Part 123

33 2 0
                                    

Tepat membuka pintu, Noe langsung disambut tatapan tajam ibunya yang sudah berdiri di depan pintu dengan tangan membawa sebatang sapu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tepat membuka pintu, Noe langsung disambut tatapan tajam ibunya yang sudah berdiri di depan pintu dengan tangan membawa sebatang sapu. Membuatnya tergelak lucu dengan pemandangan tersebut. “Ibuk ngapain bawa sapu?”

“Jangan coba-coba mencari kesempatan kamu, ya. Kamu tahu ‘kan kegunaan sapu ini selain untuk menyapu?” Jamiyah melirik sapu di tangannya penuh ancaman.

Noe cekikikan melihat wajah khas seorang Jafirah jika tengah memarahinya. “Aku nggak ngapa-ngapain, kok. Cuma menemani Allura mengobrol sebentar.”

“Kamu pikir Ibuk percaya? Di dunia ini semua laki-laki itu seperti buaya kelaparan.” Jafirah kemudian menyibak tubuh anak laki-lakinya untuk masuk melihat Allura.

Noe hanya melipat bibir lucu mendengarnya.

“Allura, bagaimana kamarnya? Apa cukup membuat kamu nyaman?” tanya Jafirah dengan senyum ramahnya.

“Sangat nyaman justru, Buk.” Allura yang tengah duduk di pinggiran ranjang usai merapikan diri balas tersenyum tidak kalah ramah.

“Syukurlah. Semoga kamu beta dan bisa tidur nyenyak di kamar sederhana ini.”

“Terima kasih sudah diizinkan menginap di sini, Buk. Dan terima kasih untuk hidangan makan malamnya. Rasanya enak banget.”

“Sama-sama. Ibuk juga seneng banget kalau kamu suka sama makanannya. Kalau begitu selamat malam dan tidur yang nyenyak, ya. Ibuk akan membawa anak bandel ini keluar, biar nggak menganggu istirahat kamu. Sangat berbahaya kalau dia dibiarkan di sini terlalu lama.” Jafirah kemudian menyeret Noe melangkah keluar.

Allura hanya bisa tertawa melihat hal lucu tersebut. “Selamat malam juga, Buk.”

Noe kemudian mengerling kepada Allura sebelum menutup pintu kamar. “Having nice dream.”

“Having nice dream too.” Allura membalas dengan memberikan ciuman jarak jauh.

*****

“Sekarang tugas kamu adalah bantuin Ibuk di lantai bawah.” Jafirah menggandeng lengan anaknya menuruni tangga.

“Bantuin apa, Buk?”

“Tentu saja bantuin bersih-bersih kafe. Ibuk nggak mau melewatkan kesempatan menggunakan tenaga kamu yang sudah jauh-jauh datang ke sini.”

Noe mengembuskan napas berat dan geleng-geleng dengan akal-akalan ibunya.

“Kamu paling suka nyuci piring ‘kan? Kebetulan ada banyak piring kotor yang belum Ibuk beresin.” Jafirah kemudian mendorong tubuh Noe sampai ke wastafel.

Noe kembali menghela napas melihat tumpukan piring kotor yang memang tersuguh di wastafel. “Fine. Aku akan melakukannya, asal itu bisa membuat Ibuk nggak marah lagi sama aku,” ucapnya yang kemudian melepas jaket hitamnya dan mengikatnya di pinggang.

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang