Cecapan demi cecapan terus dilancarkan Noe yang sudah bernafsu menerima tawaran sukarela Allura. Bibir ranum yang begitu kenyal dan lembut itu sangat membuatnya tergila-gila untuk beradu saliva karena rasanya yang manis bekas wine.
Allura mencengkeram baju Noe tatkala merasakan kedua kakinya yang seperti jeli. Bahkan langkahnya begitu saja mundur mengikuti gerakan Noe yang mengimpitnya pada pantry. Sampai kemudian tubuhnya terangkat dan berada di atas pantry dengan kedua kaki terbuka.
Noe semakin membabi buta mempermainkan bibir Allura. Bagian lunak di dalam mulutnya menerobos beradu dengan milik Allura. Salah satu jemarinya kemudian menerobos di balik jubah mandi merasakan kulit polos sepanjang paha atas hingga bulatan kenyal tanpa pelindung kain itu. Dia yakin, jika di balik jubah mandi itu tubuh Allura benar-benar polos tanpa kain pelindung.
“Ah,” desah Allura mendongak merasakan sesuatu tengah bermain-main pada lembah kepemilikannya.
Cumbuan Noe kemudian semakin turun ke leher jenjang. Wangi citrus menguar dari kulit polos Allura, memberikan sensasi tak tertahankan. Sementara salah satu jemarinya bergerak menggoda pada pusat gairah Allura di balik jubah mandi hingga basah.
Allura semakin mengerang dengan jemari meremas rambut Noe. Otaknya semakin kacau dengan tubuh yang semakin tak dapat dia kendalikan. Dia tidak bisa memungkiri energi psikisnya membuatnya menginginkan sesuatu yang lebih atas perlakuan dan tubuh Noe yang terus menggodanya.
Napas keduanya saling memburu bersama erangan-erangan kecil. Sampai kemudian mereka sejenak melepaskan diri saling beradu pandang dan mengatur napas. Tampak wajah keduanya merona dengan tatapan berkabut.
Noe yang sudah tidak bisa menahan diri segera melepas kemejanya dan mencoba membuka ritsleting celananya. Kepemilikannya yang sudah berkedut meminta ingin dibebaskan. Namun, tangannya ditahan oleh jemari lentik bercat kuku merah bata yang tampak glossy dan catchy.
“Kenapa?” tanya Noe menatap Allura.
“Take me to bed, pelase,” pinta Allura menatap penuh damba.
Ya, jika tubuh sukarela Allura hanya berakhir di dapur, maka itu sama artinya dia melakukan hal yang sia-sia. Jadi dia tidak akan membiarkan nasib pisau itu sia-sia seperti beberapa waktu lalu.
“Jangan pernah menyesal dengan apa yang aku lakukan pada tubuh kamu malam ini, Allura. Because you really have driven me crazy,” lirih Noe tepat di bibir ranum itu.
“I will never regreat. Because … I want you, Noe.” Jemari lentik Allura menggoda rahang tegas itu.
Mendengar itu napas Noe semakin memburu bersama kepemilikannya yang semakin berkedut. Dia menggendong tubuh Allura dengan terus mencumbu seraya menuju kamar. Begitupun Allura yang semakin menenggelamkan diri memeluk tubuh kekar itu.
Noe meletakkan tubuh Allura di atas ranjang dan membuang handuk ke lantai, membebaskan rambut panjang tergerai yang menambah euforianya mencumbu perempuan yang begitu sukarela di bawah tubuhnya. Setelahnya salah satu jemarinya menarik tali jubah mandi itu hingga terbuka menyuguhkan tubuh polos di baliknya.
Allura mengerang merasakan sensasi gila Noe yang bermain-main dengan 2 buah gundukan kenyalnya. Salah satu jemarinya kemudian mulai bergerak menggapai pisau di balik bantal. Sialnya jaraknya masih jauh dari jangkuannya. Sementara Noe yang sudah dengan cepat melepaskan celananya langsung memosisikan kepemilikan yang sudah mengacung itu di antara kedua kakinya. Membuat jemarinya berakhir meremas seprai putih.
“Emph.” Noe bergerak menerobos lembah kenikmatan itu penuh tenaga. Kedua jemarinya bahkan bertautan dengan 2 jemari Allura di atas seprai sebagai tumpuan.
“Ah.” Allura mengerang di bawah tubuh kekar yang membuatnya lumpuh. Kedua tangannya bahkan tidak bisa bergerak menyelusup ke bawah bantal mengambil senjata, selain berakhir dengan mencengkeram erat jemari-jemari liat itu.
Di sinilah kewarasan Allura diuji. Ketika dia berhasil membuat Noe tak berkutik dengan tubuhnya, akankah dia mampu mengambil celah itu untuk menikam Noe dengan pisau?
Entakan demi entakan membuat Allura terpejam gila. Dia tidak kuasa menolak pesona laki-laki seperti Dewa Neptunus itu. Dia mungkin bisa berakhir seperti serpihan yang tergulung ombak jika tidak bisa mengendalikan diri untuk melancarkan aksinya.
Sementara Noe tampak semakin tidak bisa mengendalikan diri. Dia terus bergerak oleh sensasi kepemilikannya yang diimpit lembah kenikmatan yang berkedut itu. Perempuan seperti Dewi Aphrodite itu seperti memberikan tempat berlabuh yang membuatnya terpejam nikmat. “Ah, Allura.”
Allura mengerang berusaha untuk tetap waras. Dia kemudian mendorong tubuh Noe dan berbalik posisi di atasnya, alih-alih agar memudahkannya meraih pisau di bawah bantal itu.
Mendapatkan posisi menantang itu, Noe semakin bersukacita. Dia langsung melepas jubah mandi pada tubuh indah itu dan membelai sepanjang punggung polos dan dua bulatan kenyal di atas pangkuannya. “Kamu benar-benar membuatku gila, Allura,” lirihnya menjelajahi leher jenjang itu.
Allura menyeringai licik dan mendesah. “Kamu bisa melakukan apa pun semau kamu, Noe.”
Usai memosisikan kepemilikan, Noe menangkup dan mengusap lembut wajah Allura. Setelahnya bergerak pelan seraya menatap wajah terpejam penuh kenikmatan itu. Paras ayu penuh damba itu semakin membuatnya berdebar dan terpesona. “Kalau aku boleh jujur, kamu cukup membuatku tertarik sejak awal, Allura,” lirihnya.
“Ah.” Allura membuka mata dan bersitatap dengan mata menawan yang penuh damba itu. Dia pun demikian—cukup terpikat oleh paras rupawan itu sejak awal. Namun, dia tidak semudah itu terlena. Terlebih laki-laki yang berhasil tak berkutik atas tubuhnya itu adalah seorang mafia yang menculiknya. “Aku memang perempuan yang penuh dengan pesona, Noe. Mustahil kalau kamu nggak terpesona sama aku,” lirihnya tersenyum.
“Dasar perempuan besar kepala.” Noe menyeringai dan menggigit gemas dagu lancip itu seraya bergerak semakin menghunjam.
Allura melirik licik salah satu bantal yang sedikit lagi mampu dia gapai. Setelahnya mencumbu bibir Noe dan membuat Noe terlentang. Lalu bergerak memandu gerakan di atas tubuh kekar itu dengan satu tangan berusaha menggapai sesuatu di balik bantal.
“Ah.” Noe mengerang dan ikut bergerak. Kedua jemarinya bahkan meremas bulatan kenyal di atas tubuhnya seraya memandu gerakan.
“Ah,” desah Allura. Lagi-lagi tangan yang sedikit lagi menggapai pisau itu harus mencengkeram seprai merasakan kenikmatan yang membuat kewarasannya tak terkendali. “Noe, please,” lirihnya memohon.
“Aku akan membuat kamu lebih menggila, Allura.” Noe langsung membalik tubuh Allura terlentang di bawah. Dia bahkan mengangkat kedua kaki Allura bertumpu pada kedua lengannya untuk bisa bergerak semakin dalam.
Allura semakin diuntungan dengan posisinya saat ini. Bantal itu tepat di sebelahnya. Membuat tangannya semakin mudah meraih pisau tersebut, meski harus merelakan tubuhnya dalam kuasa Noe yang semakin menggila. Namun, lagi-lagi semua itu tidak semudah dalam bayangannya. Entakan demi entakan Noe seketika membekukan sekujur tubuhnya. “Ah, Noe.”
“Yes, Allura. Silakan panggil namaku sepanjang malam ini.” Noe menghunjam dalam.
Allura mendongak dan mengerang. Dia berusaha sekuat tenaga meraih pisau di bawah bantal itu dengan kewarasannya. Naasnya kenikmatan itu benar-benar melumpuhkan segalanya. Dia tidak bisa lagi mengendalikan tubuhnya dan akal sehatnya selain mengerang menerima kenikmatan yang membuatnya ingin meledak hingga meremas kuat seprai. “Noe, please.”
Noe membelai wajah Allura dan mencumbu bibirnya. Membiarkan Allura mengerang dalam kulumannya yang semakin bergerak menggila untuk sampai pada puncak kenikmatan. “Kita akan meledak bersama-sama, Allura,” lirihnya.
*
*
*
*
*
Bersambung............
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Sandera
RomanceTepat di hari bahagia yang akan menjadikan Allura Milena pengantin perempuan yang cantik di pesta pernikahan, Allura justru berakhir di sebuah tempat asing bersama Noe Erlangga yang menodongkan pistol ke kepalanya, memaksanya untuk membongkar kejaha...