Part 106

36 1 0
                                    

Pelan-pelan Noe membuka pintu kamar usai satu jam lamanya membiarkan Allura menyendiri di dalam kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pelan-pelan Noe membuka pintu kamar usai satu jam lamanya membiarkan Allura menyendiri di dalam kamar. Tampak perempuan itu meringkuk di atas ranjang berbalut selimut. Langkahnya kemudian perlahan-lahan mendekat duduk ke pinggiran ranjang untuk menatap wajah teduh yang tengah terlelap itu.

Ya, pada akhirnya perempuan yang sempat mengeluhkan lapar itu memilih untuk tidur karena perasaan kesalnya kepada Noe. Membuat Noe yang sudah menyiapkan hidangan makan malam di atas meja itu hanya bisa mengembuskan napas sesal.

"I am so sorry, Allura. This is purely just because of a job," lirih Noe mengusap lembut pipi Allura. "Don't hate me, Allura. Believe me, aku sama sekali nggak bermaksud untuk menyakiti kamu. Justru aku ingin sekali bisa melindungi kamu," sambungnya.

Cukup lama Noe mamandangi wajah teduh terlelap itu dengan jemari mengusap lembut sepanjang wajah ayu Allura. Beberapa luka pada sudut bibir ranum itu terlihat mulai mengering. Begitu juga beberapa bekas cengkeraman di pergelangan tangan dan bekas merah di sepanjang leher yang mulai memudar.

"I promise I will protect you no metter that. Because I love you," lirih Noe seraya memberikan kecupan lembuat pada kening Allura. "Good night and again I'm sorry," sambungnya yang kemudian merapikan selimut.

Noe kemudian beranjak melangkah ke balkon untuk menyalakan rokok eletrik. Dia perlu mengusir kepenatan yang sejak beberapa hari ini mengusiknya. Semilir angin malam di bawah langit hitam sedikit memberikan ketenangan untuknya.

Ya, isi kepala Noe tidak bisa berhenti berkelana memikirkan kekacauan yang terjadi. Satu-satunya rencananya saat ini hanyalah segera melakukan pergerakan bersama rekan-rekannya di BIN. Sudah cukup Benji Danso bermain-main di belakangnya. Dia akan mengakhiri permainan laknat tersebut dengan menunjukkan sosoknya yang sebenarnya.

Allura pelan-pelan membuka mata usai tak lagi merasakan sentuhan lembut itu. Sejenak dia cukup tertegun oleh kata-kata lembut Noe. Kini laki-laki berkaus putih itu tampak tengah menikmati kesendiriannya di balkon kamar dengan mengepulkan asap. Membuat aroma menyegarkan itu sampai ke indra penciumannya. Juga menciptakan pemandangan indah seorang Noe Erlangga yang tengah termenung seorang diri di bawah langit hitam.

"I love you too, Noe. But ... still I hate signature stuff. Because it makes me like a fool," lirih Allura menatap punggung tegap Noe.

Allura kemudian memutuskan untuk turun dari ranjang dan menghampiri. Bagaimanapun juga dia perlu menurunkan egonya atas kekesalannya beberapa saat lalu. Terlebih Noe adalah satau-satunya orang yang berada di sisinya untuk membantunya. Dia juga sudah memutuskan untuk percaya kepada laki-laki tersebut.

"Kamu nggak tidur?" tanya Allura berdiri di belakang punggung tegap itu.

Noe menoleh terkejut oleh suara familiar itu. Perempuan yang masih berbalut sweater putih kebesaran itu kini berdiri di belakangnya. "Eh ... kamu kebangun gara-gara aku, ya?" tanyanya.

Allura menggeleng seraya berdiri bersedekap di samping Noe. "Aku memang nggak tidur dari tadi. Lagi pula aku nggak bisa tidur dalam keadaan marah."

Noe mengembuskan napas seraya mematikan rokok eletriknya dan menyimpannya ke dalam saku celana. "Aku juga nggak akan bisa tidur kalau ada yang menganggu pikiranku."

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang