Allura melangkah menghampiri laki-laki bertopi hitam berpadu leather hitam, kaus hitam dan sweatpantas hitam yang tengah mengecek sebuah pistol di ruang tamu. Laki-laki mafia organisasi Barong itu penampilannya tampak berbeda sebelum memulai aksi. Setelan hitam yang membalut tubuh tegap itu tampak begitu memesona.“Apa aku perlu membawa pistol juga?” tanya Allura.
Noe menoleh cukup terkejut melihat penampilan perempuan yang berdiri di hadapannya. Jaket kulit hitam berpadu kaus hitam dan jeans hitam begitu elegen membalut tubuh indah Allura Milena. Seolah siap untuk berperang melawan siapa pun. “Kamu bahkan mengubah penampilan kamu sekarang,” godanya.
“Ya terus, masak iya aku harus pakai dress?” balas Allura.
Noe tersenyum simpul. “Karena kamu belum bisa memakai pistol, jadi kamu belum bisa membawanya.”
“Siapa bilang aku nggak bisa memakai pistol?” Allura tampak keberatan.
“Terakhir kali kamu memakai pistol ini tangan kamu gemetaran, Allura. Kamu yakin bisa menembak tepat sasaran?” Noe menyodorkan pistolnya.
Allura berdeham salah tingkah mengingat drama menembaknya beberapa waktu lalu. Itu adalah pertama kali dalam hidupnya menarik pelatuk sebuah pistol berpeluru yang suaranya hampir memecahkan gendang telinganya. Membuatnya ragu-ragu untuk mengambil pistol di hadapannya.
“Aku akan membiarkan kamu memakai pistol setelah aku mengajarkan kamu cara menembak.” Noe memasukkan pistol tersebut ke sarung pistol di pingganganya.
“Terus aku nggak bawa senjata apa-apa?” tanya Allura tak mengerti.
Noe kemudian meraih sebuah topi hitam dan memakaikannya ke kepala Allura. “Karena kamu masih pemula, lebih baik kamu berdiri di belakangku saja nanti. Sebisa mungkin jangan sampai kamu jauh dari aku. Biar aku bisa melindungi kamu.”
Allura seketika membeku mendapat perlakuan hangat dan mendengar ucapan itu. Terlebih wajah rupawan itu tepat di hadapannya. Membuatnya menelan ludah dengan hati berdebar menatap penampilan sangar Noe malam ini. “I-iya,” jawabnya gugup.
Mendapati sikap membeku itu Noe turut dibuat membeku. Tatapan Allura begitu tersirat padanya. Bahkan dia bisa melihat kedua pipi di hadapannya tampak merona. “Kamu kenapa?”
Allura langsung menggeleng dan menjauhkan diri. “Ng-nggak apa-apa.”
Noe mengernyit. “Kok gugup begitu?”
“Emm ….” Allura mengusap tengkuknya salah tingkah, “cuma agak takut saja.”
“Kalau kamu takut, nggak usah ikut. Lebih baik kamu tetap di sini,” saran Noe yang melihat kekhawatiran Allura saat ini.
Allura langsung menggeleng. “Nggak. Aku tetap mau ikut dan harus ikut.”
Noe hanya bisa geleng-geleng heran. “Ya sudah, kalau begitu kita berangkat sekarang.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Sandera
RomanceTepat di hari bahagia yang akan menjadikan Allura Milena pengantin perempuan yang cantik di pesta pernikahan, Allura justru berakhir di sebuah tempat asing bersama Noe Erlangga yang menodongkan pistol ke kepalanya, memaksanya untuk membongkar kejaha...