Part 109

34 1 0
                                    

Allura tampak tergopoh-gopoh menuju lantai paling atas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Allura tampak tergopoh-gopoh menuju lantai paling atas. Air matanya tak berhenti membanjiri pipinya mengingat pesan singkat yang lengkap dengan foto Noe Erlangga yang penuh dengan darah. Dia tidak bisa membayangkan hal buruk itu sampai benar-benar terjadi.

"Aku mohon kamu pasti akan baik-baik saja, Noe," lirih Allura penuh harap.

Tepat pintu lift terbuka, Allura langsung disambut beberapa bodyguard Barong yang tampak tertunduk pilu berjaga pada pintu masuk. Membuatnya semakin dibuat ketar-ketir oleh suasana yang semakin memilukan itu.

"Apa benar Noe terluka?" tanya Allura pada Adam.

Adam hanya tertunduk tak mampu menjawab.

"Katakan, apa Noe benar-benar terluka?" Kali ini Allura bertanya kepada Salim.

Salim mengembuskan napas berat. "Masuklah. Dia menunggumu di dalam."

Tanpa membuang waktu lama Allura langsung menerobos masuk ke dalam panthouse celingukan mencari keberadaan laki-laki yang dikasihinya itu. "Noe ... Noe."

"Noe, kamu di mana?" Allura mengedarkan pandangan ke segala penjuru ruangan yang tampak sepi. Sampai kemudian sebuah pemandangan mengerikan yang lain muncul di hadapannya.

"Long time to see, Allura." Benji tersenyum dengan membawa segelas wine di balik meja pantry.

"Di mana Noe?" tanya Allura pada laki-laki bergaya monokrom memakai kemeja putih berpadu blazer hitam, celana dan pantofel shoes hitam.

Benji tersenyum seraya melangkah mendekat. "Noe nggak ada di sini. Tapi mungkin dia sedang dalam perjalanan kemari."

"Apa maksud Anda? Bukankah Noe sedang terluka?" Allura mengernyit bingung dengan langkah mundur.

Benji tergelak. "Jadi karena alasan Noe terluka kamu langsung kemari?"

Allura geleng-geleng tidak percaya dengan wajah penuh topeng di hadapannya. Dia kemudian menoleh ke arah anak-anak Barong yang sudah meninggalkan penthouse. Seketika itu juga dia menyadari, jika dia telah berhasil masuk ke dalam perangkap bajingan licik di hadapannya. "Benji Danso sialan," desisnya tajam.

Benji tertawa. "Welcome back to the panthouse, Allura."

Allura langsung berlari menuju lift yang sialnya pintunya seperti sengaja dikunci. "Buka pintunya! Tolong buka pintunya!" teriaknya seraya memukul-mukul pintu besi tersebut.

Usai meneguk habis segelas wine, Benji melangkah menghampiri dengan seringai licik. "Kamu nggak akan bisa keluar dari tempat ini, Allura. Sama seperti saat pertama kali kamu disandera di sini."

Allura langsung meraih pistol di saku jaketnya dan menodongnya ke arah Benji. "Jangan macam-macam Anda, Benji."

Benji meringis meremehkan dan balas menodongkan pistol. "Saya juga punya pistol di sini, Allura. Mau merasakan pelurunya?"

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang