Dengan perasaan bahagia, Saburo berjalan menuju apartemen kekasihnya di Amerika. Sedikit terlintas olehnya, bagaimana ia rela membuang segalanya hanya demi mendatangi pasangannya.
Ia rela membongkar seluruh tabungannya, rela dimarahi kedua kakak dan ayahnya, dan sebagainya hanya demi Riou.
Saburo menatap pintu apartemen Riou dengan perasaan bahagia, kemudian membukanya,"Are? Kok ramai sekali?"gumamnya perlahan pada dirinya sendiri. Ia melangkah masuk diantara teman-teman Riou, kemudian menatap Riou.
Lebih tepatnya menatap Riou yang sedang melamar orang lain.
"Saburo?"panggilan itu membuat Saburo menoleh sejenak, ia menatap Kubiki dan menaikkan sebelah alisnya,"Apa itu? Truth or Dare? "Kubiki menggeleng,"Riou benar-benar melamar Arkatama-kun. Dia hamil anak Riou katanya. Padahal tidak sih."
"A-apa? Ri-Riou-san?"Riou menoleh, kemudian menatap Saburo terkejut,"Sa-Saburo, aku bisa jelaskan ini."namun Saburo sudah mundur perlahan, buket bunga yang dibelinya terjatuh, dengan senyum manis, ia berjalan keluar apartemen Riou di San Francisco(?). Riou segera menyusulnya,"Saburo!! Tunggu!"
Sayang sekali, Arkatama berdiri didepan pintu tak lama setelah Riou keluar mengejar Saburo.
"Kalau kau ingin melamarnya, kau harus putus denganku dahulu dan kau akan tahu apa akibatnya."
"Ergh...,"Riou merutuki dirinya sendiri yang begitu ceroboh membiarkan dirinya menanggung semua yang terjadi.
Riou berbalik, kemudian kembali ke apartemennya. Saburo menoleh, manik dwi warnanya bersirobok dengan manik biru laut milik Riou. Ia menoleh, memasang senyum terbaik yang ia punya, seolah semakin membuat rasa bersalah Riou semakin besar.
Saburo menekan tombol lift dihadapannya, senyumnya meluruh, hatinya hancur berderai. Saburo kehilangan seluruh kekuatannya karena satu orang. Ia rela membuang segalanya demi Riou, namun Riou justru mempermainkannya dengan orang lain.
Saburo berjalan masuk ke lift itu, setelahnya, ia jatuh bersimpuh di lantai lift dan menangis seorang diri, menumpahkan segalanya yang ia rasakan saat itu. Betapa ia kecewa, marah, sedih, benci, dan rasanya diduakan. Tepat ketika ia sampai di lantai bawah, ia segera menaiki taxi dan berkata pada pengemudinya,"Golden Gate Bridge, sir. Thanks."
Pengemudi itu melirik dari kaca spion,"Are you okay, sir?"
"Yea, i'm okay."jawab Saburo ala kadarnya, namun pengemudi itu tersenyum penuh arti,"Don't be suicide."
"Haa,"Saburo menjawab dengan hela napas berat, sedikit bingung mengapa niatnya dapat diketahui oleh pengemudi taxi itu yang bahkan dirinya pun tidak mengetahui namanya.
"Where are you came from?"tanya pengemudi itu lagi untuk mencairkan suasana, Saburo mendengus pelan,"Ikebukuro, Tokyo, Japan. Can you just quiet?"
"Sorry,"sahut pengemudi itu.
Ketika Saburo sampai di jembatan legendaris itu, ia segera berjalan menyusurinya, menaiki pagar pembatas dan duduk disana. Sembari tersenyum lebar, ia mengeluarkan riffle-nya, mengokangnya, dan menembak kepalanya sendiri.
Dor!!
Byur!!Tubuh mungilnya terjun bebas dari atas jembatan, membuat orang-orang disekelilingnya berteriak histeris, terkejut sekaligus tak menyangka akan melihat kejadian bunuh diri secara langsung. Polisi dan paramedis datang tak lama kemudian, mereka terjun ke sungai guna mencari mayat Saburo, kecuali satu polisi.
Sementara itu, Riou yang berada di apartemennya segera mengambil keputusan yang lumayan berat,"Kita putus,"katanya pada Arkatama,"Aku tahu kalau kau sebenarnya tidaklah hamil anakku."
"A-apa?! Malam itu kau yang memerkosaku!"sahut Arkatama tak terima,"Bagaimana caranya orang tidur dapat memperkosa orang lain?"Riou bertanya sinis, ia kemudian segera mengambil jaketnya dan juga kunci motornya.
"Ck... Saburo..."gumamnya sembari berusaha menelepon Saburo. Sayang sekali, ponsel Saburo tak dapat ditemukan bersama mayatnya, hanya ada senjata api di tangannya.
Ketika Riou melewati jembatan legendaris itu, ia mengerinyit bingung ketika melihat polisi dan paramedis berkeliaran. Ia memutuskan untuk berhenti dan melihat, mengira-ngira apakah ada Saburo disana atau tidak.
"Kantung mayat?"bisiknya, firasatanya memburuk, ia segera mendatangi kantung mayat yang sedang dibawa beberapa polisi dan paramedis, kemudian menghentikannya,"Maaf, bisakah kau membuka kantung itu?"
"Oh, maaf Tuan, tida-"
"Riou my bro!!"Riou menoleh ketika melihat seorang polisi berjalan kearahnya, ia menatap datar pada Iojaku,"Apa? Aku ingin melihat isi kantung mayat ini."
"Oh. Tentu, lihatlah!"kantung mayat itu dibuka perlahan, manik biru laut Riou mengecil. Ada Saburo, Saburo yang ia cari, didalam sana, sembari tersenyum lebar, dan tanpa banyak berdarah sama sekali, tanpa merusak senyumnya.
"Sa-Saburo?"dengan nada bergetar, Riou memanggil nama itu,"Me-meninggal?"
"Ah... kami turut berduka. Tadi aku dapat telepon yang mengatakan ada kejadian bunuh diri lagi disini. Apa kau mengenalnya? Dia mati karena menembak dirinya sendiri dan jatuh tenggelam ke sungai."Iojaku turut menatap kantung mayat itu.
Riou terdiam, Saburo yang ia cintai telah tewas, karena kesalahannya sendiri yang tak mampu menjelaskan apapun pada Saburo.
"Sa-Saburo? Pasti hanya candaan 'kan?! Pasti ini hanya candaan, 'kan?! Saburo masih hidup, 'kan?!"
Iojaku menggeleng,"Tidak, Riou. Dia sudah mati."
"Tidak... ini tidak mungkin...,"Riou terus bergumam seperti itu, bahkan setelah bertahun-tahun berlalu, ia tetap berpikir Saburo masih hidup.
Namun Saburo sudah mati, dan kini gilirannya.
Terus dihantui rasa bersalah dan bayang Saburo, Riou akhirnya memutuskan sesuatu yang sangat gila. Ia akan melakukan hal yang dilakukan Saburo.
Dengan senyum menghiasi wajahnya, ia menaiki lantai teratas gedung rumah sakit jiwa tempat ia dirawat, kemudian menaiki pagar pembatas.
Dengan senyum terbaiknya, ia melangkah keluar dari gerbang kehidupan.
Dengan senyum terbaiknya, ia berjalan menuju gerbang kematian.
Dengan senyum terbaiknya, ia menyusul Saburo.
Dengan senyum terbaiknya, ia tewas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot Riou x Saburo
FanfictionHanya pelarian jika Ikiteiru mengalami writer block:'v