Part 48

72 3 0
                                    

Sepanjang malam Allura memikirkan perkataan dan ekspresi Noe yang penuh penyesalan atas tragedy ranjang itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sepanjang malam Allura memikirkan perkataan dan ekspresi Noe yang penuh penyesalan atas tragedy ranjang itu. Hal itu seperti mengganggu kepalanya dan perasaannya. Entah apa yang sebenarnya dia harapkan dari tragedy ranjang tersebut. Bukankah mereka tidak mempunyai perasaan apa pun?

Siaran televisi yang sejak semalam menemani kesendirian Allura meringkuk dia atas ranjang, pagi ini menampilkan sebuah pemberitaan yang cukup membuat Allura terkejut.

"Pada siaran pagi ini kami mendapatkan kabar, jika Jamiya yang merupakan ibu dari Allura Milena dilarikan ke rumah sakit Hospital Emergency dini hari tadi akibat mengalami serangan jantung tiba-tiba. Saat ini keadaannya tengah kritis di rumah sakit. Seperti yang kita tahu, jika sampai sekarang menghilangnya Allura Milena di hari pernikahan masih belum menemukan titik terang. Entah apa yang terjadi dengan pengantin Aaron Bryan yang hilang tersebut."

Allura yang baru keluar kamar mandi menganga dengan tubuh membeku mendengarnya. Kedua matanya yang mengambang seketika memecahkan bulir air mata yang memebelah kedua pipinya. "Mama," pekiknya menangis.

Allura langsung meraih ponsel di atas ranjang untuk menghubungi nomor mamanya. Namun, nomor yang dituju berkali-kali teralihkan. Dia kemudian mencoba menghubungi nomor rumah. Namun, berkali-kali dihubungi juga tidak ada yang mengangkat. Membuatnya menggeram frustrasi.

"Kenapa nggak ada yang bisa dihubungi?" Allura menyisir rambut panjang tergerai dengan mondar-mandir penuh kepanikan.

Allura kemudian membuka aplikasi sewa mobil pada ponselnya. Dia memutuskan untuk mendatangi langsung rumah sakit tersebut. Sebab dia tidak bisa terus menunggu untuk memastikan kebenaran kabar pemberitaan itu. Akan lebih baik baginya jika melihat kondisi mamanya langsung.

Hampir 2 jam perjalanan Allura mengendarai kendaraan menuju rumah sakit dengan terus berurai air mata. Dia tidak bisa membiarkan hal buruk terjadi pada keluarganya lagi. Cukup sudah dia kehilangan kakak laki-lakinya. Dia tidak ingin hal yang sama terulang pada mamanya. Karena hanya mamanya yang dia miliki saat ini.

Tepat memasuki area rumah sakit, sebuah pemandangan membuat dahi Allura terlipat tersuguh. Beberapa orang berseragam hitam yang sangat familiar tampak ada di mana-mana melakukan penjagaan sekitar rumah sakit. "Mereka kan anak buah Aaron. Kenapa mereka ada di sini?" tanyanya.

Allura mencoba kembali menghubungi nomor mamanya. Sayangnya masih teralihkan. Dia kemudian mencoba menghubungi nomor rumah yang akhirnya terangkat. "Halo, Mbak Tika."

"Non Al? Ini Non Al?" tanya sebuah suara terkejut di balik ponsel.

"Iya, Mbak. Ini aku Allura."

"Ya Tuhan, Non! Non Al ke mana saja? Ibuk khawatir di rumah, Non! Pulang Non! Pulang!"

"Ceritanya panjang Mbak Tika. Aku nggak bisa menceritakan lewat telepon. Ini apa bener Mama masuk rumah sakit karena serangan jantung tiba-tiba? Aku tadi dapat kabar dari media. Ini sekarang aku lagi di rumah sakit Hospital Emergency." Allura langsung saja pada intinya.

"Ibuk memang bener ada di Hospital Emergency, Non. Karena Ibuk terus mengeluhkan dadanya yang sakit."

"Berarti bukan serangan jantung sampai kritis 'kan Mbak?" tanya Allura berusaha memastikan.

"Bukan kok, Non. Ibuk masih dalam keadaan sadar kok sampai sekarang di rumah sakit. Saya baru saja pulang dari rumah sakit. Ibuk juga tadi saya lihat lagi ngobrol sama Tuan Aaron."

"Aaron?" Allura semakin mengernyit.

"Iya, Non. Semenjak Non Al menghilang, Tuan Aaron sering datang mengunjungi Ibuk, karena khawatir dengan kesehatan Ibuk. Bahkan yang membawa Ibuk ke rumah sakit semalam juga Tuan Aaron."

"Baik, Mbak. Nanti saya telpon lagi, ya." Allura langsung mematikan panggilan dengan isi kepala mencoba mencerna semuanya. "Aaron nggak mungkin mengerahkan banyak anak buah di rumah sakit hanya untuk menjaga Mama 'kan?" gumamnya.

Allura kemudian teringat perkataan Noe, jika Aaron kemungkinan akan menangkapnya karena sudah mengetahui tentang mutan. Jika hal itu benar, maka pemberitaan yang dibuat-buat pada media dan beberapa anak buah yang kini dilihatnya di halaman rumah sakit adalah bentuk pancingan Aaron untuk membuatnya muncul ke permukaan.

"Aaron berengsek," desis Allura tajam.

Beberapa anak buah kemudian terlihat berpencar di halaman rumah sakit seperti tengah mencari-cari. Membuat Allura langsung menginjak pedal gas dan memutar kemudi untuk keluar dari rumah sakit sebelum tertangkap. Naasnya kepergiannya kepergok oleh salah seorang anak buah yang langsung mengarahkan yang lain untuk mengejarnya.

"Sial. Aku nggak boleh tertangkap sama mereka." Allura langsung menambah kecepatan saat kendaraannya berhasil masuk ke lalu lintas.

2 sedan hitam tampak mengejar di belakang kendaraan Allura. Membuat Allura yang panik tidak mempunyai pilihan lain untuk beradu salip menyalip dengan kendaraan lain. Segala bentuk doa dia rapalkan untuk bisa selamat dari kejaran dan kecepatan kendaraan yang cukup membuat nyalinya beradrenalin itu.

Ya, jika kembali dipikirkan, Allura memang tidak bisa bergerak seorang diri untuk melancarkan aksi balas dendamnya. Terlebih saat ini mamanya berada dalam jangkauan Aaron. Besar kemungkinan jika dia gegabah sedikit saja, keselamatan mamanya yang akan menjadi taruhannya.

"Aaron sialan!" jerit Allura di balik kemudi.

Berhasil lepas dari kejaran, Allura langsung mengarahkan kendaraan ke sebuah terowongan. Setelahnya meraih ponselnya untuk kembali menghubungi asisten rumahnya. "Halo, Mbak Tika."

"Iya, Non. Non Al sudah ketemu sama Ibuk?"

"Belum, Mbak. Mbak Tika di rumah sama siapa sekarang?"

"Sendirian, Non."

"Apa ada orang yang berjaga di sekitar rumah?"

"Tadi sih ada, Non. Ada 3 anak buahnya Tuan Aaron. Cuma baru saja pergi setelah Non Al telepon tadi. Sebenarnya ada apa sih, Non? Perasaan Mbak kok nggak enak lihat anak buahnya Tuan Aaron berjaga di rumah."

Allura terpejam penuh sesal. Dugaannya memang benar, jika Aaron saat ini tengah mengejarnya. "Ceritanya panjang, Mbak. Saya mau minta tolong sama Mbak Tika sekarang. Tolong kemasi beberapa pakaian-pakaian saya ke dalam rangsel hitam. Saya sedang dalam perjalanan menuju rumah."

"Mengemasi? Non Al mau pergi ke mana?"

"Saya akan ceritakan nanti kalau di rumah. Mbak Tika tolong kemasi barang-barang saya, sebelum anak buah Aaron datang lagi ke rumah."

"Baik, Non."

Tepat panggilan berakhir, Allura memukul-mukul setir kemudi kesal. Rupanya Aaron berusaha memancingnya lewat mamanya. "Sampai kamu berani menyentuh mamaku, aku akan membunuh kamu dengan tanganku sendiri, Aaron. Kamu camkan itu baik-baik," geramnya.

Sepanjang perjalanan menuju rumah, Allura berusaha memutar otak untuk bisa membuat rencana. Terlebih arah tujuannya setelah ini untuk bisa bersembunyi dari Aaron. Dia tidak bisa pergi ke sembarang tempat dengan wajah artis yang tengah menjadi incaran media. Karena hal itu bisa menjadi peluang besar Aaron untuk menemukannya.

"Noe," lirih Allura kemudian.

Ya, Noe Erlangga. Entah kenapa laki-laki yang merupakan mafia organisasi itu muncul di kepala Allura saat ini. Sebab menurutnya hanya penthouse milik Noe yang bisa melindunginya dari kejaran Aaron. Terlebih dia dan Noe memiliki tujuan yang sama untuk menghancurkan Aaron.

"Kalau aku nggak bisa melakukan balas dendam ini sendiri, maka aku akan bergabung dengan organisasi Noe," ucap Allura dengan seringai khas keangkuhan.












Bersambung........

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang