Part 25

96 11 0
                                    

Sebilang pisau dapur berada di tangan Allura

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebilang pisau dapur berada di tangan Allura. Perempuan memakai jubah mandi dan handuk yang membalut rambutnya yang masih basah itu menyeringai penuh kelicikan di hadapan sosoknya yang terperangkap cermin. "Malam ini aku pasti berhasil melumpuhkan kamu, Noe. Meski aku harus merelakan tubuhku malam ini. Karena aku harus keluar dari penthouse sialan ini bagaimanapun caranya."

Ya, Allura telah matang menyusun rencana malam ini menggunakan pisau dapur itu. Juga ... menggunakan tubuhnya sebagai pancingan. Dia tidak peduli jika harus membuatnya menjadi perempuan murahan. Lagi pula hal itu juga bisa menjadi sebuah senjata.

Usai menyelipkan pisau tersebut di bawah bantal, Allura membuka pintu kamar dan melihat Noe yang lagi-lagi tengah berkutat di ruang kerja. Dengan senyum licik dia berjalan anggun menuju dapur, mengambil sesuatu yang sangat dia butuhkan malam ini sebelum memulai aksinya.

Melihat Allura keluar dengan hanya menggunakan jubah mandi, jemari Noe di atas keyboard seketika membeku. "Mau ngapain dia malam-malam ke dapur cuma memakai jubah mandi?"

Sadar tengah menjadi pusat perhatian, Allura semakin menunjukkan kelihaian tubuhnya. Jubah mandi sepanjang paha itu semakin terangkat saat dia berjinjit membuka rak atas untuk meraih sebotol Domaine de la Romanee Conti 1990 yang berada di paling dalam. Minuman yang langsung membuat matanya berbinar itu harus berada dalam genggamannya malam ini.

Berhasil meraih sebotol wine seharga ratusan juta itu, Allura tersenyum lebar menatapnya. "Akan aku habiskan kamu malam ini."

"Kamu hobi banget kayaknya berkeliaran tengah malam di dapur." Noe bersedekap bersandar pada lemari es menatap perempuan yang begitu menggoda menggunakan jubah mandi.

Allura menoleh. "Aku punya gangguan tidur semenjak berada di tempat sialan ini. Jadi aku butuh ini," jelasnya memperlihatkan sebotol wine.

"Wine lagi. Kali ini kamu bahkan berhasil menemukan wine mahal itu." Noe tergelak kecut.

Allura tersenyum dingin dan mencoba membuka tutup botol dengan penuh tenaga menggunakan pengait. "Ah, sial. Kenapa susah banget, sih?"

Melihat itu Noe mendekat meraih botol tersebut dan membukanya. "Wine mahal pasti butuh tenaga buat membukanya, Allura."

Allura cukup tersentuh dengan tindakan kecil laki-laki berkemeja hitam lengan pendek berpadu celana hitam yang cukup perhatian itu. Meski begitu, seringai licik masih membubuhi wajahnya untuk melancarkan aksinya.

"Untuk malam ini cukup hanya satu gelas." Noe membuka rak atas mengambil gelas wine.

"Enak aja ngatur-ngatur aku minum." Allura meraih botol tersebut dan meneguknya langsung.

Noe membeku dan menelan ludah melihat Allura yang begitu menggoda meneguk wine dengan kaki menyilang yang memperlihatkan salah satu paha mulusnya.

"Ah," desah Allura begitu lega usai meneguk. Setelahnya melirik Noe yang membawa 2 gelas wine. "Kamu mau juga?" tawarnya menyodorkan wine.

Noe mengembuskan napas kesal dan meletakkan 2 gelas wine yang tampaknya tak berguna itu. "Aku lagi nggak mau minum. Kamu kalau mau minum sebaiknya di dalam kamar dan kunci pintunya," ucapnya beranjak pergi, berusaha menghindar dari pemandangan yang menggoda adrenalinnya.

"Kenapa? Kamu khawatir aku akan berkeliaran ke ruang kerja kamu kalau aku mabuk?" Allura menyeringai memulai aksi.

Langkah Noe seketika terhenti dan membeku. Rupanya sikap Allura siang tadi hanyalah pura-pura.

"Seperti kemarin malam?" sambung Allura tersenyum licik.

Noe menoleh menatap Allura yang begitu pongah meneguk wine. "Kamu ingat yang terjadi kemarin malam?"

Allura tergelak kecut dan mendekat menatap tanda merah di leher Noe. "Tentu saja aku ingat. Apalagi mengingat pemilik tanda merah di leher kamu itu."

Noe menelan ludah. Perempuan di hadapannya benar-benar penuh dengan akal yang di luar prediksinya. "Bagus kalau kamu mengingatnya. Jadi sebaiknya kamu masuk ke kamar kamu sekarang dan berhenti berkeliaran di tengah malam," ucapnya pongah dengan melangkah mendekat. "Atau aku ... akan melakukan hal yang lebih dari kemarin malam," gertaknya.

Allura tersenyum. "Apa yang membuat kamu terpancing sama aku kemarin malam, Noe? Aku yakin kamu kemarin nggak dalam keadaan mabuk."

Noe semakin mendekat hingga berjarak sejengkal di hadapan Allura. "Karena aku adalah laki-laki normal, Allura," lirihnya.

Allura tertawa mengejek dan melangkah mundur. "Aku rasa kamu begitu bernafsu kemarin malam, Noe."

Noe mengeraskan rahang, berusaha menahan diri untuk tidak kembali terpancing oleh sikap Allura.

"But ... harus aku akui kalau kamu mampu membuatku nggak berkutik kemarin malam. Aku yakin kamu cukup lihai dalam urusan tubuh perempuan, Noe." Allura semakin menggoda dengan kembali meneguk wine.

Melihat cairan merah yang sudah tinggal separuh itu, Noe berusaha merebut botol wine tersebut. Namun, Allura semakin mempermainkannya dengan menjauhkan botol tersebut dari jangkaunnya. Membuat tubuhnya semakin memutus jarak dengan Allura. "Stop, Allura. Aku bilang kamu hanya boleh minum satu gelas malam ini," desisnya.

Allura tergelak dan semakin menantang. "Aku akan berhenti minum kalau kamu berhasil merebut wine ini dari aku."

Melihat wajah angkuh yang membuatnya beradrenalin untuk memberi pelajaran seperti kemarin malam, Noe mengeraskan rahang berusaha menahan diri. "Jangan memancingku, Allura."

"Kenapa? Kamu ingin ngasih aku pelajaran lagi kayak kemarin?" Allura semakin menaikkan dagu.

Noe semakin menelan ludah. Aroma sabun mandi dan wajah yang tampak segar usai mandi di hadapannya begitu membuatnya beradrenalin. Ditambah jubah mandi sepanjang paha yang memperlihatkan belahan gundukan kenyal yang membuatnya semakin pening. "Apa yang ngebuat kamu berkeliaran dengan mengenakan jubah mandi, Allura?"

Allura tersenyum usai kembali meneguk wine. Setelahnya mendekatkan diri memutus jaraknya dengan Noe. "Untuk ngasih kamu pelajaran, Noe," lirihnya yang kemudian berjinjit mencumbu bibir kenyal di hadapannya dengan terpejam seraya mengalungkan kedua lengannya di pundak kekar itu.

Noe membulatkan mata dengan sekujur tubuh membeku mendapatkan sikap tiba-tiba itu. Bibir manis bekas wine itu kini menggodanya dengan berani. Membuatnya adrenalinnya semakin bergemuruh.

3 detik kemudian Allura melepaskan tautan bibirnya dan menatap lekat wajah rupawan yang membeku di hadapannya.

"Apa yang kamu lakukan, Allura?" tanya Noe dengan napas memburu.

Melihat kedua mata yang berkabut penuh damba, Allura menelan ludah. Dalam seperkian detik tatapan penuh damba itu seperti melumpuhkan isi kepalanya. Bahkan membuatnya gugup. Namun, berusaha dia kendalikan mati-matian untuk melancarkan rencananya. "Aku yakin kamu kemarin sangat menginginkan tubuhku, Noe," lirihnya.

Noe menyeringai dengan tatapan kelaparan. "Jadi kamu menawarkan tubuh kamu sekarang?"

"Kenapa? Kamu menolak?" Allura semakin menantang.

Noe menarik tengkuk Allura untuk semakin dekat dengan wajahnya. "Tentu saja menolak adalah hal yang munafik, Allura. Ini adalah ketiga kalinya kamu menawarkan tubuh kamu ke aku. Aku rasa tubuh indah kamu ini memang murahan, Allura." lirihnya.

Allura menelan ludah, berusaha menahan amarah atas ucapan itu. "Anggap saja aku adalah perempuan murahan, jika itu penilaian kamu."

Napas Noe semakin memburu oleh adrenalin. "Jangan pernah menyesali ini, Allura. Karena kali ini aku nggak akan menahan diri lagi. Dan mungkin aku nggak akan bisa berhenti."

Merasakan debaran yang semakin menjadi, Allura terpejam merasakan bibir yang pandai mencumbu kemarin malam itu kembali mempermainkan bibirnya. Dia sendiri tidak bisa memungkiri pesona Noe yang mungkin saja bisa melumpuhkan pertahanannya malam ini.
*
*
*
*
*
Bersambung.............

Pengantin SanderaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang