Part 42

59 0 0
                                    

Laki-laki memakai setelan jas pink pastel berpadu kaus putih sebagai dalaman dan sneakers tampak menatap kosong pemandangan gedung-gedung tinggi di balkon apartemen mewahnya. Segelas wine tersuguh di tangan kanannya menemani isi kepalanya yang terus berkelana memikirkan pengantinnya yang tengah menjadi sanderaan organisasi mafia.

Ya, jika saja bukan karena sebuah kesalahan satu malam, mungkin laki-laki yang menguasai industry pertelevisian itu akan memilih menyelamatkan pengantinnya ketimbang mengarang cerita kepada media. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa, tatkala kesalahan satu malam itu menghasilkan benih yang membuatnya tak bisa berkutik saat ini.

"Aku yakin Noe nggak benar-benar akan membunuh Allura," lirih Aaron yang seharian ini diliputi kekhawatiran perihal keselamatan Allura usai menghubungi organisasi mafia itu.

Tak lama kemudian sebuah tangan tiba-tiba melingkar di pinggang Aaron. Tampak perempuan berambut bob pendek sepanjang dagu dengan poni lurus lebat bersandar begitu manja pada punggung tegap itu.

"Kapan aku bisa menyingkirkan barang-barangnya Allura dari apartemen kamu ini?" tanya Joice manja.

Mendengar itu Aaron mengeraskan rahang dan terpejam. Lagi-lagi perempuan ular itu ingin menyingkirkan barang-barang berharga kekasihnya. Meski begitu, dia harus berhati-hati dalam bertindak. "Bukankah kita sudah sepakat untuk pindah apartemen setelah ini?"

"Tapi aku merasa terganggu kalau malihat barang-barangnya Allura selama kita masih ada di sini."

Aaron memutar tubuh menatap perempuan memaki mini dress satin dengan detail backless yang sengaja menggodanya itu. "Kalau begitu jangan membuka kamar bekas Allura, kalau kamu nggak mau merasa terganggu."

Joice mulai memasang wajah dingin. "Kalau ini adalah permintaan bayi yang aku kandung bagaimana?"

Aaron menelan ludah. Sebab bayi dalam kandungan Joice adalah kelemahannya saat ini. Satu kesalahan kecil saja bisa mengacaukan hidupnya. Jadi membuatnya mau tidak mau mengalah untuk saat ini.

"Aku nggak mau ada Allura lagi dalam hidup kamu, Aaron. Nggak terkecuali barang-barangnya yang masih ada di sini. Karena kamu adalah milik aku sekarang," desis Joice.

Aaron mengembuskan napas berat. "Fine. Kalau begitu kita akan secepatnya pindah ke apartemen baru. Agar kamu nggak merasa terganggu lagi di sini," ucapnya yang kemudian beranjak pergi menjauh dari perempuan yang selalu menguras kesabarannya itu.

"Ngomong-ngomong ... kapan kamu akan menikahi aku dan memperkenalkan aku ke khalayak umum?" tanya Joice mengerkori langkah Aaron.

Tubuh Aaron membeku tepat meletakkan wine di atas meja. Sebab itu adalah permintaan yang sangat sulit untuk dia kabulkan. Mengingat Joice sengaja menjebaknya pada malam panas itu untuk membuatnya terjerat.

"Hubungan kita nggak mungkin begini-begini saja 'kan? Perut aku pasti semakin membesar nanti," rayu Joice mengusap-usap lembut punggung tegap Aaron.

Aaron berbalik dengan memasang senyum sandiwara. Tangannya kemudian terulur membelai lembut pipi perempuan di hadapannya. "Kamu bisa bersabar menunggu 'kan? Saat ini bukan timing yang tepat. Apa kata orang kalau aku tiba-tiba mempublikasikan hubungan kita setelah pernikahanku dengan Allura yang gagal seminggu lalu? Bukankah nama baik kita yang akan buruk di mata orang?"

Joice terpejam merasakan sentuhan lembut laki-laki yang menjadi obsesinya sejak dulu itu. "Baiklah. Apa yang kamu katakan memang ada benarnya. Aku akan bersabar demi kamu."

Aaron kembali tersenyum. "Lagi pula ada banyak hal yang harus aku selesaikan terlebih dahulu setelah kejadian Allura menghilang. Dan ini akan membutuhkan waktu. Kamu harus bersabar menunggu dulu, ya."

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang