Part 14

91 16 0
                                    

Allura terpejam dan mengembuskan napas memutuskan menurut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Allura terpejam dan mengembuskan napas memutuskan menurut. "Oke fine. Sekarang lepaskan tanganku. Rasanya sakit banget, Noe," lirihnya menatap dalam Noe.

Perlahan-lahan Noe merenggangkan cengkeramannya untuk memastikan reaksi Allura yang benar-benar tenang. Sebab dia tahu, jika perempuan di hadapannya itu tidak akan semudah itu ditaklukkan.

Ya, bukan Allura namanya jika tidak pandai berakal. Tepat merasakan cengkeraman di pergelangan tangan perlahan renggang, dia langsung menarik melepaskan tangannya dan mendorong keras tubuh Noe hingga mundur. Setelahnya berlari membututi laki-laki paruh baya yang sudah memasuki lift dengan begitu mudah menggunakan sebuah card.

Tentu saja Noe pun tidak semudah itu bisa diakali. Dia langsung mengejar dan menggunakan tenaga laki-lakinya untuk mengangkat tubuh Allura.

"Lepaskan!" jerit Allura memberontak.

Noe mengempaskan tubuh Allura di atas sofa dan mengungkungnya di bawah tubuhnya.

"Berengsek!" Allura berusaha melepaskan kedua tangannya yang dipenjara oleh cengkeraman Noe di atas kepala.

"Perempuan keras kepala dan banyak akal kayak kamu memang nggak bisa dipercaya, Allura." Noe menyeringai.

"Lepaskan dan minggir, Berengsek! Tanganku sakit!" jerit Allura kesakitan.

"Kali ini aku nggak akan melepaskan kamu, kalau kamu sendiri nggak bisa diam," lirih Noe.

"Tangan aku sakit," pekik Allura meringis kesakitan.

"Kalau begitu jangan buat aku sampai menyakiti kamu. Karena aku juga nggak mau menyakiti perempuan," balas Noe.

Allura menatap penuh benci wajah yang berjarak beberapa senti dari wajahnya. "Apa yang kamu mau? Uang? Tubuhku?"

Noe tergelak senyum. "Ini sudah kedua kalinya kamu menawarkan uang dan tubuh kamu ke aku, Allura."

"Memangnya kenapa? Lagi pula mafia kayak kamu itu kebutuhannya cuma uang. Aku yakin kamu juga nggak jauh berbeda sama 2 orang binatang yang ingin memperkosaku kemarin."

"Kami memang nggak jauh berbeda. Tapi aku bukan binatang. Karena aku punya cara lain dalam memperlakukan seorang perempuan." Noe semakin mendekatkan diri memutus jarak hingga ujung hidungnya menyentuh ujung hidung mungil di hadapannya.

Allura seketika membeku merasakan wajahnya tak lagi berjarak dengan Noe. Dia bahkan bisa mencium aroma wangi dan napas mint laki-laki itu. Membuatnya seketika berdebar antara amarah dan kegugupan.

"Karena kalau aku binatang, aku mungkin sudah menyentuh kamu sejak awal tanpa perlu kamu menawarkan diri, Allura," lirih Noe yang semakin mendekatkan diri pada bibir ranum itu.

Allura terpejam dan menelan ludah semakin gugup merasakan ujung bibirnya menyentuh ujung bibir Noe.

"Bagaimana? Haruskah kita mulai dengan kecupan sekarang? Atau justru kamu lebih suka lumatan. Aku cukup pandai dalam memainkan bibir kalau kamu ingin tahu." Noe menyeringai tersirat merasakan kegugupan Allura.

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang