Allura beranjak berdiri dengan tatapan tajam tertuju pada Noe Erlangga. "Hentikan omong kosong kamu, Noe."
"Fine. Kalau menurut kamu ini hanyalah omong kosong dan karangan, seenggaknya dengarkan aku sampai selesai." Noe berusaha untuk tetap tenang.
Allura geleng-geleng enggan untuk percaya.
"Aku dan Rayi satu organisasi. Dia salah satu rekan baikku dalam menjalankan misi. Dan misi yang sedang aku jalankan sekarang ini adalah meneruskan misi yang belum selesai 4 tahun lalu," jelas Noe.
"Stop, Noe," geram Allura enggan mendengarkan lebih lanjut.
"Aku yakin kamu pasti tahu, kalau Rayi sering berpergian jauh dan jarang di rumah."
Allura mengepalkan kedua tangannya menahan amarah. Karena mendiang kakaknya memang sering berpergian dan jarang di rumah. "Apa kamu punya bukti?"
"Ada." Noe merogoh saku celananya dan meletakkan sebuah foto di atas meja. "Aku nggak tahu foto ini bisa membuat kamu percaya atau nggak. Tapi ini adalah bukti kami saling mengenal," jelasnya.
Allura menatap foto berisi barisan 7 orang bersegaram hitam yang sangat familiar dalam ingatannya. Salah satu orang dalam foto tersebut memang menampilkan wajah kakaknya yang tengah merangkul Noe dan laki-laki paruh baya yang dia tahu bernama Benji.
"Foto itu kami ambil di Italia 6 tahun lalu saat melakukan pelatihan militer," jelas Noe menatap wajah Allura yang semakin pasi.
Setelah beberapa saat memandangi foto tersebut, ingatan Allura seketika tertuju pada kejadian saat dia tidak sengaja menyenggol tas kakaknya hingga melihat foto barisan 7 orang itu. Pada saat itu dia tengah protes karena Rayi lagi-lagi akan meninggalkan rumah dalam waktu lama dengan tiket penerbangan tujuan Italia. "Ini nggak mungkin," lirihnya masih enggan percaya.
"Yang berusaha mencari tahu tentang mutan itu bukan hanya aku ... tapi juga Rayi," terang Noe.
"Omong kosong!" teriak Allura menggebrak meja penuh amarah. "Kakakku bukan seorang penjahat seperti kamu. Berhenti mengarang cerita," desisnya.
Noe menatap dalam Allura. "Aku menceritakan hal yang sebenarnya, Allura. Dan kami bukan seorang penjahat."
"Setelah kamu berhasil mempermainkanku selama seminggu di sini, sekarang kamu mengatakan berteman dekat dengan kakakku? Bulshit, Noe!" Dengan mata memerah penuh amarah Allura melangkah meninggalkan meja makan, enggan mendengarkan hal menyakitkan lebih jauh lagi.
Tidak. Sebenarnya kemarahan Allura lantaran takut, jika apa yang dikatakan Noe adalah sebuah kebenaran, seperti kebenaran tentang Aaron. Mengingat foto tersebut juga pernah dilihatnya di dalam tas Rayi dan keberangkatan Rayi 6 tahun lalu ke Italia.
Meraih kenop pintu, jemari Noe langsung menahan tangan Allura yang berusaha membuka pintu kamar. Membuat Allura membeku dengan sosok kekar yang berdiri di belakangnya.
"Aku tahu ini sangat sulit untuk dipercaya, Allura. Aku juga sulit untuk percaya, jika ternyata kamu adalah adik dari teman baikku," lirih Noe.
"Lepaskan aku dan biarkan aku masuk. Aku nggak mau mendengar omong kosong kamu, Noe." Allura berusaha mendorong pintu untuk terbuka.
"Tapi kita memang harus bicara, Allura." Noe menahan jemari Allura mendorong pintu. "Meski itu harus membuat kamu nggak bisa menerimanya," lanjutnya.
Dua bulir air air mata membelah pipi Allura. Sebab sejak dulu dia selalu mencurigai sikap kakaknya yang sangat membencinya menjalin hubungan dengan Aaron. Bahkan sering kali kakaknya memintanya untuk mengakhiri hubungan dengan Aaron sebelum menyesal. Dia tidak menyangkah, jika inilah penyesalan yang dia terima.
Noe terpejam dengan raut pilu untuk kembali melanjutkan percakapan yang mungkin akan sangat melukai allura. "Kematian Rayi ... berhubungan dengan Aaron."
Allura berbalik badan dan langsung mendorong kuat tubuh Noe. "Nggak! Kamu bohong! Kamu pasti bohong!" jeritnya frustrasi karena masih enggan untuk percaya.
Noe yang terdorong mundur hanya bisa menatap iba wajah kehancuran Allura saat ini.
"Kakakku meninggal karena kecelakaan. Nggak ada hubungannya dengan Aaron." Allura menatap tajam.
"Apa kamu melihat sendiri keadaan tubuh Rayi saat meninggal?" tanya Noe menahan tangis, mengingat tubuh teman baikknya itu dicabik-cabik usai dijadikan kelinci percobaan di laboratorium.
Allura terdiam. Sebab saat itu dia dan keluarganya memang tidak diperbolehkan melihat tubuh Rayi untuk yang terakhir kalinya. Namun, dia semakin membeku saat melihat wajah kesedihan yang ditampakkan Noe. "Aku mohon jangan mengatakan hal yang bukan-bukan, Noe," lirihnya tak ingin mendengarkan hal yang lebih menyakitkan lagi tentang kakaknya.
Noe perlahan melangkah mendekat. "Tapi kamu memang harus mendengarkan ini, Allura. Meskipun kamu nggak bisa menerimanya."
Allura geleng-gelang dan melangkah mundur mengimpit pintu di belakangnya.
Noe memegang kedua pundak Allura dengan perasaan yang sebenarnya sangat tidak tega untuk mengatakannya. "Rayi meninggal bukan karena kecelakaan."
"Pelase ... jangan," pekik Allura menangis menatap genangan di kedua mata Noe, yang semakin menunjukkan kesungguhan.
Melihat wajah ayu yang sangat hancur itu, Noe urung mengatakan. Dia menurunkan tangannya dari kedua pundak Allura dan melangkah mundur.
"Fine. Jika benar kakakku terlibat dalam organisasi kalian ... dan jika benar kematian kakaku bukan karena kecelakaan ... berarti organisasi kalianlah yang menyebabkan kakakku meninggal 4 tahun lalu." Allura menatap bengis Noe.
Noe membeku. Apa yang dikatakan Allura sama persis dengan dirinya dulu-menyalahkan organisasinya saat Rayi meninggal.
"Kalianlah yang menyebabkan kematian kakakku." Allura satu langkah mendekat ke hadapan Noe dengan tatapan benci.
Noe bergeming. Melihat kemarahan itu, dia akan merelakan tubuhnya menjadi pelampiaskan Allura.
"Gara-gara kalian kakakku meninggal!" jerit Allura memukul-mukul tubuh Noe. "Gara-gara organisasi laknat kalian kakakku harus meninggal!" jeritnya membabi buta menggunakan kedua tangannya untuk menyerang.
Noe meringis menahan kesakitan. Dia bahkan menahan langkahnya mundur dari serangan. Sebab memang tidak bisa dipungkiri, jika dia dan organisasinya menjadi penyebab Rayi gugur saat tengah menjalankan misi. Bahkan sampai hari ini, dia masih memendam rasa bersalah itu seorang diri.
"Aaa!! Berengsek!! Ternyata kalianlah yang membunuh kakakku selama ini!!" jerit Allura yang kali ini memukul lengan terluka Noe hingga melangkah mundur.
"Ah," pekik Noe kesakitan memegangi lengannya.
Allura meraih kunci kamar di atas laci dan langsung membuka pintu kamar untuk masuk. Setelahnya mengunci kamarnya agar tidak bisa diakses oleh Noe. Lalu melampiaskan kemarahan dan tangisannya begitu frustrasi mengetahui penyebab kematian kakaknya yang membuatnya bertanya-tanya selama bertahun-tahun.
"Allura ... Allura." Noe mencoba membuka pintu yang ternyata sudah terkunci dari dalam. Membuatnya tidak mempunyai pilihan lain selain membiarkan Allura untuk saat ini.
Ya, sudah dipastikan Allura yang keras kepala akan sulit menerima kenyataan ini. Begitu juga dengan Noe yang tidak mempunyai pilihan lain untuk memberi tahu Allura tentang kakaknya. Meski itu teramat menyakitkan untuk Allura, tetapi hal itu bisa menjadi satu-satunya cara untuk membuat Allura membuka mulut.
Noe terduduk bersandar pada pintu kamar yang terkunci itu dan mendengarkan raungan Allura di dalam kamar. Wajahnya pun tak luput oleh keterlukaan karena harus mengingat kembali kematian tragis Rayi 4 tahun lalu dan harus membuat Allura terluka. "Maafkan aku, Allura."
Bersambung...........
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Sandera
RomanceTepat di hari bahagia yang akan menjadikan Allura Milena pengantin perempuan yang cantik di pesta pernikahan, Allura justru berakhir di sebuah tempat asing bersama Noe Erlangga yang menodongkan pistol ke kepalanya, memaksanya untuk membongkar kejaha...