singkat3

40 3 0
                                    

"Entahlah...," gumam Saburo sembari menghela napas. Air matanya yang baru saja mengalir, ia biarkan mengering dengan sendirinya. Kubiki tersenyum tipis.

"Itu bukan kamu, kan?" tanya pria itu. Yang ditanya menggeleng lemah.

"Tentu saja tidak …. untuk apa aku mendorong calon mertuaku sendiri?" jawab Saburo sembari tersenyum tipis. "Tapi percayalah, tak seorang pun percaya padaku. Jyuto- Jyuto yang berbohong … tapi entahlah, aku tidak punya bukti dan …"

"Dan?"

"Fuh … Jyuto katanya melihatku mendorong ayah Riou. Riou … pria itu percaya." Senyum Saburo menghilang, digantikan oleh tawa pahit. "Tentu saja, Jyuto adalah orang yang sesuai untuk Riou. Mereka berdua sama-sama kaya, Jyuto pintar, wajahnya juga bagus … sementara aku … aku tidak. Sedikitpun aku tidak layak bersanding dengan Riou."

"Bagaimana tentang orang tua kandungmu? Bukannya mereka pengusaha kaya raya ya? Kenapa kau sembunyikan?" tanya Kubiki sembari menikmati terpaan angin yang terasa sejuk. Benar, mereka berdua berada di atap, lebih tepatnya, Kubiki sengaja menyusul pria mungil yang ia ajak bicara, entah untuk apa. Saburo terkekeh pahit.

"Itu mereka yang kaya, bukan aku." Lagi, Saburo menghela napas. "Orang tuaku saja membuangku, lalu semua orang menuduhku sebagai pelaku percobaan pembunuhan. Untuk apa lagi aku hidup?" Kubiki terdiam sejenak, pria itu tak tahu harus berkata apa untuk menenangkan hati Saburo.

"Aku menghilang pun, takkan ada yang mencariku atau menyesal kan? Mereka semua malah akan senang."

"Kau tidak bisa berkata seperti itu, Saburo. Kau tidak ta-"

"Aku tahu!" potong Saburo dengan air mata yang berurai. "Aku tahu, Kubiki. Mereka semua, terkhusus Riou dan Jyuto, pasti akan sangat senang jika aku hilang." Pria itu meremat pagar atap, tatapannya kosong.

"Hup!" Saburo memanjat pagar pembatas itu.

"Saburo jang-" Terlambat, Kubiki terlambat menarik tangan Saburo.

"Adios!" teriak Saburo ketika tubuhnya sudah melayang bebas di udara.

"SABURO!!!" teriak seseorang sembari membanting pintu menuju ke lantai bawah. Kubiki menoleh dan menyadari bahwa Riou, sepupunya, berdiri tak jauh darinya. "Kau!!" bentak Riou, "Kenapa kau tidak menahannya?!"

Kubiki tersenyum tipis. "Bukannya kau percaya Jyuto ya? Kan kau sendiri yang bilang kalau bahkan jika dia menghilang, kau tak peduli lagi." Cengkraman di kerah Kubiki perlahan melonggar. Riou menunduk.

"Benar ...," lirih pria itu. "Kau benar, Kubiki. Dan … dan aku benar-benar menyesalinya. Maksudku … siapa yang tahu kalau Jyuto lah pelaku sebenarnya?"

Riou berjalan ke pagar pembatas itu, kemudian menatap mayat Saburo yang tergeletak di pelataran parkir.

"Saburo..." lirih pria itu, perlahan ia jatuh berlutut, menyesali segalanya.

Sayangnya, penyesalannya takkan mengembalikan Saburo sama sekali.

Oneshoot Riou x SaburoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang