Fatma
Makanan di dalam piring Sasa masih tersisa tiga sampai empat suapan lagi. Ketika tiba-tiba Sasa merengek sambil mengangkat tangan kiri yang jarinya di perban.
"Tangan Sasa panas, Ma...."
"Coba sini Mama lihat," ia meraih tangan kiri Sasa dengan penuh kehati-hatian.
"Aduh, sakit Ma... huhuhuhuhu...." Sasa mulai terisak.
Membuat Mas Tama yang sedari tadi fokus dengan layar ponsel langsung mematikan gawai kemudian menyimpannya ke dalam saku.
"Kenapa Sasa?" tanya Mas Tama dengan nada khawatir.
"Sakit.... huhuhuhuhu.... panas.... tangan Sasa panas....." jerit Sasa membuat beberapa orang menoleh ke arah meja mereka dengan penuh rasa ingin tahu.
"Sini Mama tiupin...." ujarnya cepat sambil meniup-niup jari Sasa yang diperban.
Namun sebuah suara yang terdengar begitu dekat di telinganya mengatakan, "Sepertinya efek obat bius mulai hilang."
Ia masih meniup-niup jari Sasa yang diperban meski dengan gemetaran akibat suara barusan.
"Kita pulang sekarang" suara yang tadi terdengar begitu dekat tiba-tiba menjauh bersamaan dengan bangkitnya Mas Tama dari duduk.
"Ayo, Sasa.... kita pulang sekarang...." tanpa permisi Mas Tama langsung meraih Sasa ke dalam gendongan. Kemudian beranjak pergi meninggalkan meja yang masih berantakan.
Ia menyempatkan diri untuk merapikan meja. Memisahkan sampah dan makanan yang masih tersisa agar bisa langsung dibuang. Sebelum akhirnya berjalan dengan (lagi-lagi) terseok-seok mengikuti langkah panjang Mas Tama menuju ke tempat parkir.
"Sakit, Ma.... huhuhuhuhu...."
Sasa terus merengek sepanjang langkah mereka menuju ke mobil.
"Iya... sabar ya sayang...." ujarnya sambil mengusap-usap lengan kanan Sasa yang melingkari leher Mas Tama.
Dan sama seperti tadi, Mas Tama memintanya untuk masuk ke dalam mobil terlebih dahulu. Kemudian baru mendudukkan Sasa ke pangkuannya.
"Sabar ya Sasa.... kita pulang sekarang" ujar Mas Tama seraya melajukan kemudi mengarah keluar dari halaman restoran cepat saji.
"Panas, Mama... tangan Sasa panas....." jerit Sasa sambil terus terisak.
"Iya, sayang... mana yang panas sini Mama tiupin...." ia buru-buru meniup jari Sasa di tempat bekas operasi. Sambil menahan air mata yang tiba-tiba berdesakan memaksa ingin keluar.
"Ini sudah satu jam lebih pasca operasi," gumam Mas Tama yang dengan tangkas mengarahkan kemudi ke ruas jalan yang kosong. Menyalip beberapa kendaraan sekaligus.
"Efek obat bius sudah habis," lanjut Mas Tama yang kembali menyalip dua buah kendaraan dalam satu waktu.
"Biasanya timbul rasa panas dan nyeri. Sendi juga belum bisa ditekuk dan terasa kaku...."
Ia mendengarkan kalimat yang diucapkan oleh Mas Tama sambil terus meniup-niup jari Sasa.
"Bisa sambil ditiup atau diusap biar anaknya tenang." lanjut Mas Tama membuatnya segera mengusap punggung tangan kiri Sasa sembari terus menerus meniupi jari yang baru saja diamputasi.
"Sakit, Ma.... panas.... panas...." gumam Sasa berulangkali dengan air mata berderai.
"Iya, sayang.... sabar ya...." ia hanya bisa menenangkan Sasa dengan kalimat klise sembari terus meniup dan mengusap punggung tangan Sasa.
"Sabar ya Sasa...." Mas Tama semakin cepat melajukan kemudi. "Sebentar lagi kita sampai ke rumah Akung Aran."
Tapi di luar dugaan, Sasa justru langsung menjerit begitu mendengar kalimat yang diucapkan oleh Mas Tama.
![](https://img.wattpad.com/cover/364919979-288-k66931.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja dan Pagi | Na Jaemin
RomansaSometimes someone comes into your life so unexpectedly, takes your heart by surprise.