Noe membopong tubuh Allura di atas pundaknya seraya melangkah kembali ke ruangan. Beruntung penthouse miliknya tidak mudah diakses oleh orang lain. Jadi sangat memudahkan untuk menyembunyikan Allura.
"Lepaskan aku, Berengsek!" jerit Allura yang terus memukul-mukul punggung tegap Noe.
Noe terus berjalan dan membuka pintu yang di dalamnya terdapat sebuah ranjang besar berseprai putih. Di atas ranjang itu Noe membanting tubuh Allura dan memenjarakannya di bawah tubuhnya seraya mencengkeram kedua tangan nakal itu ke atas.
"Mau apa kamu, Berengsek?" Allura terus memberontak.
"Diam, Allura. Aku nggak mau nyakitin kamu," lirih Noe.
"Bulshitt! Kalau begitu lepaskan aku, Berengsek!"
Noe menggeleng. "Aku nggak bisa melepaskan kamu untuk sekarang, Allura."
"Lepas! Tanganku sakit!" Allura menangis.
"Kalau kamu nggak bisa diam, aku akan mengikat kamu kembali di kursi dan membiarkan kamu tidur dengan tubuh kesakitan." Noe menatap wajah penuh air mata itu dengan perasaan yang sebenarnya tidak tega.
"Tolong, lepas. Tanganku perih dan sakit," lirih Allura dengan wajah memohon.
"Kamu pilih sekarang. Kamu mau tidur di ranjang ini atau tidur dalam keadaan terikat di kursi?"
Allura mengangguk menurut. "Aku mau di sini."
Noe perlahan-lahan melonggarkan cengkeramannya. "Kalau begitu diam. Aku juga nggak mau kalau sampai menyakiti kamu, Allura."
Allura diam tak lagi memberontak. Membuat Noe akhirnya melepaskan cengkeramannya yang berbekas merah di pergelangan tangan mungil itu. Ada sedikit rasa bersalah di hatinya, karena tanpa sengaja telah melukai Allura.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Sandera
RomanceTepat di hari bahagia yang akan menjadikan Allura Milena pengantin perempuan yang cantik di pesta pernikahan, Allura justru berakhir di sebuah tempat asing bersama Noe Erlangga yang menodongkan pistol ke kepalanya, memaksanya untuk membongkar kejaha...