NEVER

3.8K 423 26
                                    

#Kahitna
🎵Tak Kan Terganti

*Happy Reading*
***
**
*

Minho mengamati pantulan dirinya dikaca jendela mobil. Rintik hujan yang memantul dari luar jendela membuat bayangan Minho mengabur. Tak ada yang menarik diluar jendela. Ia hanya sedang mencoba meresapi setiap detik yang dilaluinya kini.

"Papa!" Sebuah tangan mungil menepuk pipi Minho, membuat lelaki itu mengalihkan atensinya pada gadis kecil bergaun hitam yang asik duduk di atas pangkuannya.

"Ya, Sherin?" Minho memberikan senyum terbaik yang bisa ditunjukannya saat ini pada anak semata wayangnya.

"Papa, Mama mana?" Tanya polos khas anak kecil yang merindukan sang Mama.

Sayangnya, Minho tak bisa menunjukan dimana keberadaan Mama Sherin sekaligus istri tercintanya. Karna, Minho sendiri tak yakin dimana tempat istrinya pergi.

"Disana!" Minho mengulurkan jemari telunjuknya ke arah langit yang terlihat dari jendela. Langit yang tak hentinya menurunkan air ke bumi. Membuat dada Minho semakin menggigil, mengilu.

"Mama naik pesawat?" Sherin memiringkan kepalanya, mencoba menatap ke atas, ke arah tunjuk Papanya.

Minho tersenyum kecut. Senyum yang ia simpan sejak istrinya pergi meninggalkannya juga anak mereka.

"Mama ada di tempat Tuhan" jawab Minho diiringi elusan lembutnya pada surai karamel anaknya yang terkuncir dua.

"Eh? Kenapa Mama sama Tuhan? Mama tak mengajak Sherin? Mama nakal! Huh!" Sherin mengerucutkan bibirnya diiringi kedua tangannya yang bersedekap didepan dada.

Minho tak bisa untuk tak terkekeh. Tingkah anaknya mengingatkannya pada istrinya. Mereka hampir sama persis. Dari wajah, sifat, juga kelakuan. Apapun yang ada pada Sherin adalah copy an dari Felix, istrinya. Dan Minho sangat bersyukur atas hal itu. Setidaknya, ia masih memiliki Sherin saat ini.

"Iya, Mama nakal. Nanti kita jewer kuping Mama ya?" Minho menyentil kecil hidung mungil anaknya.

"Jangan!" Sherin menggeleng heboh membuat Minho mengerutkan keningnya.

"Kenapa?" Tanya Minho.

"Daripada jewer, mending kita cium pipi Mama! Pasti Mama suka!" Sherin terkekeh kecil membayangkan wajah bahagia Mamanya.

Minho tersenyum kecut, lagi. Benar. Felix sangat suka saat ia dan Sherin mencium pipinya bersamaan. Ia selalu suka rona pipi Felix setiap bersamanya. Kini, yang bisa Minho lakukan hanya mensyukuri kenangannya yang tak akan pernah Minho lupakan sedikitpun.

"Sherin, besok kita ke makan Mama lagi, yuk! Mama pasti suka!" Ajak Minho.

Sherin mengangguk antusias. Apapun yang membuat Mamanya bahagia, pasti akan ia lakukan. Apapun itu.

"Mau, Papa!" Teriak Sherin kesenangan.

"Kalau begitu, Sherin harus tidur dulu sekarang. Perjalanannya masih jauh. Nanti Papa bangunkan jika sudah sampai rumah" Minho membenarkan letak duduk Sherin agar lebih nyaman tidur dalam pelukannya.

"Good night, Papa. Sherin sayang Papa" ucap Sherin sebelum menguap lalu memejamkan matanya.

Minho tersenyum kecil menatap anaknya yang memejamkan mata dalam pelukannya. Sangat mirip dengan Felix. Selalu cepat tertidur jika sudah bergelung dalam pelukannya.

Dari kursi penumpang dan kemudi depan, kedua orang tua Minho menahan tangisnya. Mereka terenyum melihat anaknya yang berusaha tegar setelah kepergian menantu mereka.

Dan yang lebih mirisnya lagi, si kecil Sherin harus hidup tanpa Mamanya mulai saat ini. Bahkan Sherin tak tau, definisi meninggal itu apa. Yang ia tau, Mama nya kini berada di tempat Tuhan. Hanya itu.

***
**
*

"Hyung" panggil Felix yang tidur diranjang pasien sambil memeluk pinggang suaminya.

"Apa? Mau minum?" Minho membelai surai karamel iatrinya yang terasa halus.

Felix menggeleng. Tangannya semakin mengerat memeluk pinggang suaminya.

"Nanti, saat waktunya tiba. Saat aku tak ada di sisimu lagi. Saat kau hanya bisa melihat kuburan ku saja. Saat aku tak bisa mendampingimu di dunia ini, aku tak keberatan jika kau mencari pendamping lagi" Felix mendongakkan kepalanya, mempertemukan kedua netra mereka.

"Aku ijinkan kamu menikah lagi dan memberi ibu untuk Sherin. Sherin pasti akan sangat membutuhkan sosok ibu kedepannya. Ia butuh seorang ibu untuk berbagi keluh kesahnya di sekolah, ia butuh seorang ibu untuk menumpahkan air matanya saat bertengkar dengan pacarnya, ia butuh seorang ibu yang akan menemani ya di ruang tunggu pengantin. Aku ikhlas jika kau memilih orang lain untuk mendampingimu kelak setelah aku meninggal" Felix menangkup pipi kanan suaminya dengan sangat lembut.

Senyum lembut Felix terkembang saat matanya menatap Minho yang tak berhenti menatapnya.

Minho mengambil tangan Felix yang menangkup di pipinya lalu menggeggamnya dengan lembut. Minho juga menyematkan satu kecupan kecil di jemari kurus istrinya.

"Felix, saat aku melamar mu, itu berarti yang pertama dan terakhir untuk ku. Aku tak mau meminta orang lain. Dan aku sangat amat bersyukur karena kamu yang aku lamar" Minho memajukan wajahnya lalu mengecup bibir Felix dengan lembut. Setelahnya, Minho menempelkan kedua kening mereka.

"Saat aku menunggu di altar, aku berjanji pada diriku sendiri jika aku akan menjadi suami, ayah, dan kepala keluarga yang akan selalu mendampingimu dan anak kita apapun keadaannya. Hidup atau mati. Saat aku menemanimu di ruang persalinan dan mendengar tangis pertama Sherin, aku berjanji pada diriku sendiri untuk mejadi ayah yang terhebat untuk Sherin hingga si mungil kita tak merasa kekurangan apapun" Minho dan Felix sama-sama saling mengembangkan senyum mereka.

Senyum yang mengungkapkan betapa cinta mereka terlalu besar untuk disembunyikan masing-masing.

"Jadi, untuk apa ibu yang lain jika Sherin punya ibunya sendiri? Untuk apa Sherin bertumpu pada ibu lain jika ia punya Mama dan Papa yang hebat? Dia punya kita, Felix. Dan dia tak butuh siapapun lagi" Minho mengelus lembut pipi istrinya yang menirus. Tak ada lagi pipi gembul yang sangat suka ia cium saat berangkat dan pulang kerja.

"Jadi, apa Sherin dan aku masih butuh orang lain saat kami memiliki mu?" Tanya Minho. Manik matanya menatap lembut manik istrinya.

Felix mengembangkan senyumnya dengan lebar. Perlahan, kepalanya menggeleng kecil. Bahkan dalam keadaan sekarat seperti saat ini pun, ia lagi-lagi jatuh hati pada suaminya. Hanya Minho yang bisa membuatnya jatuh cinta berulang kali dan Felix selalu mensyukurinya.

"Kamu memiliki kami. Dan kami memiliki mu, Felix" bisik Minho lembut.

***
**
*
*END*

BUCINERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang