Part 73

54 3 0
                                    

Tepat pintu lift terbuka, Allura langsung melangkah lebar mamasuki ruangan panthouse, berusaha meninggal Noe yang masih mengejar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tepat pintu lift terbuka, Allura langsung melangkah lebar mamasuki ruangan panthouse, berusaha meninggal Noe yang masih mengejar.

“Allura.” Noe berusaha menyamakan langkah perempuan yang begitu tergopoh-gopoh.

“Jangan ganggu aku, Noe. Aku mau istirahat,” ucap Allura dengan wajah bersungut.

“Allura, kita harus bicara,” pinta Noe.

“Tapi aku nggak mau bicara,” tolak Allura ketus.

“Allura!” Noe yang sudah mulai tidak sabar langsung mencekal lengan Allura hingga menghentikan langkah.

“Ah,” pekik Allura dengan wajah penuh kesakitan memegangi lengannya.

Noe terkejut mendapatkan reaksi itu. Membuatnya menyesal karena merasa telah terlalu kasar. “Maaf … aku nggak bermaksud ….”

Namun, Noe semakin dibuat terkejut ketika mendapati jemarinya dihuni oleh bercak darah usai memegang lengan Allura. “Darah? Kamu terluka?” tanyanya mencoba menyelisik lengan Allura.

Allura mengempaskan tangan Noe, menolak disentuh. “Bukan urusan kamu,” ucapnya yang kembali beranjak.

Noe menghadang langkah Allura. “Biarkan aku melihatnya.”

“Nggak perlu. Aku bisa mengurusnya sendiri.” Allura menatap tajam.

“Kamu ini lagi terluka, Allura! Kenapa kamu diam saja dari tadi?!” bentak Noe yang sudah hilang kesabaran kali ini.

Allura membeku dengan kedua mata mengambang mendapatkan suara lantang yang mengoyak perasaannya saat ini.

Noe kemudian terpejam dan mengembuskan napas penuh penyesalan menyadari reaksinya yang sudah berlebihan. “Aku minta maaf … aku nggak bermaksud buat marah sama kamu … aku cuma pengen lihat luka kamu,” lirihnya lembut seraya menyentuh tangan mungil di hadapannya.

Allura menarik tangannya dari genggaman Noe dengan tatapan memerah semakin penuh benci.

“Okey, fine. Aku terima kamu marah dan benci sama aku karena masalah kita. Aku memang pantas mendapatkan itu dari kamu, tapi ….” Noe berusaha selembut mungkin kali ini, “kamu lagi terluka sekarang. Tolong jangan keras kepala. Mari kita obati dulu luka kamu, Allura.”

Bulir air mata Allura kemudian pecah bersama amarah yang perlahan-lahan menyurut mendapatkan perlakuan dan tatapan lembut itu. Karena itu adalah pertama kali untuknya melihat sisi lembut Noe Erlangga.

“Aku minta maaf. Aku nggak bermaksud buat menyakiti kamu tadi. Aku hanya mengkhawatirkan luka kamu.” Noe spontan menyentuh pipi chubby di hadapannya yang sudah berair. “Tolong biarkan aku melihat luka kamu,” pintanya.

“Fine,” lirih Allura menurut.

Ya, keras kepala Allura seketika memudar oleh sikap lembut itu. Meski masih ada kekesalan di hatinya, tetapi melihat sikap Noe yang berusaha mengendalikan kemarahannya dengan berusaha mengalah membuatnya cukup tersentuh kali ini.

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang