Part 117

26 2 0
                                    

Usai mendengar kabar yang tengah menimpah Allura dari asisten rumahnya, Jamiyah yang sudah dibuat khawatir kemudian mendatangi kamar anak perempuannya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Usai mendengar kabar yang tengah menimpah Allura dari asisten rumahnya, Jamiyah yang sudah dibuat khawatir kemudian mendatangi kamar anak perempuannya itu. Tampak Allura meringkuk di atas ranjang dengan pundak bergetar memekik tangis.

“Al.” Jamiyah duduk di pinggiran ranjang menyentuh pundak Allura.

Melihat kemunculan mamanya, Allura beranjak duduk dan mengusap air matanya. “Ma … Mama sudah pulang?”

Jamiyah mengusap lembut rambut Allura dengan tatapan pilu. “Apa yang terjadi, Nak? Apa benar kamu hamil?”

Allura mengangguk pilu.

“Apa benar Aaron yang melakukannya?”

“Dia memperkosa Al saat menyandera Al 3 minggu yang lalu,” pekik Allura.

“Ya Tuhan,” pekik Jamiyah pilu.

Allura semakin memekik tangis. “Maafin Al, Ma.”

Jamiyah menggeleng-geleng dan langsung memeluk tubuh rapuh anak perempuannya. “Kamu nggak perlu meminta maaf … kamu nggak salah. Mama tahu kamu nggak salah, Nak.”

“Al nggak mau bayi ini tumbuh, Ma. Al nggak mau mengandung anak seorang pembunuh.” Allura semakin terisak di pelukan mamanya.

“Jangan mengatakan hal itu, Nak. Bayi ini nggak bersalah. Jangan membencinya, Al.” Jamiyah menangkup wajah penuh air mata Allura.

“Terus Al harus bagaimana sekarang? Al nggak bisa menerima keadaan ini, Ma. Bayi ini hanya akan membuat Al semakin terikat sama Aaron. Al nggak mau.”

Jamiyah menggeleng-geleng. “Aaron sudah nggak ada, Nak. Dia nggak akan mengganggu kamu lagi.”

“Tapi ada bayi ini, Ma. Al nggak mau.” Allura geleng-geleng pilu. “Biarkan Al membuangnya, Ma. Al nggak mau mengandung anaknya Aaron,” pintanya.

“Jangan lakukan itu, Nak. Mama mohon jangan, ya. Itu sama saja kamu membunuhnya. Kamu bukan seorang pembunuh, Al. Kamu anak perempuan Mama yang kuat. Kamu pasti bisa menghadapi ini, Nak.” Jamiyah berusaha menguatkan.

Allura kembali menggeleng. “Tapi nggak dengan mengandung bayi seorang pembunuh ini, Ma.”

“Al, dengarkan Mama. Bayi ini nggak bersalah, Nak. Dia hanya segumpal darah yang nggak tahu apa-apa tentang yang terjadi di luar. Kamu nggak pantas untuk membencinya, Al. Apa yang terjadi sama kamu hingga mengandung bayi ini, terimalah Nak. Ada Mama yang siap menerima kamu dan mendampingi kamu. Jadi kamu nggak sendirian untuk menghadapi ini,” tutur Jamiyah lembut.

Allura hanya bisa menangis.

Jamiyah kemudian menyentuh perut Allura. “Meskipun dia adalah anaknya Aaron, anak dari laki-laki yang sudah membunuh kakak kamu … tapi dia tetap bayi yang nggak berdosa, Al. Dia nggak pantas untuk kita benci. Jadi terimalah dan biarkan dia tumbuh. Karena bagaimanapun juga dia adalah darah daging kamu. Seperti kamu yang tumbuh dari rahim Mama dan Mama sayangi sampai hari ini.”

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang