Part 104

36 1 0
                                    

Memasuki sebuah kafe, pandangan Noe tampak menyapu orang-orang yang menghuni di setiap meja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Memasuki sebuah kafe, pandangan Noe tampak menyapu orang-orang yang menghuni di setiap meja. Laki-laki yang memakai topi hitam untuk menyembunyikan wajahnya itu kemudian berjalan ke bangku paling ujung menghampiri laki-laki mengenakan blazer hitam berpadu t-shirt hitam dengan wajah familiar yang duduk seorang diri tengah menikmati secangkir kopi.

“Long time to see,” sapa Noe menarik kursi pada meja sebelah. Dia sengaja membuat jarak agar tidak menampilkan kecurigaan. Terlebih ada pengawasan CCTV dan orang-orang yang bisa saja menjadi mata-mata di sekitar.

“Finally I can see your face again,” balas laki-laki yang manaikkan satu kakinya di bawah meja dengan gaya santai melirik Noe.

“Tentu saja cepat atau lambat kita akan bertemu lagi, Guntur. Jangan lupakan kita masih menjalakan misi rahasia ini.” Noe tersenyum seraya memainkan rokok eletriknya.

Laki-laki bernama Guntur itu kemudian mengembuskan napas berat. “Gue benar-benar sudah muak menjalankan misi rahasia ini. 6 tahun sudah gue nggak bisa melihat wajah istri dan anak-anak gue.”

Noe tergelak usai mengisap rokok elektrik.

“Lo sih enak kerjaan lo berkeliaran di luar, sementara gue jadi penunggu kantor. Hampir 24 jam penuh kerjaan gue memantau layar.”

“Lo mau tukar peran sama gue?” ledek Noe.

“No, thank you. Terlalu berisiko jadi mata-mata kayak lo.”

Seorang pramusaji kemudian menghampiri menyodorkan buku menu di atas meja Noe dengan senyum ramah dan tatapan penuh menyelidik. Melihat wajah familiar yang pernah menembak kedua tangannya itu, adrenalin kebencian itu bangkit dalam dirinya. Karena sudah sejak lama dia ingin membalaskan dendamnya.

Noe yang melihat gelagat pramusaji tersebut mencurigaan kemudian memainkan ponsel di telinga untuk pura-pura menelepon seseorang. “Espresso saja,” jawabnya yang tidak segan untuk membuka buku menu.

Pramusaji tersebut mengangguk dan melangkah pergi usai menerima pesanan.

“Hati-hati, orang barusan mata-mata,” ucap Noe memperingatkan pada Guntur.

“Berengsek. Belum apa-apa sudah main mata-mata.” Guntur tergelak pelan.

“Kita langsung saja pada topiknya,” ucap Noe yang masih menyanggah ponsel di telinga agar tidak terbaca gerak-geriknya.

Guntur kemudian mengembuskan napas usai menyeruput kopi. “Kita salah sarang, Noe. Organisasi tempat lo bernaung ternyata mempunyai andil yang cukup besar dalam jaringan bisnis narkotika yang dijalankan Aaron. Capo kalian cukup jago dalam memanipulasi pergerakan. Lo pasti sudah lama terkecoh selama mengikuti pergerakan mereka.”

Noe mengeraskan rahang. “Dan gue baru menyadari kejanggalan itu saat insiden Aaron melenyapkan diri kemarin.”

“Gue mempunyai opsi dan rencana kalau lo bersedia.”

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang