Part 27

99 9 0
                                    

Allura mencengkeram selimut putih yang membalut tubuh polosnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Allura mencengkeram selimut putih yang membalut tubuh polosnya. Wajahnya menggeram kesal merutuki dirinya sendiri yang justru tidak bisa berkutik dalam kungkungan Noe. Padahal seharusnya dia bisa meraih pisau tersebut dan menikam Noe. Namun, lihat nasibnya sekarang-berakhir dalam kehangatan Noe yang memeluk tubuhnya dari belakang.

2 jam usai pergulatan panas, Allura masih belum bisa terpejam. Sementara Noe tampak begitu nyenyak memeluk tubuhnya yang sudah tidak berdaya. Meski begitu isi kepalanya terus berputar mencari cara.

Merasakan embusan napas teratur di pundak polosnya, Allura bisa memastikan jika Noe benar-benar terlelap. Dia pelan-pelan beranjak berbalik seraya menyingkirkan tangan kekar yang sejak tadi memeluk pinggangnya. Setelahnya menatap wajah terlelap itu penuh benci. "Kamu emang berengsek, Noe," lirihnya.

Sejenak Allura terpaku menatap pahatan sempurna seperti dewa itu. Alis lebat yang mempertegas tatapan itu kerap kali membuatnya terpenjera. Bulu mata yang cukup lentik, hidung mancung, bibir tipis ranum yang begitu pandai mencumbu dan tubuh kekar yang begitu liat dalam mendekap.

Allura kemudian menggeleng-geleng menolak pesona yang membekukan akal sehatnya. Sebab dia harus tetap pada tujuan awalnya-mencari cara untuk bisa keluar dari penthouse. Toh jarak bantal di sebelahnya tidak cukup jauh dari jangkuannya.

Ya, Allura Milena masih gigih untuk melancarkan aksinya. Dia boleh saja terlena dan tak berdaya oleh tubuh kekar Noe tadi, tetapi bukan berarti dia urung pada rencana liciknya. Toh terlelapnya Noe saat ini adalah kesempatan besar baginya.

Allura bergerak pelan di atas tubuh Noe meraih pisau di bawah bantal itu. Seringai licik kemudian membubuhi wajah ayunya tatkala berhasil menggenggam pisau tersebut.

"Lagi ngapain kamu?" Noe samar-samar membuka mata menangkap Allura tepat di atas tubuhnya.

Tubuh Allura seketika membeku. Tatapan menawan itu kembali membuatnya berdesir. Namun, dia tidak mau kehilangan kesempatan untuk yang kedua kalinya. Dia langsung mengangkat pisau dan dengan kekuatan penuh mengarahkannya pada Noe.

Dengan cepat Noe menangkis pergelangan tangan Allura yang berusaha menghunjam pisau. Dia cukup terkejut mendapatkan serangan tiba-tiba yang tidak pernah dia bayangkan usia pergulatan panas. "Kamu ... mau membunuhku?" tanyanya menatap wajah dingin di hadapannya.

Allura menyeringai dengan kekuatan penuh berusaha mengalahkan tenaga Noe yang menahan tangannya. "Kenapa? Kamu terkejut?"

"Kamu masih nggak mau menyerah ternyata menggunakan pisau dapur ini." Noe meringis menahan tangan Allura. Ujung pisau di hadapannya 5 senti lagi akan mengenai lehernya.

Allura semakin bengis. "Tentu saja, Noe. Bukankah aku sudah pernah bilang, kalau aku mempunyai segudang cara untuk bisa keluar dari tempat sialan ini? Meski itu dengan cara membunuh kamu sekalipun."

Noe menyeringai. "Hentikan, Allura. Atau kamu yang akan terluka."

"Aku nggak pernah takut sama mafia berengsek kayak kamu, Noe." Allura menambah kekuatan dengan satu tangannya untuk menghunjam pisau tajam tersebut.

Noe langsung membalik tubuh Allura berada di bawah tubuhnya. Kini kedua tangannya mencengkeram kuat tangan Allura yang masih memegang pisau. "Aku bilang lepaskan, Allura."

"Akan aku lepaskan setelah aku menikam kamu, Noe." Allura memberontak di bawah tubuh kekar itu dengan terus mengarahkan pisau tersebut hingga menggores lengan Noe.

Noe meringis kesakitan merasakan goresan yang dipastikan cukup dalam itu. Meski begitu kekuatan Allura saat ini bukanlah tandingannya. "Kalau begitu kamu akan menerima akibatnya, Allura," ucapnya yang langsung mengunci kedua tangan Allura ke atas.

"Aa, sakit!" jerit Allura kesakitan. Pisau itu begitu saja lepas dari tangannya yang lumpuh dalam cengkeraman Noe.

Noe langsung membuang pisau tersebut ke lantai dan menatap tajam wajah yang meringis kesakitan itu. "Jadi kamu menawarkan tubuh kamu ini agar bisa menikamku?"

Allura menyeringai dingin. "Tentu saja. Kamu kira aku melakukan ini atas dasar rasa suka sama kamu? Sayang sekali aku nggak sudi buat jatuh cinta sama mafia berengsek kayak kamu, Noe."

"Dasar perempuan licik," geram Noe.

Allura tergelak pelan. "Perempuan pesona seperti aku ini, juga bisa menjadi senjata tajam buat menikam kamu, Noe."

Noe semakin mengeraskan rahang. Allura Milena memang bukan perempuan biasa yang bisa dia taklukan. Bodohnya, dia justru terpesona dan berhasil terjerat dalam perangkap yang memancing nafsu liarnya beberapa saat lalu. "Dengar, Allura. Kamu ... bener-bener sudah di luar batas. Aku mungkin nggak akan memperlakukan kamu dengan sabar lagi," lirihnya.

"Dan kamu pikir aku akan takut?" Allura semakin menantang.

Dagu terangkat dan wajah pongah itu lagi-lagi memancing adrenalin Noe. Terlebih Allura saat ini hanyalah perempuan dengan tubuh polos yang terpenjara di bawah tubuhnya yang juga polos. Satu gerakan lagi mungkin akan meruntuhkan pertahanannya. "Kamu mungkin berpikir tubuh indah kamu ini adalah kelemahanku, Allura. Tapi bagaimana jika kamu yang justru nggak bisa berkutik dalam kendali tubuhku saat ini?"

Allura menelan ludah menangkap tatapan berkabut itu. "Mau apa kamu? Jangan berani menyentuhku lagi, Berengsek."

Noe tergelak kecut. "Kenapa? Bukankah sebelumnya kamu yang menawarkan diri untuk aku sentuh?"

Melihat gelagat penuh nafsu itu Allura memberontak melepaskan tangannya dan memukul-mukul tubuh Noe agar menyingkir dari tubuhnya. "Menyingkir kamu, Noe!"

Noe kembali mencengkeram dan memenjara kedua lengan Allura. "Semakin kamu memberontak, maka kamu semakin memancing aku, Allura," lirihnya.

"Berengsek kamu, Noe! Lepaskan aku!" jerit Allura.

"Aku akan melepaskan kamu setelah aku berhasil membuat kamu nggak bisa memberontak." Noe menyapu pipi mulus Allura dengan ujung hidungnya, menghirup wangi citrus yang masih menguar.

"Jangan menyentuhku lagi, Berengsek," desis Allura memalingkan wajah.

Noe menarik wajah Allura lekat dengan wajahnya. "Kalau kamu nggak mau aku sentuh, seharusnya kamu nggak semurahan itu menawarkan diri sejak awal," lirihnya tepat di bibir Allura."

Allura terpejam dengan napas memburu merasakan jemari liat yang tengah bermain-main di antara kedua kakinya.

"Jangan bermain-main dengan nafsu liar laki-laki, Allura. Terlebih beberapa saat lalu kita sama-sama tahu bagaimana rasanya tubuh kita saling beradu. Jangan kamu pikir aku nggak bisa mengulang kenikmatan di tubuh kamu." Noe memainkan jemarinya pada lembah kenikmatan yang mulai basah itu.

"Ah." Allura mendongak penuh kenikmatan. "Dasar bereng--"

Noe langsung membungkam mulut Allura dengan cumbuan. Adrenalin yang sudah bergemuruh di ubun-ubun membuat jemari nakalnya yang semula bermain menggoda pada kepemilikan Allura, kini memandu kepemilikannya yang sudah mengeras menerobos masuk ke dinding hangat yang akan mengimpitnya.

"Ah." Allura mengerang di dalam mulut Noe yang membabi buta membelit bagian lunak di dalam mulutnya.

Noe yang sudah menggila pelan-pelan menghunjam. "Lihat, Allura. Kamu yang justru nggak bisa berkutik di bawah tubuhku yang sudah menggila ini. Apa dengan begini kamu masih bisa melawanku?"

Allura tak mampu menjawab selain terengah-engah. Kedua tangannya tak mampu lepas dalam cengekaramn Noe. Kedua kakinya seketika lemas menerima hunjaman demi hunjaman yang membangkitkan energy psikisnya. Lagi-lagi tubuhnya tak bisa berkutik di bawah tubuh kekar itu.





Bersambung...........

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang