File 104: Berantem

130 8 4
                                    

ヒプノシスマイク AU!
Pairing: Riou Mason Busujima x Amemura Ramuda x Saburo Yamada x Jinguji Jakurai
Genre: Family, Friendship, Shou-AI, slight of Hurt, and others
Warn: OOC, Typo and mature containt

"OH YA?! KAU PIKIR AKU TIDAK LELAH?"bentak Riou kasar pada Saburo, Saburo menatap pria itu tajam,"KAU PIKIR AKU NGGA BOSAN, MENGHADAPI KETIDAK PEKAANMU SETIAP HARI?! KAU PIKIR AKU TIDAK BOSAN MENGODEMU TERUS?! BAHKAN JIKA AKU KATAKAN DENGAN TERANG-TERANGAN, KAU BAHKAN TIDAK PEDULI!!"sahut Saburo tak kalah keras.

"KENAPA AKU BISA DAPAT PASANGAN SEPERTI KAU SIH?!"bentak Saburo lagi, tatapan Riou berubah, menajam dan dingin,

PLAKK!!!

"CUKUP!! AKU LELAH!!"Saburo terpaku sejenak setelah menerima tamparan super keras itu, manik hetero-nya mengecil, tanpa ia sadari, tangannya bergerak sendiri,

Plak!!

Walau tak sekeras tamparan Riou, tapi itu cukup untuk mewakili segala perasaan Saburo saat itu, Riou terdiam ketika ia menerima tamparan dari Saburo, hatinya mendadak terasa agak sakit,"Kita putus!! Dasar pria bajingan!!"teriak Saburo sebelum keluar dari apartemen itu sembari menangis.

Riou terpaku sejenak, beberapa barang Saburo tertinggal disini karena anak itu sedang menginap di rumahnya. Dengusan lelah keluar darinya, ia menyentuh pipinya sendiri, terselip rasa sakit ketika ia menampar Saburo dan Saburo mengembalikan tamparannya walau tak begitu keras. Riou tahu, hubungan mereka mulai tak sehat. Salah satu pihak harus mengalah, ia memaksa Saburo mengalah dan meminta putus, dan beginilah akhirnya. Ia sendirian di rumahnya, tak ada suara lagi, hanya dirinya dan keheningan yang agak mencekam.

Diraihnya ponselnya, ia hapus dan blokir semua akun sosial media milik Saburo, foto-foto, semuanya ia hapus dan ganti, hingga hanya menyisakan satu foto yang memang sengaja ia biarkan tetap berada di galerinya. Tatapannya dingin, begitu pula pergerakannya yang terasa dingin. Ia pergi ke kamarnya, membuka lemarinya dan membongkar isi lemari khusus Saburo. Ia mengambil kardus di dapur dan memasukkan semua pakaian dan barang-barang milik Saburo, lagi, kecuali satu. Boneka beruang yang ia dan Saburo beli secara kembaran, tetap ia pertahankan, mana tahu ia tiba-tiba merasa merindukan si bocah bermata hetero itu.

Sementara itu, Saburo yang sudah sampai di Ikebukuro, segera masuk ke kamarnya tanpa mengucap salam kepada kedua kakakknya, yang membuatnya dihadiahi tatapan aneh dari Ichiro juga Jiro. Kakaknya yang kedua menaikkan sebelah alis,"Akan kususul dia, Ichi-nii,"kata Jiro sembari berjalan menuju kamar si bocah.

Ichiro menggeleng,"Biarkan saja dulu, mungkin ia sedang dalam masalah dan tak ingin kita ataupun salah satu dari kita mengunjunginya,"sahut Ichiro dengan nada ke-abang-an yang sangat terasa. Jiro kembali duduk di sofa ruang tengah rumah mereka, ia mulai mengira-ngira sang adik memiliki masalah apa.

"Nii-chan,"panggil Jiro, Ichiro menoleh, kertas laporan di tangannya ia letakkan terlebih dahulu diatas meja,"Ada apa Jiro?"tanya sang kakak lembut. Jiro mengerinyit aneh,"Kira-kira Saburo sedang ada masalah apa, ya? Kok tadi sekilas aku melihatnya menangis?"Ichiro tersenyum lembut, ia kembali menatap laporan yang sedari tadi sedang ia kerjakan,"Entahlah, mungkin dia sedang ada masalah dengan Riou-san? Dua hari ini 'kan dia menginap di Yokohama, yang tentu saja di rumahnya Riou-san,"Jiro semakin mengerinyit bingung,"Lalu kenapa aku tadi melihat bercak merah berbentuk tangan di pipi Saburo? Segila apa masalah mereka hingga terlibat sentuhan fisik?"Ichiro terdiam sejenak, ia menatap sang adik,"Benar juga, nii-chan juga lihat sekilas tadi,"

Cklek!

Pintu kamar Saburo terbuka lebar, memperlihatkan sang pemilik kamar yang sedang membawa kardus besar menuju keluar rumah. Jiro dan Ichiro menatap adik mereka,"Apa itu?"tanya Ichiro hati-hati, Saburo tetap diam, abai pada kedua kakaknya hingga ia selesai meletakkan kardus itu di tempat pengiriman (seperti kotak pos) dekat kediaman mereka bertiga. Setelah ia kembali, ia duduk diantara kedua kakaknya di sofa, menutup mata dengan lengan dan bersandar lelah di sandaran sofa,"Aku lelah,"ia berkata lirih, nyeri di pipinya masih terasa menyakitkan.

Oneshoot Riou x SaburoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang