Part 18

84 14 0
                                    

Noe berkali-kali mengembuskan napas, tidak habis pikir dengan tindakannya sekarang ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Noe berkali-kali mengembuskan napas, tidak habis pikir dengan tindakannya sekarang ini. Sepiring hidangan peposo di atas meja pantry terus ditatapnya dengan perasaan ragu. Entah, apakah perlakuannya berlebihan kepada Allura, sementara dia juga tidak mungkin membiarkan perempuan sanderanya itu kelaparan. Terlebih keselamatan Allura adalah hal utamanya saat ini, sampai perempuan keras kepala itu mau membuka mulut tentang mutan itu.

Tepat di hadapan pintu, Noe mendengar raungan Allura. Perempuan itu sudah dipastikan tengah kacau dengan keadaannya saat ini. Namun, bukan tugasnya untuk menghibur perempuan sanderanya itu.

Usai memutar kunci, Noe kemudian mendorong pintu tersebut untuk masuk membawakan makanan. Tampak Allura menangis memeluk kedua kakinya yang ditekuk dengan menunduk di atas ranjang. "Mau sampai kapan kamu menangis terus?"

Allura mendongak memperlihatkan mata sembabnya. "Mau ngapain lagi kamu ke sini?"

"Kamu lihat aja sendiri, aku ke sini buat apa." Noe meletakkan hidangan khas Italia itu di atas nakas, di samping ranjang.

Allura melirik hidangan berisi potongan sapi di atas kentang tumbuk panggang itu dengan menelan ludah. Terlebih dia memang tengah kelaparan saat ini.

"Makan dan jangan menangis terus." Noe menatap Allura.

"Apa aku tadi minta makan sama kamu?" Allura menatap Noe penuh benci.

"Lalu kamu ingin aku membiarkan kamu kelaparan setelah mendengar cacing perut kamu?" tanya balik Noe.

"Nggak usah sok peduli kamu. Kamu hanya mengincar aku buat kepentingan kamu sendiri."

"Memang benar. Karena itu aku masih ingin melihat kamu hidup sampai kamu membuka mulut tentang mutan itu."

"Bajingan berengsek," desis Allura menangis.

"Kamu terima saja nasib kamu sekarang ini. Karena aku nggak akan melepaskan kamu sampai kamu membuka mulut tentang mutan itu."

"Aku udah bilang aku nggak tahu dan nggak tahu apa-apa soal mutan itu, Berengsek!" jerit Allura menyerang Noe.

Noe menangkis kedua tangan nakal itu. "Jangan gunakan tangan kamu yang lemah ini untuk menyerang musuh, kalau kamu nggak mau jarum infus di tangan kamu ini justru melukai kamu sendiri. Kamu tahu akibat fatalnya, jika pembulu vena kamu putus karena jaum infus 'kan?"

Allura menyeringai penuh benci dan air mata di hadapan Noe.

Noe mendekatkan diri hingga berjarak beberapa senti dari wajah Allura. "Nggak ada penjahat yang bisa memperlakukan kamu seperti aku, Allura. Kedua tanganku ini sudah mengahabisi banyak nyawa orang. Bisa jadi kamu adalah orang berikutnya."

"Kalau begitu kenapa kamu nggak membiarkan aku mati saja di bak mandi tadi, kalau kamu emang berniat buat ngebunuh aku nantinya?" desis Allura tanpa takut.

Noe menyeringai. "Yakin kamu mau mati tanpa memberitahukan mutan itu sama aku? Apa kamu nggak berpikir, kalau kematian kamu itu akan sia-sia karena melindungi Aaron?"

Allura terdiam dengan napas memburu.

"Buka mata kamu, Allura. Laki-laki yang amat kamu cintai itu nggak lebih dari laki-laki berengsek yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Sementara kamu memilih menangisinya dan berusaha mengakhiri hidup hanya karena dicampakkan sama dia," lirih Noe.

Mendengar itu Allura mengeraskan rahang. Tentu saja hatinya tertohok telak.

"Jangan sia-siakan hidup kamu hanya karena kamu mencintai Aaron. Sementara Aaron ... apa kamu yakin dia juga begitu mencintai kamu? Kalau dia emang mencintai kamu, seharusnya dia mencari kamu saat tahu kamu menghilang, bukan malah mengarang cerita."

"Stop Noe," desis Allura yang tidak tahan mendengar ucapan yang semakin menyakitinya itu.

"Kamu harus membuka telinga mendengar kenyataan yang disampaikan Aaron di media. Kamu juga harus membuka mata buat melihat, siapa Aaron sebenarnya," lirih Noe mulai memprovokasi kemarahan Allura agar berkenan membongkar mutan itu.

"Aku bilang stop!" jerit Allura yang langsung menutup kedua telinga dengan kedua tangannya. Lantaran hatinya semakin tersayat-sayat mendengar kenyataan itu.

Noe menarik tengkuk Allura agar kembali menatapnya. "Ketika kamu ingin mati karena dicampakkan Aaron, ketahuilah jika ada orang lain di luar sana yang tengah sekarat di rumah sakit berjuang hidup demi bisa membalas kejahatan Aaron, Allura."

"Buat apa aku peduli atas hidup orang lain di saat hidupku menjadi tawanan mafia berengsek kayak kamu?" Allura menatap Noe pongah.

Noe menyeringai. "Kamu bisa mengatakan hal itu, karena kamu nggak merasakan bagaimana sakitnya terbaring di ranjang rumah sakit dengan alat-alat medis demi berjuang hidup. Dan kamu nggak merasakannya sendiri saat orang terdekat kamu yang menjadi korban mutan sialan itu. Aku sudah 2 kali melihat dengan kepalaku sendiri bagaimana kesakitannya 2 sahabatku gara-gara menjadi korban mutan itu, Allura."

Ya, Noe tidak ingin dua kali merasakan kehilangan sahabat baiknya. Cukup dengan kepergian Rayi yang sia-sia karena direkayasa kecelakaan. Dia tidak ingin Delon menjadi korban berikutnya akibat mutan ilegal itu.

"Jadi karena itu kamu menculikku? Demi membalaskan dendam kedua sahabat kamu itu?" Allura menatap dingin.

"Of crouse. Agar kamu juga tahu, jika ada banyak orang yang ingin membalas kejahatan Aaron. Bukan malah seperti kamu yang memilih untuk melakukan bunuh diri."

Allura menepis kasar tangan Noe. "So, kamu mencoba memancingku berpihak sama kamu, agar aku melakukan balas dendam sama Aaron?"

Noe menyeringai. "Lebih tepatnya aku memberikan kamu jalan, kalau kamu bisa berpikir menggunakan akal sehat, Allura. Karena aku tahu, kalau kamu sebenarnya menyembunyikan sesuatu tentang mutan itu."

"Menggunakan akal sehat kamu bilang? Jadi kamu pikir aku gila sekarang?" Allura mendelik.

"Lalu apa sebutan untuk orang yang mencoba bunuh diri karena dicampakkan, Allura? Apa kamu punya sebutan lain?" Noe menaikkan satu alisnya begitu pongah.

Allura kembali mengeraskan rahang dengan napas memburu. "Terserah mulut berengsek kamu, Noe. Jangan harap, aku akan percaya sama kamu."

Noe mengedikkan bahu tak acuh. "Aku nggak memaksa. Karena kalau kamu nggak bodoh, kamu pasti bisa membuat pilihan yang baik dalam keadaan kamu sekarang ini, Allura"

"Menyingkir dari hadapan aku sekarang, Noe. Aku bener-bener muak lihat wajah kamu." Allura mengarahkan telunjuknya pada pintu.

"Pikirkan dengan baik-baik sebelum kamu bertindak untuk bunuh diri lagi, Allura. Apalagi dengan kematian yang sia-sia. Karena nggak ada yang berharga dari orang yang sudah mati di dunia ini. Orang yang mati hanya pergi membawa penyesalan atas hidupnya sendiri. Sementara orang yang hidup akan terus melanjutkan hidup untuk hidupnya sendiri," ucap Noe bijak.

"Keluar!" teriak Allura menangis merasakan hatinya semakin sakit mendengar itu.

"Ingat, hanya orang bodoh yang memilih mengakhiri hidup dengan sia-sia ketimbang menyelesaikan masalahnya," tandas Noe melangkah pergi.

Sepeninggal Noe, Allura menjerit sekeras mungkin melampiaskan kekesalannya. Dia tidak bisa memungkiri jika apa yang diakatakan Noe ada benarnya-Aaron sudah begitu berengseknya mencampakkannya. Namun, tetap saja dia tidak bisa menerimanya cuma-cuma, lantaran Noe adalah penjahat yang kini tengah menyanderanya. Tidak ada di dalam kamus hidupnya untuk mempercayai seorang penjahat.




Bersambung.....



Dilarang plagiat!

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang