Part 92

44 3 0
                                    

Allura tidak berhenti menangisi nasibnya yang kini kembali menjadi seorang sandera dalam kungkungan Aaron Bryan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Allura tidak berhenti menangisi nasibnya yang kini kembali menjadi seorang sandera dalam kungkungan Aaron Bryan. Laki-laki yang sudah membunuh kakak laki-lakinya itu juga bahkan sudah mengoyak tubuhnya.

“Aa!!!” jerit Allura menangis seraya memukul-mukul tubuhnya yang penuh dengan bercak merah bekas keberengsekan Aaron. “Kenapa harus sesial ini nasibku, Tuhan?!” pekiknya benar-benar putus atas.

Di hadapan cermin kamar mandi, Allura melihat sosoknya yang begitu menyedihkan. Tubuh polosnya penuh dengan bercak merah yang rasanya begitu perih. Bahkan bekas cengkeraman dan bekas ikatan di pergelangan tangannya membuat tangannya ngilu. Belum lagi bibirnya yang robek di beberapa bagian.

Allura kemudian terduduk dengan isak tangis memilukan. “Siapa yang harus aku percaya sekarang? Kenapa semua orang begitu berengsek?”

Ya, Allura berada dalam keputusasaan sekarang. Mengingat dia yang dulunya begitu mencintai Aaron, yang ternyata adalah pembunuh kakaknya. Membuatnya begitu membenci laki-laki tersebut. Lalu kepercayaannya kepada Noe Erlangga dan organisasi perihal kematian kakaknya yang sekarang terasa begitu ganjal. Bagaimana jika dia benar-benar hanya dimanfaatkan?

“Noe … bagaimana keadaan kamu?” lirih Allura menangis mengingat Noe Erlangga yang terlempar ke aspal saat mencoba menyelamatkannya. “Apa aku benar-benar bisa mempercayai kamu, Noe? Bagaimana jika kamu juga hanya memanfaatkan aku?” pekiknya terus menangis.

1 jam lamanya Allura termenung di kamar mandi menumpahkan tangisnya. Sampai kemudian dia berusaha menegakkan punggung kembali usai membersihkan diri. Bagaimanapun juga dia harus memikirkan cara untuk bisa lepas dari penjara Aaron. Toh dia juga cukup bisa beradu tenaga dan menembak untuk melawan.

Allura meraih pakaian di dalam lemari. Kebetulan barang-barang miliknya masih tersimpan di sana. Paling nggak dia bisa memanfaatkannya sementara untuk berganti pakaian.

Tak lama kemudian suara kunci yang tengah diputar membuat Allura menoleh. Dia langsung bergerak meraih sebuah tongkat kayu yang terletak di sebelah lemari sebagai senjata. Karena ini adalah kesempatannya untuk menghajar siapa pun yang masuk ke dalam kamarnya.

Pelna-pelan Allura melangkah untuk mengintip di balik lemari sosok yang akan muncul di balik pintu kamar. Tangannya mencengkeram erat tongkat yang sudah melayang sebagai perisiapan. Sampai kemudian ….

“Halo, Allura.” Perempuan memakai leather jacket brown berpadu black heel boots hitam yang begitu modis tersenyum penuh tersirat.

“Joice.” Allura mengernyit terkejut.

“Oh oh … lo mau nyerang gue pakai tongkat?”

“Mau ngapain lo ke sini?” tanya Allura yang semakin mencengkeram tongkat tatkala melihat 2 laki-laki berseragam hitam di belakang Joice.

Joice bersedekap dengan tampang tengil. “Menurut lo gue mau ngapain di tempat di mana nggak ada seorang pun yang bisa menolong lo, Allura?”

Allura melangkah mundur membaca gelagat buruk yang akan ditampilkan Joice. “Jangan macam-macam lo, Joice,” ucapnya memperingatkan.

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang