Saburo menatap vas berisi bunga tulip yang baru saja diganti oleh Riou. Senyum tipis ia keluarkan tatkala Saburo melihat tulip merah yang indah itu.
"Jadi?" ia bertanya sembari memainkan kelopak bunga itu. Riou tersenyum, namun tipis dan tak dapat diartikan. "Cinta?" tanya Saburo ketika tatapannya bertemu dengan manik biru laut milik Riou.
"Begitulah," sahut pria itu sembari tersenyum, lagi. Saburo menatap Senyum itu, sebuah senyum tulus yang sangat langka dari Riou. "Tapi kau tahu aku tidak..."
"Aku tahu," potong Riou. "Aku tahu, kamu mencintainya, kan?" anggukan sebagai jawaban dari Saburo, membuat Riou mengangguk perlahan. Hati kecilnya terasa tertusuk, mau bagaimana lagi? Ia bukan siap-siap bagi Saburo.
"Saburo, aku harus pergi. Terima kasih sudah mengijinkan aku menginap disini." Riou mengangkat tas besarnya, sembari lagi-lagi tersenyum. "Ya," sahut Saburo singkat, pria itu tersenyum. "Hati-hati di jalan."
-000-
"Ah..." Saburo melirik vas bunga yang masih berisikan tulip merah, kali ini sudah layu meninggalkan kering. "Dia belum datang lagi," lirihnya. Hela napas berat dikeluarkan Saburo, kembali, ia mengecek ponselnya, tampak seolah sedang menunggu kabar atau sesuatu.
"Jangan layu dulu." dengan bodohnya, Saburo berkata seperti itu kepada bunga yang sudah layu. Pria itu tetap membiarkan bunga yang sudah mengering dan layu itu tetap berada di vas.
Ponsel diletakkan, kali ini Saburo memeluk bantal pemberian Riou dua tahun lalu, saat mereka baru saja kenal. Canggung, sangat canggung kalau diingat. Keduanya hanya diam membisu, hingga Saburo mau tidak mau memulai percakapan. Memori yang hangat itu perlahan menyusup ke ingatan Saburo yang tengah melamun, seorang diri.
-000-
Angin malam yang berhembus seolah membawa angan Saburo ke langit, seolah sedang menyampaikan kepada yang ditujukan. Senyum tipisnya kembali merekah, dalam diam, menikmati malam yang sejuk.
Ponselnya kembali bergetar, dua getaran lembut, sukses mengalihkan atensi Saburo kepada ponselnya.
"Ah, Riou lagi toh..." Saburo kemudian membalas pesan dari Riou, walau hanya dengan beberapa kata, sebelum ketukan lembut terdengar di pintu depan apartemen Saburo.
Saburo kembali menghela napas, kemudian melangkahkan kaki jenjangnya ke pintu utama dan membukanya. "Ada ap- ah, kalian toh, masuk saja." Saburo tersenyum ketika ia melihat dua pria besar yang berdiri dihadapannya.
Suasana berubah canggung, sebelum Kubiki meraih dagu Saburo dan mengecup bibirnya, merubahnya menjadi ciuman. Yang dicium melirik Riou, pria yang tetap memasang wajah tenang, seolah tak terjadi apapun. Tetapi Saburo tahu, Riou sedang menahan sakit hatinya.
Riou bangkit, menatap vas dengan bunga yang sudah kering. "Ah..., harusnya kau ingat untuk membuangnya, Saburo." pria itu berkata sembari mengeluarkan tulip yang tengah mengering itu dengan sebuah senyuman teduh. "Kau pasti lupa lagi."
Bunga di vas kini berganti, dari yang beberapa kuntum tulip, kini berubah menjadi bunga baby breath. Dalam diam, Riou berusaha membunuh perasaannya, tetapi disaat yang sama, ia seolah memberitahu Saburo kalau ia jatuh hati padanya.
"Sudah kuduga." Kubiki berkata. "Kau sama sekali tidak berubah." pria itu tersenyum tipis. "Jika aku mau jujur, Saburo," mulai Kubiki. "Kamu hanya pelampiasan rasa bosanku."
Perkataan Kubiki langsung membuat hati Saburo seolah tertusuk ribuan pisau, merobek-robeknya dan menghancurkannya. "Setelah semua ini?" tanya Saburo. Kubiki mengangguk. Saburo kembali melirik Riou yang sedang melangkahkan kakinya ke dapur, seolah membiarkan mereka berbicara berdua.
"Setelah aku berikan semuanya?" Kubiki mengangguk lagi. "Iojaku sudah berubah banyak, sejujurnya, aku tidak butuh kamu. Harusnya kamu sadar itu-"
Pipi Kubiki kemudian terasa nyeri, akibat pukulan keras dari Saburo.
Uraian air mata seolah menjelaskan semuanya. Betapa patah hatinya Saburo saat ini. Ketika ia rela membuang Riou dan mengorbankan segalanya demi Kubiki, Kubiki justru hanya mempermainkannya.
-000-
Bunga di vas kini sudah berganti bahkan sebelum Riou menggantinya.
Bunga higanbana, cukup menjelaskan semuanya.
Namun bukan itu yang membuat Riou khawatir. Bukan tentang bunga perlambang kematian dan perpisahan. Namun karena keberadaan Saburo yang seolah hilang ditelan bumi ketika Riou datang ke apartemen Saburo untuk menginap lagi.
Kali ini, selain bunga higanbana yang kini menempati vas bunga yang sebelumnya berisi baby breath, aroma busuk yang menguar seolah menjelaskan banyak hal.
"SABURO!!" jerit Riou memecah keheningan malam ketika ia menemukan mayat Saburo tergantung di langit-langit ruang tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot Riou x Saburo
FanficHanya pelarian jika Ikiteiru mengalami writer block:'v