengasikan sekali! Hahaha... kau harusnya bisa lihat wajah jelek mu tadi, Felix! Hahaha..." Minho mengusap air matanya sendiri karna terlalu banyak tertawa. Bahkan tawanya juga masih belum mau mereda sampai sekarang. Felix sampai takut sendiri dibuatnya.

"Bangun, hyung!" Bentak Felix tak sabar lagi melihat tingkah gila kekasihnya.

Bisa bisanya ia menerima pernyataan cinta lelaki dengan tingkat kegilaan yang tak bisa diterima akal sehat lagi. Mungkin memang Felix yang lebih gila. Memacari orang gila.

"Tapi Felix.." ucap Minho terhenti setelah ia bisa menghentikan tawanya.

"Apa lagi kali ini? Kau mau mengerjaiku bagaimana lagi hari ini?!" Ucap malas Felix. Setiap hari tak ada satu kesempatan sekalipun lepas dari tingkah jahil kekasihnya.

"Sepertinya aku mematahkan kaki ku lagi" Minho memamerkan gigi kelincinya pada Felix yang sekarang terlihat panik karenanya.

"Ya Tuhan! Kau sih hyung! Aduh, bagaimana ini?! Apakah sakit sekali? Kau bisa menahannya sebentar? Aku akan panggilkan guru untuk mengantar mu ke rumah sakit. Tunggu disini sebentar, oke? Jangan bergerak sedikitpun!" Panik Felix. Saat ia akan pergi, tangan Minho mencekal tangannya.

"Kalau bernafas, masih boleh kan?" Tanya bodoh Minho diiringi tawanya lagi yang akan pecah.

"TERSERAH MU LEE MINHO SIALAN!"

Dug!

Dengan kesal yang semakin memuncak, Felix memukul kencang kepala Minho. Lelaki itu malah tertawa semakin kencang. Bisa-bisanya, saat ia sedang khawatir setengah mati padanya, lelaki itu masih sempat-sempatnya bergurau.

***
**
*

"Sudah, tak usah memasang wajah buruk rupa begitu! Tulang keringku hanya retak. Tidak sampai di mutilasi kan?" Ucap cuek Minho. Ia memasukkan potongan apel ke empat yang sudah dikupaskan Felix.

Felix mendengus kesal mendengar ucapan kekasihnya. Memangnya ia tak boleh mengkhawatirkan kekasihnya? Kurang ajar memang alien jantan itu!

"Kau besok bisa berangkat sendiri kan?" Tanya Minho dengan mulut penuh apel.

"Bisa sih. Kau tidak berangkat besok, hyung?" Tanya Felix.

Ia sih berani-berani saja berangkat dan pulang sendiri. Ia bukan anak kecil lagi. Memang sih, setiap hari Minho akan mengantar jemputnya dengan berjalan kaki. Tapi ia juga tak masalah untuk pulang dan berangkat sendiri.

"Tidak lah! Mumpung kaki ku di gips begini, kan aku ada alasan untuk bolos!" Minho meletakan kedua tangan sendiri untuk menjadikannya bantal untuk kepalanya sendiri. Jangan lupa senyum konyolnya juga. Terlihat sangat menyebalkan di mata Felix.

"Terserah mu, Lee Minho!" Ucap malas Felix sebelum mengemasi barang-barangnya sendiri.

Sudah sore. Ia akan pulang. Sebentar lagi juga orang tua Minho akan datang. Jadi ia bisa pulang dan tidur nyaman di kasurnya yang ia rindukan.

"Aku pulang hyung. Panggil suster atau dokter jika butuh sesuatu. Sebentar lagi ayah dan ibu juga akan datang. Jangan macam-macam! Atau aku sendiri yang akan mematahkan kaki sebelah mu! Mengerti, Lee Minho?!" Ancam Felix, mengacungkan jari telunjuk kecilnya tepat mengenai ujung hidung Minho.

"Iya, mengerti!" Ucap singkat Minho. Ia menyingkirkan jari kecil Felix yang ada di hidungnya lalu memasukkan pisang ke mulutnya sendiri. Mulai mengunyah lagi. Tak perduli pada Felix yang mulai menghilang dari ruang rawatnya.

***
**
*

Felix menghembuskan nafasnya perlahan. Hujan. Dan ia terlambat pulang karena ekskul fotografi yang diikutinya. Jika tidak tiba-tiba hujan, ia bisa saja langsung pergi ke halte bus.

Sekarang ia hanya pasrah pada dua hal. Pertama pasrah sampai hujan berhenti sebelum bus terakhir berangkat. Dan yang kedua, pasrah jika ia harus menginap di rumah Jisung yang ada di belakang sekolah.

"Lepas sepatu mu bodoh! Sepatu mu bisa basah!" Ucap suara yang sangat ia kenal. Kepalanya yang sebelumnya terkulai lemas, dengan cepat mendongak dan bertemu dengan wajah kekasihnya yang merengut tak suka.

Jangan lupakan juga payung dan sebuah tongkat kruk yang menyangga sebelah kakinya. Ah, bahkan lelaki alien itu masih memakai piyama rumah sakitnya.

Felix antara percaya dan tak percaya melihat kekasihnya yang seharusnya sedang berbaring nyaman di rumah sakit, kini ada di depannya, memayungi mereka berdua dengan sebelah kaki yang di gips.

"Aku tau aku setampan itu. Tapi aku pegal. Nih pegang!" Minho menyerahkan payung kuning yang tadi dipegangnya dengan susah payah.

Ia berjalan mendahului Felix memasuki mobil keluarganya, membiarkan tubuh nya basah terkena hujan. Tapi terlambat jika Felix akan memayungi kekasihnya. Nyatanya lelaki itu sedikit melompat memasuki mobil keluarganya, menyisakan Felix yang dibuat semakin meringis ngilu sendiri melihatnya.

"Kasihan sekali dokternya, seharusnya mereka mengikatbya di ranjang rumah sakit!" Batin Felix.

"Ya! Koala jelek! Cepat naik! Kursi mobilku bisa basah!" Teriak Minho dari dalam mobil yang pintunya ia biarkan terbuka menunggu Felix.
Felix cepat-cepat masuk ke mobil keluarga Minho lalu setelahnya mobil pergi membawa mereka kembali ke rumah sakit.

"Kau ini sedang apa sih ke sekolah? Sudah tau kaki mu di gips begini! Bukannya anteng di kasur empuk rumah sakit, malah lompat-lopat seperti tadi! Kasihan sekali dokter yang menangani mu!" Omel Felix. Felix mengusap rintikan hujan yang membuat rambut hitam Minho basah.

"Aku tak bodoh seperti mu! Kau pasti akan menginap di rumah Jisung kan, kalau aku tak jemput?" Tebak Minho dengan cemberut.

"Iya. Kok tau hyung?" Felix berhenti mengusap rambut basah Minho.

"Tau lah! Enak saja kau mau menginap di rumah mantan mu! Tak akan ku biarkan! Susah-susah aku rebut kau darinya, kau malah mau menginap disana! Cih!" Decak tak suka Minho.

Ya. Jisung kekasih Felix sebelum ia direbut oleh Minho. Katakan saja mereka pasangan gila.

Felix memandang kekasihnya dengan senyum kecil kemudian meninggalkan kecupan kecil di pipi menggembung Minho, tak memperdulikan supir keluarga Minho yang duduk di depan kemudi. Toh, mereka sudah biasa seperti itu.

"Terimakasih sudah menjemput!" Felix memeluk hangat badan Minho yang dingin karena basah.

Minho itu gila. Semua orang tahu dan sebisa mungkin pergi jauh-jauh dari Minho agar tak dijadikan sasaran kegilaanya. Tapi bagi Felix, walaupun gila dan suka sekali mengerjainya, Minho selalu punya sisi hangat yang tak sembarangan orang bisa melihatnya. Bagi Felix, segila apapun Minho, ia laki-laki terbaik setelah Papanya buat Felix.

Minho itu gila. Tapi tak pernah segila saat begitu menginginkan Felix untuk menjadi miliknya, sampai ia harus merebut lelaki itu dari adik sepupunya. Gila kan?

Dan segila itu juga perasaan mereka satu sama lain.

***
**
*
*END*

BUCINERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang