Karina
Tanpa sepengetahuan siapapun, termasuk si berandal brengsek itu, sebenarnya ia telah menyusun rencana sendiri yang menurutnya paling sempurna.
Sesaat setelah mengetahui jika dirinya hamil, ia sempat menangis seharian. Merasa marah dan menyesal. Selalu berkhayal seandainya waktu bisa diputar kembali seperti saat 4 bulan yang lalu. Ia tentu tak harus melakukan hal bodoh yang kini sangat disesalinya.
Tapi nasi sudah menjadi bubur bukan? Sekarang yang terpenting adalah bagaimana menyelesaikan semua ini. Si berandal brengsek itu jelas tak bisa diandalkan. Sama sekali tak meyakinkan mampu menghandle masalah sebesar ini. Jadi ia, tentunya, harus bertindak cepat dan tangkas. Sebelum semuanya terlambat.
Pertama, ia harus mencari informasi melalui mesin pencari tentang cara menggugurkan kandungan. Ya, sudah pasti ini menjadi opsi pertama yang utama. Karena ia belum siap, tak pernah menyangka, dan tak menginginkannya.
Awalnya ia menemukan beberapa nama obat-obatan yang bisa dipakai untuk menggugurkan kandungan. Juga klinik-klinik aborsi yang banyak bertebaran di internet. Namun ia masih ragu sekaligus takut jika pilihannya ini beresiko tinggi terhadap nyawanya. Ia tentu tak ingin mati konyol hanya karena memilih melakukan swa aborsi.
Hingga di hari kedua browsing, ia berhasil menemukan hotline service KTD (kehamilan yang tak direncanakan). Yang terasa sangat pas dengan keadaan dirinya. Karena ia jelas-jelas membutuhkan saran orang lain tentang langkah yang sebentar lagi akan diambilnya. Apakah benar atau tidak? Amankah atau justru berbahaya?
Dan setelah berpikir lagi selama dua hari, tentang perlu tidaknya menelepon hotline service tersebut, ia pun memberanikan diri.
Suara wanita dewasa seperti layaknya seorang penyiar radio, empuk, dan lembut, menyapa ramah kemudian menanyakan nama, keluhan, dan tujuannya menelepon. Ia—tentu saja—menjawab memakai nama samaran dan menyampaikan keluhan tentang kehamilan tak direncanakannya.
Wanita itu memberitahu jika ia memiliki tiga pilihan. Yang pertama, melanjutkan kehamilan dan merawat bayinya sendiri. Kedua, melajutkan kehamilan lalu menyerahkan bayi untuk diadopsi oleh orang lain. Atau ketiga, melakukan aborsi.
Sejak awal pilihannya adalah aborsi, yang ketiga. Sangat yakin. Masalahnya adalah, wanita di telepon memberitahu jika waktu terbaik untuk melakukan aborsi menggunakan obat-obatan atau bantuan medis adalah sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu. Ia mana tahu usia kehamilannya sekarang? Jadi, ketika si berandal brengsek itu memintanya untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan, ia pun langsung menyetujuinya. Karena itu menjadi salah satu cara untuk mengetahui usia kehamilannya.
Namun rencana yang telah disusunnya matang-matang menjadi berantakan ketika dokter memberitahu jika usia kehamilannya telah mencapai 12 minggu. Bahkan lebih, hampir 13 minggu. My Gosh!
Ia sangat terlambat. Pasti karena kebodohannya sendiri yang terlalu lama dalam mengambil keputusan karena selalu ragu dan tak bergerak cepat. Sialan.
Tapi rencana harus tetap dijalankan. Apapun itu. Jadi yang kedua adalah kembali browsing tempat dimana ia bisa melakukan aborsi dengan aman. Namun lagi-lagi si berandal brengsek itu mengganggunya dengan pertanyaan paling menyebalkan.
Si brengsek : 'Kapan rencana itu?'
Ia tentu tak menjawab.
Si brengsek : 'Kasih tahu gue, biar gue anter.'
Ogah!
Mungkin karena ia tak pernah membalas pesan, si berandal brengsek itu mulai menerornya dengan telepon. Yang tak pernah diangkatnya. Ia sebenarnya ingin memblokir kembali nomor si berandal brengsek itu, tapi menurutnya belum perlu. Nanti saja setelah semua ini selesai, ia akan langsung menghapus semua yang berkaitan dengan berandal brengsek itu. Pasti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomanceSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.