72. Kado Berpita Biru

359 59 10
                                    

Jefan

Perlahan namun pasti, matahari kian meninggi. Langit yang awalnya sedikit mendung, kini berangsur cerah. Gumpalan awan telah bergerak menjauh. Berganti dengan cerahnya sinar mentari pagi.

Suasana di sepanjang ruas jalan raya depan SD negeri 112 Pagi pun kian bising. Jalan yang memanjang hampir sejauh 500 M hingga mencapai kantor Kelurahan ini terlihat semakin hiruk pikuk. Ramai dipenuhi oleh sejumlah pedagang kaki lima, pengunjung yang ingin mengikuti senam tera atau aerobik di halaman sekolah, atau orang-orang yang hanya sekedar ingin melihat-lihat dan cuci mata.

Suasana makin meriah dengan alunan lagu dangdut yang sedang hits sebagai musik pengiring senam aerobik. Terdengar menghentak penuh energi, menguar memenuhi keseluruhan udara.

Sementara di sisi lain lapangan, sayup-sayup terdengar suara musik dan aba-aba senam tera Indonesia,

"Tangan kiri di paha kiri, tangan kanan di atasnya."

"Kembali."

"Tekuk lutut kanan, buka kanan. Tangan kanan di paha kanan, tangan kiri di atasnya."

Sejak awal, Kak Fatma telah didapuk menjadi front woman di lapak Nasi Gurih ini. Menyusul di belakang adalah Karina, sigap mengurusi semua hal yang berhubungan dengan uang. Sementara ia hanyalah pelengkap, di plot sebagai helper, alias menolong siapapun yang membutuhkan bantuan.

Terkadang ikut mengikat bungkus Nasi Gurih dengan karet tatkala Kak Fatma kerepotan saking banyaknya antrean pembeli. Atau membantu Karina memberikan uang kembalian dengan gerak cepat ketika pengantre sedang tergesa. Bahkan pergi ke Toko Grosir Bang Ahmad guna membeli kertas pembungkus nasi yang keburu habis.

Namun semua itu ia lakukan dengan gembira. Terlebih Karina. Bahkan sejak awal, senyum tak pernah lepas dari wajah menawan itu. Membuat hatinya diliputi kebahagiaan yang tak terkira.

Meski suasana lapak semakin siang semakin bertambah panas, karena atap lapak yang terbuat dari kain terpal ternyata justru menjadi penghantar panas yang sempurna. Membuat hawa di dalam lapak gerah luar biasa. Namun Karina tak pernah mengeluh sedikitpun. Karina bahkan bersikap ramah terhadap semua pembeli. Seperti,

"Terima kasih sudah membeli Nasi Gurih Mak Nana. Minggu depan ke sini lagi yaa."

Atau,

"Terima kasih banyak sudah memborong. Kalau mau pesan bisa langsung telepon ke nomor yang di sana," sembari tangan Karina menunjuk ke arah spanduk yang terpasang di bagian depan lapak.

Karina yang baginya—dulu—hanyalah seorang cewek manja, berisik sekaligus tukang ngotot. Ternyata memiliki sisi lain yang belum pernah diketahuinya. Sisi yang teramat manis. Yaitu menjadi gadis yang menyenangkan sekaligus menenangkan hati jika dipandang.

Membuatnya tak bisa berkata apa-apa lagi selain bersyukur dalam hati. Karena Karina pastilah kado terindah yang jatuh dari langit untuknya. Di luar rentetan masalah yang seolah setia mengikuti tiap langkah hubungan mereka. Namun kemampuan Karina beradaptasi dengan kesederhanaan dan keterbatasan keluarganya membuat rasa yang telah ada, kini semakin bertambah berkali lipat.

"Terima kasih," suara riang Karina kembali mampir di telinganya. "Minggu depan mampir ke sini lagi yaa."

Dengan wajah bersimbah keringat karena cuaca yang semakin panas. Bahkan sampai membasahi leher jenjang Karina yang membuat rambut hitam legam itu kini menjadi lepek karena sebagian menempel di leher hingga tengkuk.

Memancing inisiatifnya untuk mengambil sebuah karet gelang guna mengikat rambut tergerai Karina agar tak terlalu berantakan.

"Eh?" Karina terkejut ketika tangannya meraih rambut indah itu.

Senja dan Pagi | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang