Part 7

111 21 0
                                    

Dengan masih menggunakan gaun pengantin, Allura meringkuk di dalam bak mandi diguyur air shower di atasnya. Dia menangis dan mengumpat sejadi-jadinya atas nasib sialnya di hari yang seharusnya dia bahagia melangsungkan pernikahan dengan Aaron, justru berakhir di sebuah tempat asing menjadi seorang sandera laki-laki berwajah tampan yang berengsek. Entah bagaimana nasib pernikahannya saat dia menghilang ini.

"Aaron, tolong selamatkan aku."

"Seharusnya aku nggak naik sedan hitam sialan itu kemarin."

"Kenapa nasibku sesial ini, Tuhan?"

"Ah!" jerit Allura menangis.

Usai puas menumpahkan kekesalannya dengan menangis, Allura kemudian keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kemeja putih kebesaran sepanjang paha dan handuk yang membalut rambutnya yang basah. Wajahnya sudah tampak bersih dan segar, meski kedua matanya sembab.

Sesaat Allura membeku melihat sebotol Pinot Noir di atas meja di samping ranjang. Lalu sepasang sepatu barunya yang dia beli khusus untuk di hari pernikahan tampak tersuguh di bawah ranjang. Seingatnya tadi sepatunya bercecaran di depan pintu lift saat mencoba kabur.

Allura mengernyit menerka, jika Noe yang membawa sepatunya dan memberikannya sebotol Ponot Noir itu. Sebab hanya dia dan penjahat itu yang menghuni penthouse mewah yang laknat ini.

"Apa-apaan ini? Ngapain juga dia bersikap begini?" gumam Allura tidak mengerti.

Allura melangkah mendekati pintu dan memutar kenopnya yang ternyata terkunci dari luar. "Noe Berengsek," umpatnya kesal. "Oke, fine. Paling nggak aku nggak terikat di kursi dengan tubuh kesakitan lagi. Paling nggak aku diberikan ranjang mewah untuk bisa beistirahat malam ini," gumamnya.

Iya, paling tidak untuk malam ini Allura bisa melepaskan rasa lelahnya di ranjang besar usai bergelut berusaha melarikan diri, mengumpat dan menangis seharian ini.

Allura melepas handuk yang membalut rambutnya dan membuangnya sembarangan. Dia membiarkan rambutnya yang masih basah tergerai, lantaran kepalanya terasa begitu berat memikirkan cara untuk bisa melarikan diri lagi. Dia kemudian mengambil minuman favoritnya itu dan menyibak gorden putih yang menyuguhkan pemandangan malam yang indah oleh lampu-lampu kota.

Pandangan Allura menyapu seluruh bangunan di hadapannya, berusaha menerka-nerka keberadaaannya yang sangat familiar. Dia yakin masih di kota yang sama, tetapi entah di sebelah mana tepatnya. Dari rentatan bangunan-bangunan tinggi di hadapannya, dia samar-samar menemukan salah satu bangunan paling tinggi dengan tulisan Aaron Entertaiment.

"Aaron, aku di sini. Kamu sekarang pasti khawatir banget nyari aku. Aku yakin kamu pasti segera menemukan aku di sini, Aaron," lirih Allura pilu. "Mama, Papa ... aku akan berusaha baik-baik saja di sini. Kalian jangan khawatir, aku janji nggak akan mati di tangan penjahat itu," lanjutnya tatkala mengingat kedua orangnya.

Allura kemudian duduk di lantai dengan pandangan nanar terus menatap gedung tinggi milik kekasihnya itu. Perlahan-lahan dia meneguk wine di tangannya, alih-alih mencoba menghibur nasib buruknya yang tengah terkurung seorang diri. Meski air matanya masih terus membubuhi wajah polosnya tanpa henti, tetapi dia bertekad untuk tidak akan menyerah sampai bisa keluar dari tempat penthouse laknat ini.

Berkali-kali meneguk wine, perlahan-lahan kedua mata Allura redup oleh rasa kantuk. Dia kemudian merebahkan tubuh kesakitannya di lantai, karena tak ingin beranjak dari pemandangan gedung di hadapannya. Dia berharap ketika membuka mata esok pagi, dia sudah bertemu Aaron yang berhasil menemukannya.

*****

Di ruangan lain Noe tampak sibuk di layar laptop menembus ponsel milik Allura yang ternyata menyimpan banyak foto orang-orang yang berhubungan dengan Aaron. Hal itu semakin membenarkan instingnya, jika Allura memang menyimpan banyak informasi yang dia butuhkan untuk menangkap Aaron.

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang