Part 91

43 6 0
                                    

Merasakan rekasi tubuh Allura yang enggan menerima sentuhannya, perlahan-lahan Aaron menghentikan ciumannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Merasakan rekasi tubuh Allura yang enggan menerima sentuhannya, perlahan-lahan Aaron menghentikan ciumannya. Tampak cumbuan rakusnya memberikan luka pada bibir ranum itu. Bahkan membuat Allura menangis. Membuatnya seketika diliputi penyesalan dan kekesalan yang bukan main.

"Fuck!" umpat Aaron memukul dinding usai meninggalkan tubuh Allura. Dia benar-benar sudah tidak menemukan sosok Allura Milena yang selalu sukarela menerima perlakuannya.

"Meski kamu memperkosaku sekalipun ... kamu nggak akan mendapatkan apa pun dari aku, Aaron," ucap Allura yang masih terlentang akibat tubuhnya yang kesakitan.

"Jangan menantangku, Allura. Jangan kamu pikir aku nggak bisa melakukan hal itu sama kamu," geram Aaron.

"Lakukan saja. Bukankah kamu membawaku kemari untuk memiliki semua fisikku ini?" Allura semakin tidak kenal takut. "Lagi pula apa yang dibutuhkan seorang laki-laki berengsek hanyalah tubuh seorang perempuan. Sama seperti yang kamu lakukan sama Joice," sambungnya tajam seraya pelan-pelan beranjak duduk.

"Joice yang menjebakku, Allura! Aku melakukan itu di luar kesadaranku karena aku mabuk!" bentak Aaron menatap tajam Allura.

"Whatever the reason, Aaron. Semua itu nggak bisa merubah fakta, bahwa benih laknat kamu itu tengah dikandung sama Joice sekarang ini," desis Allura tajam.

"I don't care, Allura. The only girl I love is you ... is you, Allura. Not any girl." Aaron menarik wajah Allura untuk menatapnya lekat.

"Unfortunately ... you won't be able to get me back, Aaron," lirih Allura dengan tatapan penuh benci. "I will never love you back. Because you ... a killer," sambungnya tajam.

Aaron mengeraskan rahang dan semakin mendekatkan diri memainkan ujung hidungnya di sepanjang wajah Allura. "Apa yang harus aku lakukan agar kamu bisa memaafkan aku, Allura? Apa yang harus aku lakukan untuk bisa menebus semuanya agar kamu bisa kembali sama aku?"

Allura terpejam dengan menggeram merasakan embusan napas hangat yang menyapu sepanjang kulit wajahnya. "Hentikan, Aaron. Karena aku nggak akan pernah memaafkan kamu."

"Katakan apa yang harus aku lakukan, Allura?!" teriak Aaron tepat di wajah Allura. Dia sudah sangat-sangat tidak bisa menahan diri lagi menghadapi sikap Allura yang begitu membencinya.

Allura menatap Aaron yang mulai menggila atas dirinya. "Aku hanya akan memaafkan kamu kalau kamu bisa membayar nyawa kakakku yang sudah kamu lenyapkan dengan nyawa kamu, Aaron," desisnya tajam.

Ya, hanya nyawa dibalas dengan nyawalah harga yang setimbal bagi Allura. Karena kenyataannya kakak laki-lakinya memang dibunuh oleh Aaron. Meski dia masih harus mencurigai organisasi Barong yang juga telah membohonginya.

"Aku nggak bisa melakukannya, Allura. Kakak kamu memang pantas mendapatkannya karena sudah berani mengusikku." Aaron kemudian kembali mencumbu bibir Allura.

"Jangan menyentuhku lagi, Berengsek." Allura langsung memalingkan wajah berusaha menghindar.

"Allura ... kamu masih pengantinku ... kamu adalah satu-satunya perempuan yang harus menjadi milikku." Aaron yang sudah semakin gila kembali mencumbu leher jenjang Allura.

"Berhenti menyentuhku, Berengsek!" jerit Allura yang menjambak sekuat tenaga hingga membuat laki-laki berjas motif army berpadu celana putih dan sneakers hitam itu terpental mundur.

"Biarkan aku memiliki kamu, Allura. Meski itu hanya fisik kamu." Aaron kembali menyerang dengan mengoyak pakaian Allura.

"Hentikan, Berengsek!" Allura terus memukul tubuh Aaron yang kembali menggila atas tubuhnya.

"Aku nggak akan berhenti kali ini, Allura. Karena kamu memang harus menjadi milikku." Aaron kemudian mengikat kedua tangan Allura dengan kaus yang sudah terkoyak. Setelahnya mengikatnya pada pinggiran ranjang.

"Aku bersumpah akan membunuh kamu dengan tanganku, Aaron!" jerit Allura merasakan pakaian demi pakaiannya telah terkoyak.

"Dan aku bersumpah ... jika benihku ini akan membuat kamu menjadi milikku, Allura." Aaron kemudian melepaskan satu per satu pakaiannya.

Allura menggeleng dengan menangis melihat tubuhnya yang hanya menyisakan dalaman hitam yang menutup dua buah gundukan kenyal miliknya dan aset berharganya. "Aku mohon jangan lakukan itu, Aaron. Jangan ...."

"Bukankah kamu sendiri yang bilang tadi, kalau yang dibutuhkan seorang laki-laki berengsek hanyalah tubuh seorang perempuan. Maka biarkan aku menjadi laki-laki berengsek malam ini untuk kamu, Allura." Aaron menyeringai dingin usai berhasil membuat tubuh indah di hadapannya tersuguh polos.

Allura menggeleng-geleng dengan wajah ketakutan. "Nggak ... jangan lakukan itu sama aku, Aaron. Aku nggak sudi mengandung benih berengsek kamu."

"Sayangnya hanya dengan cara ini kamu bisa menjadi milikku, Allura. Jadi ... biarkan tubuh indah kamu malam ini menjadi milikku. Karena ini adalah caraku untuk bisa mengikat kamu dengan benihku." Aaron kemudian merangkak perlahan-lahan ke atas tubuh Allura.

"Aku mohon jangan hancurkan aku dengan lebih hancur lagi, Aaron. Sudah cukup dengan kamu membunuh kakakku. Tolong ... jangan merusak hidupku lagi," pekik Allura menangis dengan penuh permohonan.

"Tapi aku ingin memiliki kamu, Allura," lirih Aaron mencumbu sepanjang wajah ayu yang sejak tadi sudah membuat adrenalinnya menggila. "Meski aku hanya bisa memiliki fisik kamu saat ini ... bukan berarti aku nggak bisa membuat kamu terikat sama aku, Allura," lanjutnya yang kemudian membelai wajah penuh air mata itu.

"Bajingan berengsek!" teriak Allura merasakan sebuah kain yang membalut aset berharganya terlepas.

"Maafkan aku, Allura. Tapi aku nggak bisa membiarkan Noe memiliki kamu seutuhnya." Aaron kemudian bergerak memosisikan diri. "Karena kamu adalah milikku. Dan sampai kapan pun kamu akan menjadi milikku dengan benih ini," sambungnya yang mulai bergerak menghunjam.

"Aaa!!!!" jerit Allura dengan menangis.

Aaron yang benar-benar sudah hilang kewarasan membabi buta menghujani cumbuan sepanjang tubuh polos yang berhasil dia koyak tidak berdaya tersebut. Sebab dia hanya ingin Allura menjadi miliknya, tanpa peduli apa pun.

"Aaron Berengsek!" Allura kembali menjerit merasakan tubuhnya yang benar-benar terpenjara tidak mampu untuk melepaskan diri.

Seperti tidak peduli dengan segala kesakitan yang dirasakan Allura, Aaron terus membabi buta menghunjam melampiaskan segala perasaannya terhadap Allura. Perempuan yang kini tak mampu menjerit lagi akhirnya hanya bisa pasrah menerima perlakuannya. Membuatnya yang sudah lama merindukan tubuh perempuan terkasihnya itu mulai memperlakukan tubuh indah itu dengan begitu memuja.

"I love you, Honey," lirih Aaron seraya memainkan bibir ranum yang tak mampu menjerit lagi itu.

Kedua sudut mata Allura tidak berhenti berair merasakan tubuhnya yang harus terkoyak habis oleh laki-laki yang sangat dibencinya. Dia beharap cairan yang sedang mengaliri perutnya itu tidak benar-benar membuahkan benih dalam dirinya. Sebab dia tidak bisa membayangkan jika sampai harus mengandung anak dari laki-laki yang sudah membunuh kakaknya.

"Aku ... benar-benar sangat membenci kamu, Aaron," desis Allura tajam dengan napas tersengal.

Aaron tersenyum. "Silakan membenciku, Allura. Tapi kamu sekarang adalah milikku."

Allura menatap penuh benci. "Sayangnya bukan hati aku yang menjadi milik kamu, Aaron. Karena aku nggak akan pernah sudi memberikannya lagi sama seorang pembunuh sampai kapan pun."

"Kita lihat saja nanti, Allura." Aaron membelai lembut wajah ayu itu. "Meski kamu nggak bisa memberikan hati kamu ... tapi benih cinta yang aku berikan sama kamu sekarang ini akan membuat kamu terikat denganku sampai kapan pun," balasnya tajam.

Allura mengeraskan rahang mendengar kalimat memuakkan itu.












Bersambung...........

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang