Allura menganga tidak percaya melihat benda pipih di tangannya yang lagi-lagi menunjukkan 2 garis biru. Sudah 5 kalinya dia mencoba tes urin dan hasilnya masih saja serupa. Membuat tespack-tespack yang menunjukkan dua garis biru itu berceceran di wastafel."Nggak ... nggak mungkin. Mungkin aku harus mencobanya lagi sampai berkali-kali." Allura geleng-geleng tidak percaya dengan wajah frustrasi.
Allura mengambil kembali tespack yang masih tersisa 1 dan melakukan pengulangan. Sayangnya lagi-lagi dua garis biru menjadi hasil akhirnya. Membuatnya semakin frustrasi.
"Aa!! Nggak!!" teriak Allura meramas rambutnya frustrasi. "Aku nggak mau mengandung anak seroang pembunuh, Tuhan! Aku nggak mau!" jeritnya memorakporandakan segala isi wastafel dan menangis.
Ya, Allura tahu betul siapa pemilik benih yang sedang tumbuh di dalam perutnya saat ini. Tantu saja Aaron yang sudah dengan berutal mengoyak tubuhnya. Terlebih jika menghitung mundur dari waktu kejadian itu berawal, semua itu berawal saat Aaron menyanderanya dan mencumbunya dengan paksa. Sebab dia dan Noe playing safe.
"Aaron berengsek! Benar-benar bajingan berengsek kamu, Aaron!" Allura terus histeris di dalam kamar mandi menumpahkan kemarahannya.
Allura kemudian memukul-mukul perutnya dengan menangis. "Menyingkir dari tubuhku, sialan! Menyingkir! Jangan mangganggu hidupku!"
Dengan terus menangis Allura terduduk lemas. Tubuhnya seperti tak lagi mampu menumpuh kakinya sendiri. Terlebih salah satu kakinya yang masih terluka dan membuatnya kesulitan untuk berjalan. Dia juga tidak berhenti memukul-mukul dirinya sendiri atas kehancuran yang benar-benar terjadi sekarang.
"Aku nggak mau benih sialan ini tumbuh, Tuhan. Aku mohon singkiran dari hidupku. Aku nggak mau lagi ada Aaron dalam hidupku lagi," pekik Allura menangis.
'Allura ... you remember this well. That you are mine forever. I love you, Honey ... I love you.'
'Dan aku bersumpah ... jika benihku ini akan membuat kamu menjadi milikku, Allura.'
"Menyingkir dari kepalaku, Berengsek! Jangan mengangguku lagi!" jerit Allura memukul-mukul kepalanya mengingat kembali ucapan-ucapan Aaron.
*****
Tika tampak tergopoh-gopoh untuk membuka pintu utama yang terus diketuk begitu tidak sabaran. Tampak laki-laki memakai jaket kulit bomber beraksen merah di bagian rip berdiri di hadapan pintu dengan wajah khawatir.
"Syukurlah Mas Noe bisa datang," ucap Tika penuh syukur.
"Apa yang terjadi, Mbak?" tanya Noe langsung.
Tika menggeleng. "Saya juga nggak tahu, Mas. Sejak pagi tadi saya dengar Non Al teriak-teriak di dalam kamar mandi sambil menangis. Saya nggak berani ngasih tahu Ibuk, karena Ibu lagi ke rumah sakit buat terapi. Jadi saya menghubungi Mas Noe."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Sandera
RomanceTepat di hari bahagia yang akan menjadikan Allura Milena pengantin perempuan yang cantik di pesta pernikahan, Allura justru berakhir di sebuah tempat asing bersama Noe Erlangga yang menodongkan pistol ke kepalanya, memaksanya untuk membongkar kejaha...