Part 23

88 13 0
                                    

Noe sedikit melenguh merasakan pergerakan bibir Allura yang memberikan adrenalin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Noe sedikit melenguh merasakan pergerakan bibir Allura yang memberikan adrenalin. Salah satu jemarinya mengepal bertumpu pada lemari, berusaha menahan sesuatu yang ingin luruh runtuh. Sampai kemudian cecepan yang berhasil memberikan tanda pada lehernya itu menyadarkannya untuk mendorong tubuh Allura mejauh. "Stop Allura," lirihnya.

"Kenapa? Kamu bisa seenaknya ngasih aku pelajaran dengan nyium aku, kenapa aku nggak boleh sekarang? Aku juga pengen ngasih pelajaran laki-laki berengsek kayak kamu," desis Allura dingin.

Noe mengembuskan napas berat melihat gelagat mabuk yang sangat di luar kendali itu. "Kamu ini mabuk. Kamu pasti akan menyesali ini ketika kamu sadar nanti, Allura."

Allura menyeringai. "Seorang Allura Milena nggak pernah menyesali sesuatu, asal kamu tahu, Noe Erlangga."

Keangkuhan di wajah Allura lagi-lagi membuat Noe terpaku. Jemarinya tanpa komando terulur menyentuh dan mengusap lembut sepanjang pipi dan leher jenjang memabukkan itu. Membuat jakunnya kembali naik turun oleh sesuatu yang terpacu.

"Kenapa? Kamu mau ngasih aku pelajaran lagi?" tanya Allura menantang.

"Kalau memang kamu nggak akan menyesali ini, aku akan ngasih pelajaran kamu sekali lagi," lirih Noe memutus jarak hingga ujung hidungnya menyentuh ujung hidung Allura.

Merasakan sensasi hangat itu Allura terpejam. Napasnya bahkan memburu penuh damba menginginkan sesuatu yang lebih. Sebab tidak bisa dia pungkiri, jika ada sesuatu yang memesona dalam diri Noe Erlangga-wajah tegas yang rupawan, hidung mancung, tatapan tajam yang menawan dan ... perlakuan tidak biasa.

Melihat Allura yang tak menolak, Noe semakin tak bisa menahan diri lagi. Sebuah kecupan demi kecupan dia berikan pada bibir ranum yang selalu mengeluarkan kata makian untuknya itu. Dagu yang selalu terangkat begitu manantangnya itu juga tak luput dari kecupannya. Karena sudah sejak lama dia ingin memberikan pelajaran pada dagu lancip itu.

Di luar dugaan, ketidaksadaran Allura akibat mabuk justru menerima dan semakin menjatuhkan diri dengan membalas kecupan-kecupan itu. Sampai kemudian dia mengalungkan kedua tangannya pada leher Noe mencari posisi nyaman dan menenggelam diri menikmati aroma segar layaknya air laut berkesan salty yang menguar dari tubuh Noe.

Noe yang sudah hilang kendali perlahan-lahan bergerak pelan melumat bibir manis bekas wine itu. Bibir kenyal yang begitu lembut dan manis itu membuat adrenalinnya semakin menjadi. Dia bahkan tidak segan mencecap menggunakan bagian lunak di dalam mulutnya untuk menggoda.

Merasakan sensasi yang tak mampu ditolak, Allura semakin tenggelam dan bergerak pelan mengikuti permainan bibir Noe. Dia bahkan tak segan-segan mengerang karena adrenalinnya yang terpacu.

Noe samakin menggila mencumbu. Dia bahkan mengangkat tubuh Allura duduk di atas meja kerja untuk bisa melakukannya lebih intim. Salah satu jemarinya menyanggah tengkuk Allura untuk memandu gerakan bibir. Sementara jemari yang lain mengusap-usap punggung Allura untuk semakin menciptakan sensasi.

Allura yang terlena kemudian membuka lebar kedua kakinya untuk memberikan posisi pada Noe. Salah satu jemarinya mencengkeram rambut Noe sebagai pelampiasan sensasi adrenalinnya. Sementara jemari yang lain bergerilya menggoda dada bidang yang begitu nyaman mendekapnya.

Noe semakin tak terkendali mendapatkan sensasi cengkeraman di rambutnya dan sentuhan yang semakin meruntuhkan pertahanannya. Bagian lunak di dalam mulutnya tanpa komando menerobos masuk untuk beradu dengan bagian lunak milik Allura. Jemarinya bahkan bergerilya menerobos masuk di balik kemeja mengusap lembut sepanjang paha mulus hingga panggul. Sampai kemudian leher jenjang yang basah oleh bekas wine itu menenggelamkannya untuk bermain-main.

"Ah," desah Allura mendongak.

Noe merebahkan tubuh Allura di atas meja dan semakin hanyut pada leher jenjang sembari membuka kancing demi kancing yang menyuguhkan pundak indah itu. Kepemilikan yang berkedut di balik celananya itu bahkan bergesekan dengan kepemilikan Allura yang berbalut kain, menambah sensasi pergulatan panasnya menyusuri cumbuan sepanjang pundak hingga belahan gundukkan yang masih menyisakan manis wine.

Allura yang bergerak gelisah membuat botol wine di sampingnya yang masih menyisakan separuh cairan merah itu jatuh dan pecah berceceran di lantai. Namun, dia tak peduli. Tubuhnya saat ini sudah di luar kendalinya lagi. Begitu juga Noe yang merasa tak terusik.

Namun, sebuah deringan ponsel di atas meja kemudian mengalihkan perhatian Noe. Tampak nama capo organisasinya menghuni layar ponsel. Membuatnya seketika kembali pada kesadarannya, meski dengan menggeram menahan sesuatu yang teramat menyesakkan. "Ah, sial."

Noe bangkit meninggalkan tubuh Allura yang tampak tak berdaya di atas meja. Kemudian mengangkat panggilan yang jauh lebih penting untuknya saat ini. "Iya, Pak," jawabnya dengan terengah-engah.

"Bagaimana pergerakan Aaron malam ini? Saya dengar dia sekarang sedang melakukan pertemuan dengan orang-orang dari paris."

Noe melirik laptop yang tertutup dan terpejam penuh sesal. Karena kebodohannya, dia melupakan tugas pentingnya mengintai pergerakan Aaron malam ini. "Sedang saya pantau, Pak," kilahnya.

"Bagaimana pergerakannya?"

Noe meremas rambutnya kesal dan mondar-mandir mencari alasan. "Saya akan laporkan setelah saya selesai memantau."

"Oke, kalau begitu. Kalau ada pergerakan yang mencurigakan, langsung laporkan. Kita harus bergerak cepat sebelum anggota VBI yang mengambil alih."

"Baik, Pak." Noe mengangguk dengan masih berusaha mengendalikan diri.

Tepat panggilan berakhir, Noe mengembuskan napas panjang dan menatap Allura yang tampak terkulai tidak sadarkan diri sekarang. "Dasar perempuan banyak tingkah. Bisa-bisanya aku terpancing karena tingkah mabuknya?"

Berkali-kali Noe mengembuskan napas berusaha untuk mengendalikan diri, sebelum kemudian mengangkat tubuh perempuan banyak tingkah itu meninggalkan ruang kerjanya yang tampak berantakan.

Memasuki kamar, Noe langsung melempar tubuh Allura di atas ranjang dengan kesal. Membiarkan perempuan itu meringkuk tidak beraturan. "Aku harap kamu nggak mengingat kejadian malam ini setelah sadar, Allura."

Allura menggeliat dan melenguh. Membuat kemeja flanelnya terangkat dan menyuguhkan paha jenjang yang satu senti lagi akan memperlihatkan kain hitam tipis di baliknya.

Dengan cepat Noe meraih selimut dan menutup penuh tubuh Allura yang sudah seperti gulali yang mengundang semut jantan. Setelahnya menggeleng-geleng mengingat kebodohannya beberapa saat lalu. "Bodoh banget aku. Bisa-bisanya aku meladeni perempuan ini tadi. Bagaimana bisa aku bisa terpancing seperti orang gila?"

Noe kemudian menatap Allura. "Seharusnya kalau kamu sakit hati itu membuka mulut, Allura. Bukan malah mabuk-mabukan buang-buang waktu dan tenaga. Otak kamu masih nggak berguna juga setelah melihat Aaron berselingkuh?" omelnya.

Keluar dari kamar, Noe langsung menuju dapur membuka lemari pendingin mengambil air mineral. Setelahnya meneguknya habis dengan tubuh bersandar pada pintu lemari es. Isi kepalanya masih tak berhenti mengingat pergulatan panasnya dengan Allura.

"Untung saja Pak Benji menelpon. Karena kalau nggak ... aku mungkin sudah berakhir di atas ranjang dengan nafsu liar." Noe terpejam dan berusaha mengatur napas. "Allura ... perempuan keras kepala banyak akal itu sangat berbahaya jika dibiarkan. Aku harus mencari cara lain untuk bisa membuatnya membuka mulut," lirihnya.

Meski sudah berusaha mengendalikan diri dengan mengendalikan pikiran dan meminum banyak air dingin, nyatanya sesuatu yang menyesakkan di tubuh Noe masih juga enggan melunak. Membuatnya mau tidak mau melakukan cara lain yang lebih ekstrem. "Gara-gara hal bodoh sekarang aku harus mandi air dingin," gumamnya kesal menuju kamar mandi.






Bersambung........




Dilarang plagiat!

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang