"Uhh...,"Riou hanya bisa pasrah ketika ia tahu ialah satu-satunya koas yang berjaga di UGD selain beberapa dokter lain. Teman-teman sialannya sibuk, dan banyak alasan lainnya hanya untuk menghindari tugas jaga malam.
"Ngg.., aku ngantuk...,"gumam pria itu pelan, menatap sayu ruangan UGD yang bahkan ia sendiri hampir muak melihatnya, ia menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya, memejamkan mata berusaha tidur dalam keadaan duduk.
Ketika ia sudah hampir tertidur, dobrakan di pintu UGD seolah menyadarkannya kembali, Riou menatap beberapa petugas medis yang berlalu lalang dihadapannya, terlihat tergesa.
"Ada apa ini?"tanyanya pada suster yang lewat dihadapannya, suster itu menoleh,"Ada kecelakaan hebat, dan kamu dipanggil Dr.Jakurai."
'Kecelakaan?'
"Ah... baiklah!"sesegera mungkin, Riou mengikuti suster itu. Riou menatap Jakurai yang sedang memasang sarung tangannya,"Dok, apa yang harus saya lakukan?"sedikit polos, itu lah pertanyaan yang ia keluarkan pertama kali. Rasa mengantuk seolah hilang, walau terasa sedikit mengambil kepintarannya.
"Kita pompa jantungnya bergantian, biasa, korban tabrak lari."Jakurai berkata dengan nada super dingin, seolah dokter yang satu itu sudah kehilangan hati dan perasaannya.
Riou rasa itu wajar saja, mengingat Jakurai adalah dokter senior yang sudah pasti sering berhadapan dengan kematian, juga bertarung dengan kematian itu sendiri diatas brangkar rumah sakit atau didalam ruang operasi.
Bukannya tidak peduli, tetapi itulah satu-satunya cara Jakurai menjaga kewarasannya.
"...baik, dok."Riou segera meraih sarung tangan, juga memakainya dengan cepat. Setelahnya, ia masuk ke sisi lain ruang UGD yang sudah ditutup tirai, menandakan sedang ada orang yang ditangani didalam sana.
DEG!!
'Perasaan familier apa ini?'
Riou menatap korban kecelakaan dihadapannya, tatapannya seolah mengingat-ingat.
"Gantian!"seru Rei sembari menghela napasnya lelah. Riou tersadar dari lamunannya, kemudian berjalan mendekati tubuh Saburo, mulai memompa jantungnya.
BRAKKK!!!
Pupil mata Riou seolah terkejut melihat kejadian itu. Adiknya, adik kesayangannya yang ia jaga sepenuh hati, tergeletak disisi jalan.
Kaki kecilnya secara refleks berlari ke arah sang adik. Tatapannya pias.
Riou segera berjongkok sembari merengkuh sang adik yang tergeletak bersimbah darah, menatap sang adik sendu sembari menggoncangkan tubuh mungil sang adik.
"Bangun!!!"teriaknya,"Bangunlah!! Mama!!!"teriakan itu membuat sang bunda tercinta keluar dari kediamannya. Sang bunda juga terkejut, putri kesayangannya, bersimbah darah, dipelukan sang kakak.
"Mama!! Adik kenapa?"tanya Riou dengan air mata yang mulai mengalir di pipi putihnya,"Adik nggak mau bangun, Ma."
Tangisan Riou semakin deras, ketika ia tahu, adik kesayangannya sudah meninggal.
Tatapannya kosong, Riou menatap piutang foto sang adik tercinta.
"Adikku, kakak bersumpah."Riou mengepalkan tangannya sekuat mungkin,"Setelah kakak dewasa kelak, kakak akan menjadi dokter, kakak akan menyelamatkan nyawa lainnya demi kamu."
'Kakak...,'Riou menatap pigura sang adik, kemudian sedikit mendongak ke arah altar. Sang adik duduk dengan manisnya diatas altar itu,'Ini sudah takdir, kak. Tidak ada yang bersalah dikejadian ini. Kakak juga sudah berjuang,'kan? Jangan menyerah ya kak. Raih mimpi kakak dan tepatilah sumpah kakak yang satu itu.'
Riou menatap sang adik, kemudian kedua sudut bibirnya naik beberapa derajat,"Baiklah...,"
'Daah kak...'
'...Riou...,'
"RIOU!!!"
Teriakan itu seolah menyadarkan Riou,"Fokus nak, nyawa seseorang ada ditanganmu."
"A-ah maaf..."
"Suster, laporkan tanda vitalnya,"perintah Jakurai sembari terus bergerak menangani Saburo.
Suster itu pun melaporkan tanda vital milik Saburo, membuat pupil mata Jakurai mengecil sesaat,"Hentikan, dia sudah meninggal."
"TIDAK!!"Riou berteriak sembari terus memberi CPR pada Saburo,"BERTAHANLAH!! SEDIKIT LAGI...!!!"
Melirik kaki Saburo, Riou mulai menyadari kalau Saburo mulai keluar dari tubuhnya,"Tidak...,"bisiknya lirih, setetes air mata kembali turun dari pelupuk mata, terjun bebas hingga mengenai tubuh Saburo.
"Tidak... bertahanlah...,"pinta Riou pelan,"Aku mohon...,"
'Tidak... aku tidak bisa lagi.., maaf dan terima kasih.'
Riou tertegun, pupil matanya mengecil, lututnya terasa lemas.
BRUGH!
Pria itu jatuh berlutut, sebelah tangannya masih memegang pagar pembatas tempat tidur. Riou menunduk dalam,"Tidak...,"ia berbisik.
"...aku memang tidak berguna...,"
"...ya?"
Setelahnya, satu minggu penuh Riou tidak hadir di rumah sakit. Ia hanya berdiam diri, di kamarnya. Sendirian.
Pintu kamarnya selalu terkunci, tatapannya kosong. Lagi-lagi ia gagal menyelamatkan nyawa seseorang.
Hingga akhirnya ia memutuskan bangkit, Riou bangkit, meraih kunci motornya dan pergi ke suatu tempat.
Dengan dua buket bunga, ia mendatangi dua makam. Menatap makam sang adik, kemudian tersenyum tipis,"Maaf...,"Riou berbisik lemah,"Kakak gagal menepati janji Kakak."
Sebuah buket bunga diletakkan diatas makam sang adik, berdoa singkat sebelum Riou menatap makam disisi sang adik, pria itu tersenyum kecil,"Maaf... gagal menyelamatkanmu."buket yang sama diletakkan diatas nisan bertulis nama Saburo.
Riou tersenyum, lagi.
"Maaf, aku memang tidak berguna."
Note:
Pertama kali bikin ginian, kalau ada kesalahan ya kasih tau aja hshshs
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshoot Riou x Saburo
Fiksi PenggemarHanya pelarian jika Ikiteiru mengalami writer block:'v