Jamiyah menyeka lembut wajah anak perempuannya yang tengah terlelap dengan sebuah kain basah. Perempuan paruh baya itu tidak berhenti menyeka air matanya menatap pilu anak satu-satunya yang sedang terluka saat ini. Beruntung, pagi ini Allura sudah bisa lepas dari oksigen dan selang infus. Membuatnya bisa bernapas lega dengan keadaan yang semakin membaik.
"Anak cantik Mama," lirih Jamiyah mengusap lembut rambut Allura.
Mencium aroma mawar yang begitu khas dan sentuhan yang sangat familiar, Allura membuka mata. Tampak perempuan paruh baya berwajah ayu mengenakan kaftan satin pink beraksen beads berbentuk spiral di lengan menjadi pemandangan indah di pagi harinya. "Mama."
"Kamu sudah bangun, Al?" Jamiyah tersenyum.
Allura langsung beranjak duduk menatap khawatir perempuan di hadapannya. "Mama bagaimana keadaannya?"
"Keadaan Mama baik kok, Al. Kamu jangan khawatir." Jamiyah mengusap lembut pundak Allura dengan senyum khasnya.
"Keadaan Al juga baik kok, Ma. Mama juga jangan khawatir, ya. Al cuma terkena luka kecil, kok. Setelah ini Al juga pasti sudah boleh pulang." Allura berusaha menampilkan wajah cerianya agar tak membuat khawatir Jamiyah.
Jamiyah tergelak dengan sikap khas Allura Milena yang selalu berusaha tidak membuatnya khawatir. Membuatnya mengusap lembut wajah ayu di hadapannya. "Iya, Nak. Mama tahu keadaan kamu sudah membaik. Buktinya kamu sudah nggak pakai oksigen dan infus lagi. Dan sudah ceria lagi sekarang."
Allura tampak berkaca-kaca. "Mama pasti khawatir ya kemarin?"
"Tentu saja Mama khawatir, Al. Tapi untungnya sekarang kamu sudah membaik."
Allura kemudian memeluk mamanya dengan menangis. "Maafin Al sudah membuat Mama khawatir."
Jamiyah menepuk-nepuk lembut punggung Allura. "Nggak apa-apa, Al. Yang terpenting kamu sekarang sudah kembali baik-baik saja. Mama sudah lega melihatnya."
Allura perlahan-lahan memekik tangis, menumpahkan semua yang terjadi padanya selama ini. Terlebih mengenai kebenaran kematian kakak laki-lakinya. "Ma ...."
"Sudah, nggak apa-apa. Mama sudah tahu semua yang terjadi sama kamu dan Rayi. Kamu nggak perlu khawatir lagi buat menjelaskannya sama Mama." Jamiyah ikut meneteskan air mata.
Allura semakin memekik tangis di pelukan mamanya, menumpahkan segala perasaanya yang selama ini berusaha dia tutupi di hadapan perempuan nomor satu dalam hidupnya.
"Anak Mama yang malang. Kamu pasti begitu menderita selama ini memendam semua masalahnya sendiri. Maafin Mama yang lemah dan selalu membuat kamu khawatir, Al. Maafkin Mama karena sudah membuat kamu menanggung semua masalah ini sendiri." Jamiyah terus mengusap lembut punggung Allura dengan berurai air mata.
"Mama nggak salah. Semua itu karena Al sayang banget sama Mama dan nggak mau membuat Mama khawatir," pekik Allura.
"Mama juga sayang banget sama kamu, Nak," lirih jamiyah menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Sandera
RomansaTepat di hari bahagia yang akan menjadikan Allura Milena pengantin perempuan yang cantik di pesta pernikahan, Allura justru berakhir di sebuah tempat asing bersama Noe Erlangga yang menodongkan pistol ke kepalanya, memaksanya untuk membongkar kejaha...