Part 62

61 2 0
                                    

Dengan wajah garang di hadapan cermin, Allura melilitkan hand wrap untuk persiapan melakukan serangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dengan wajah garang di hadapan cermin, Allura melilitkan hand wrap untuk persiapan melakukan serangan. Setelahnya memasang sarung tinju dan memulai aksinya memukul samsak di belakang tubuhnya. Perempuan dengan rambut cepol berantakan itu sudah 3 hari melakukan latihan pukulan di ruangan olahraga milik Noe di lantai atas.

Noe bersedekap mengamati gerakan Allura yang mulai menunjukkan kemajuan. Perempuan memakai bra sport baby pink berpadu short pants hitam dan sneakers itu sejak kemarin sangat berambisi mengikuti arahannya berlatih. Membuatnya tersenyum kagum melihat kegigihan itu.

"Kita sekarang latihan pukulan target bergerak." Noe memasang punch mitt dan mendekati Allura.

Allura yang tampak tersengal-sengal langsung membuat ancang-ancang untuk melakukan penyerangan pada laki-laki berjaket hitam berpadu jogger pants hitam yang sudah siap dengan punch mitt itu.

"Jab, cross punch, hook, uppercut." Noe mengarahkan arahan demi arahan gerakan yang akan dilakukan Allura.

Allura mengangguk mengerti.

"Oke, siap. Mulai!" Noe langsung mengintruksi dan memulai arahan dengan tangannya.

Dengan gerakan demi gerakan yang sudah dikuasi sejak berlatih 3 hari lalu, Allura benar-benar menunjukan hasilnya. Pukulan demi pukulannya perlahan-lahan menghasilkan power. Membuat Noe cukup bangga dengan perempuan yang sejak kemarin selalu mematuhi arahannya itu.

"Oke, cukup." Noe kemudian menghentikan permainan yang berlangsung setengah jam lamanya itu.

Allura bisa mengatur napas sekarang. Tampak keringat bercucuran di sepanjang tubuhnya yang terkespos. Membuatnya langsung duduk menjulurkan kaki dan melepas sarung tangannya.

"Kita akan istrirahat setengah jam untuk memulihkan tenaga." Noe menyodorkan sebotol mineral dingin pada Allura.

"Bagaimana perkembangan gerakanku?" Allura meraih minuman tersebut.

"Bisa dikatakan sudah sangat bertenaga dalam melakukan penyerangan. Tapi itu masih belum cukup kalau kamu belum menguasai cara menangkis serangan," terang Noe yang ikut duduk di sebelah Allura menatap pemandangan gedung-gedung tinggi di balik jendela besar tempatnya berolahraga.

Usai meneguk minuman, Allura menatap Noe. "Kalau begitu ajarkan aku cara menangis serangan."

Noe tersenyum simpul. "Ternyata fisik kamu kuat juga. Aku kira kamu bakalan merengek selama berlatih."

Allura tergelak. "Aku sudah nggak ada waktu buat merengek lagi sekarang, Noe. Meski harus aku akui sekujur tubuhku saat ini rasanya sakit dan remuk. Tapi kamu bilang pertarungan yang sebenarnya akan dimulai sebentar lagi."

Noe menatap Allura yang meringis kesakitan merasakan kaki dan tangannya yang bisa dipastikan nyeri sejak kemarin. Meski begitu dia harus mengakui kegigihan perempuan yang tidak pernah mengeluh sejak berlatih sejak kemarin itu. Membuatnya juga harus mengakui penilaiannya tentang Allura yang salah.

"Karena kita lagi bersantai, boleh aku menanyakan sesuatu?" Allura menatap Noe.

Noe mengangguk. "Boleh."

"Bagaimana kamu bisa mengenal Kak Ray?"

Noe tersenyum dengan pertanyaan itu. Membuatnya bernostalgia dengan pertemuan pertamanya dengan Rayi. "Aku dan Rayi bertemu di camp kemiliteran di Italia. Saat itu Rayi adalah ketua kelompok.

"Bagaimana kalian dekat?"

"Kita dekat setelah dia mengorbankan diri menyelamatkan aku dari hujanan peluru. Karena itu aku dan Rayi sama-sama mempunyai bekas luka tembak di betis kiri," jelas Noe.

Allura tersenyum. "Bodohnya aku percaya saja saat Kak Ray bilang itu bekas kenalpot."

Noe tertawa. "Rayi memang ceroboh. Bahkan dalam meneyembunyikan sesuatu sekalipun. Karena itu dia selalu berakhir melukai dirinya sendiri."

"Kamu benar."

"Tapi dia sangat gigih. Seperti kamu saat ini. Keras kepala kamu benar-benar sangat mirip sama Rayi. Dan itu membuat aku khawatir." Noe menatap dalam Allura.

Allura tertegun dengan tatapan penuh kekhawatiran tersebut. Ditambah jarak dekatnya dengan Noe yang membuatnya seperti terhipnotis. Dia seperti terpenjara di dalam bola mata hitam tegas itu. Hidung mancung dan bibir tipis yang pernah mencumbunya itu seperti menarik andrenalinnya untuk mendekat.

Hal yang sama juga dilakukan Noe. Dengan begitu saja jaraknya dengan Allura perlahan-lahan terpotong. Bibir penuh yang ranum di hadapannya saat ini seperti permen manis yang menggiurkan. Terlebih dia pernah merasakan kekenyalan dan kelembutannya. Namun, kewarasan langsung mengembalikan akal sehatnya. "Kita mulai latihan penangkisan sekarang," ucapnya yang langsung beranjak berdiri, sengaja mengalihkan perhatian.

Allura membulatkan mata terkejut menyadari sesuatu yang di luar akal sehatnya hampir saja meruntuhkan pertahanannya. Entah apa yang dia pikirkan beberapa saat lalu saat beradu tatap dengan Noe. Membuatnya kini berakhir menelan ludah dan gugup. "I-iya. Kayaknya waktu istirahatnya sudah selesai."

Noe mengembuskan napas berusaha membuang kegugupan untuk mulai melakukan pelatihan berikutnya kepada Allura. Dia bahkan harus berkali-kali menggeleng untuk membuang bayangan bibir ranum itu dari kepalanya. Bagaimanapun juga dia harus menepis ketertarikannya pada Allura. Karena perasaan tersebut hanya akan membuatnya seperti orang bodoh.

Dengan gugup Allura mendekat dan menyimak arahan Noe yang mulai memperagakan cara menangkis menggunakan tangan dan kaki. Sayangnya otaknya sepertinya tidak berjalan seperti apa dia harapkan saat ini. Alih-alih mendengarkan, nyatanya kedua matanya tidak bisa berlalu dari wajah rupawan Noe yang mendebarkan.

"Kamu mendengarkan aku 'kan?" tanya Noe.

Allura megangguk pelan. "Hm."

"Kalau begitu kita praktikkan sekarang." Noe melangkah mendekat. "Aku akan mencoba menyerang kamu, jadi kamu yang harus menangkis," suruhnya seraya membuat ancang-ancang menyerang.

Allura mengembuskan napas berusaha mengendalikan diri untuk fokus. Kedua tangannya kemudian saling mengepal untuk memulai tangkisan.

"Mulai." Noe langsung bergerak mengarahkan pukulan demi pukulan.

4 serangan mampu Allura tangis, tetapi tidak dalam serangan ke 5. Ketika pulukan Noe mengarah ke bagian perutnya saat isi kepalanya yang tidak bisa fokus sepenuhnya, pukulan itu benar-benar mengenai perutnya dan membuatnya meringis kesakitan. "Ah," pekiknya memegangi perutnya.

Gurat kekhawatiran langsung ditampakkan Noe. Namun, laki-laki yang tengah berusaha menahan diri itu tidak ingin menunjukkan sikap berlebihan. Dia tidak mau menciptakan keadaan canggung karena sikapnya yang sering spontan terhadap Allura. "Fokus, Allura. Ini hanya gerakan pelan. Aku nggak menyerang kamu menggunakan tenaga," tegasnya.

Allura kembali berusaha mengatur napas dan mengambil ancang-ancang. Kali ini dia benar-benar berusaha fokus menatap gerakan tangan dan kaki di hadapannya yang mulai melakukan gerakan penyerangan. Membuat 4 serangan pukulan berhasil dia tangis dan 2 tendangan berhasil dia hindari.

Gerakan demi gerakan menangkis yang berlangsung 10 menit itu memberikan hasil bagi Allura. Sampai kemudian sebuah gerakan kaki mengunci untuk membuat lawan terjatuh membuatnya ikut terjatuh juga di atas tubuh Noe. Naasnya lagi tanpa sengaja kedua bibir mereka saling bertautan dalam seperkian detik.

Ya, 2 bibir kenyal yang beberapa saat lalu hanya bisa dipandang di luar akal sehat itu, kini benar-benar saling bertaut dalam seperkian detik oleh sebuah ketidaksengajaan. Membuat keduanya tentu saja membeku dan terkejut.

Allura melepaskan bibirnya dengan semburat merona karena malu. Sementara Noe yang tidak bisa berkutik di bawah tubuh Allura hanya bisa menatap Allura tertegun. Membuat keduanya saling terpenjara dalam tatapan keterkejutan itu. Sesuatu yang sejak tadi berusaha ditahan agar tidak runtuh, kini seperti meledak dan mengoyak diri mereka dalam debaran yang saling bersahutan.









Bersambung.............

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang